Share

Part 7. Aku Belum Siap

Author: Rizka Fhaqot
last update Last Updated: 2022-09-08 17:39:20

Sejujurnya Raihan tak merasa itu tuduhan karena ia sendiri telah melanggat aturan agamanya itu dengan penuh kesadaran. 

Naomi beranjak meninggalkan Raihan yang kini hanya membatu di tempat semula. Berada dalam satu kamar bersama laki-laki itu pun seolah menjadi luka baginya, hingga sedapat mungkin ia menghindarinya. 

***

Matahari Kian menguning, pertanda malam semakin dekat. Raihan melajukan kendaraannya menyusuri Jalan perkotaan menuju pinggiran kota. Di sampingnya Sena dengan dandanan berlebihannya tersenyum puas karena Raihan baru saja membelikannya tas mahal impiannya sejak lama. 

"Kita akan ke mana?" tanya Sena dengan nada manjanya. 

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Ada yang harus kita bahas secepatnya." Raihan mencium lembut jemari Sena yang sejak tadi ia genggam dengan tangan kirinya. Ah, terlihat begitu romantis. 

"Apa ada kejutan kedua yang tengah menungguku?" Rona bahagia memancar dari wajah berpipi chubby itu. 

"Begitulah," jawab Raihan dengan senyum termanisnya. Keinginannya untuk memiliki Sena secara utuh membuatnya tanpa pikir panjang untuk menyakiti hati Naomi—perempuan cantik yang sudah setahun ini mendampinginya. 

Beberapa menit setelahnya mobil yang mereka tumpangi sampai di sebuah pantai. Deretan pohon pinus menyambut kedatangan mereka di kanan kiri jalan. Tampak suasana pantai yang mereka kunjungi lengang sore ini, terlebih Raihan sengaja memilih pantai yang tidak terlalu ramai pengunjung agar ia leluasa menyampaikan tujuannya membawa Sena ke tempat ini. 

Tanpa menunggu lama keduanya turun dari mobil menuju sebuah gazebo yang berhadapan langsung dengan bibir pantai setelah selesai membayar biaya sewanya. 

"Pengen pesan makanan?" tanya Raihan pada gadis pujaannya itu. Dan tanpa pikir panjang Sena mengiyakan lalu memesan beberapa jenis makanan yang dijual di beberapa warung dan gerobak di pinggir pantai tak jauh dari mereka berhenti. 

Perempuan itu menikmati ujung senja yang menenangkan. Sedangkan Raihan beranjak untuk memesan makanan yang tadi Sena pinta, setelahnya kembali menemui gadis itu. 

Senja semakin beranjak, matahari kian menguning hingga terlihat tampak kemerahan di ufuk barat. Raihan dengan lembut menggenggam jemari Sena lalu membawa ke pangkuannya. 

Wajah laki-laki itu seketika berubah serius. Berapa saat ia terdiam, berusaha memilih kata yang tepat untuk memulai kalimatnya. 

"Ada yang ingin Abang bicarakan denganmu," ucap Raihan seraya jelas wajah berambut pirang di sampingnya itu. Sena yang tengah mengedar pandangannya pada riak gelombang yang menghantam bibir pantai kini beralih menatap wajah serius Raihan. 

"Kok, kelihatan tegang?" Sena terkekeh. Alisnya bertaut saat menatap wajah laki-laki yang memiliki hubungan spesial dengannya 2 bulan terakhir itu. 

Rehan menghela nafas panjang, lalu tersenyum lembut pada perempuan itu. 

"Apa kamu sudah siap menikah denganku?" 

Pertanyaan Raihan barusan mampu membuat Sena tersentak. Ia tak menyangka laki-laki berumur 10 tahun di atasnya itu menanyakan masalah itu. Selama ini Sena tak pernah serius dengan hubungannya dan Raihan. 

"Apa aku tak salah dengar?" Sena berusaha meyakinkan apa yang baru saja ia dengar. 

Raihan tak langsung menjawab, laki-laki itu terlihat memutar posisi duduknya menghadap Sena. Membingkai wajah perempuan dengan mata mengenakan lensa kotak berwarna hitam keabu-abuan itu dengan manis. 

"Iya, Sen, Aku ingin segera menikah denganmu. Aku tak ingin catatan dosa kita bertambah lebih panjang lagi." Raihan berucap dengan nada Sendu. Seburuk apa pun dirinya, ia tetap paham batasan dalam aturan agamanya, meski pada kenyataannya batasan itu dengan mudah ia langgar. 

Perlahan Sena melepas tangan Raihan yang membingkai wajahnya. Sikap hangat yang yang ia tunjukkan sejak awal bertemu seketika berubah dingin. 

"Maaf, aku belum bisa sekarang. Aku tak ingin kuliahku gagal gara-gara menikah." Sena beralasan. Wajah perempuan itu tampak gugup. 

"Kau bisa melanjutkan kuliahmu seperti biasa, Sen. Kalau kau belum menginginkan anak kita bisa menundanya." Raihan  berusaha membujuk. Menikahi Sena adalah keinginannya serta syarat dari Naomi agar perempuan itu tetap tinggal bersamanya. 

Sena masih menampakkan wajah kebingungan. Tak tahu harus menjawab apa karena memang dirinya hanya menganggap Raihan sebagai ATM berjalan. 

"Tunggulah sampai aku selesai kuliah, Bang. Setelah itu baru kita bicarakan lagi rencana pernikahan kita." Sena berusaha mencari alasan untuk mengulur waktu. 

"Apa yang membuat kamu keberatan menikah denganku sekarang, Sen? Bukankah kita bisa menikah diam-diam dulu jika kau merasa tak nyaman, setelah kau selesai kuliah barulah kita mengadakan resepsinya. Dan aku bisa memenuhi  semua kebutuhan lahir dan batinmu tanpa harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Aku janji, aku tak akan memaksamu untuk melayani makan minumku karena aku bisa membayar pembantu untuk semuanya. Aku hanya butuh kau menikah denganku, melayani kebutuhanku saat aku menginginkannya saja, persis seperti sekarang." Raihan terus membujuk. 

Perempuan itu berdiam beberapa saat. Berusaha mencari alasan agar Raihan bisa memahaminya. 

"Aku benar-benar tak bisa menikah secepat ini. Tolong mengerti, beri aku waktu sampai selesai kuliah." Sena penampakan wajah memelasnya. 

Raihan berpikir sejenak, kemudian kembali bersuara. 

"Baiklah, akan aku coba meminta Naomi mengerti," ucap Raihan akhirnya dengan wajah kecewa. Ia masih tak habis pikir mengapa Sena bersikeras menolak untuk ia ajak menikah. 

Perempuan itu terlihat menghela nafas panjang. Dadanya sedikit lega setelah Raihan mengiyakan permohonannya, permohonan untuk menunda waktu pernikahan mereka, meski Ia pun tak tahu dengan alasan apa selanjutnya ia menolak permintaan yang sama dari orang yang sama. 

Senja semakin pekat bahkan langit sebelah timur sana semakin gelap. Tanpa mereka sadari seorang laki-laki yang tengah duduk di kursi kayu tepat di bibir pantai tak jauh dari tempat mereka berada sejak tadi memperhatikan keduanya. Laki-laki itu beranjak setelah adzan maghrib mengalun merdu dari mushola kecil di sebelah kanan mereka. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Wah cm dianggap atm berjalan ............kasian dh lu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ending

    Detik demi detik merangkak, hingga hari kian berlalu berjalan menuju minggu, perlahan tapi pasti minggu berlaku menuju bulan. Dua bulan setelah acara lamaran kala itu, hari pernikahan Raihan dan Raya di gelar di rumah Raya. Persis seperti permintaan Marina. Ya, sejak dulu Marina memang ingin kedua anak perempuannya menikah di sini, di rumah sederhana mereka. Awalnya keluarga Raihan merasa keberatan. Namun, setelah rembukan akhirnya mereka saling menerima, terlebih setelah Raihan angkat bicara untuk solusinya. Pada akhirnya acara resepsi akan digelar dua kali, pertama di kediaman mempelai perempuan, kedua di kediaman orang tua Raihan. Sebelumnya Mama Maya berkeinginan untuk melangsungkan acara di hotel, persis saat pernikahan Naomi dan Raihan dulu, dengan alasan tak ingin membeda-bedakan kedua menantunya itu. Namun, sang suami lebih memilih di rumah, mengingat Raihan pernah gagal menikah berulang kali. Hari ini, tepat di lapangan yang berada tepat berseberangan dengan rumah orang tu

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Ramon Meninggal

    "Ini beneran Ramon?" tanyanya meyakinkan. Sejujurnya ia sudah paham jawabannya, mengingat ia lebih kenal lama pada laki-laki itu ketimbang Raihan. "Rani tak mungkin salah lihat," balas Raihan dengan wajah serius. "Apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai melakukan hal bodoh seperti ini? Padahal Vina sudah memberikan semuanya, tapi masih saja berulah," desah Raya dengan wajah sesal. Raihan hanya bergeming, membiarkan pertanyaan Raya mengawang di udara. Kalimat Raya barusan membuatnya merasa tertampar. Ya, apa yang Ramon lakukan sekarang bak kaca besar yang memamerkan masa lalunya dulu bagi Raihan. Kegilaan yang Ramon lakukan tak berbeda jauh dari kebodohan yang ia lakukan dulu, yang akhirnya membuatnya kehilangan Naomi dan kehilangan kepercayaan kedua orang tuanya. Bedanya, Raihan tak sampai nekat membahayakan nyawanya demi perempuan yang ia cintai. Banyak luka yang terasa nyeri hingga saat ini. Luka ketika Naomi lebih memilih pergi bersama Faiq, ketimbang kembali padanya meski i

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berita Tentang Ramon

    Raihan tersentak ketika mendengar sebuah benda keras menghantam kuat di belakangnya. Serta suara teriakan beberapa orang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu seketika menoleh, ternyata sebuah mobil sedan menghantam tiang PLN yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Beberapa karyawan kantor yang sama dengan Raihan ikut menghentikan aktivitas mereka, yang semula sibuk dengan kendaraan masing-masing. Asap mengepul dari bagian kap mobil. Tampak wajah-wajah kaget bercampur panik dari orang-orang yang berada di dekat tempat kejadian. Dalam waktu hitungan detik tempat kejadian dikerumuni orang-orang yang berada di dekat tempat itu. Sebagian lagi adalah para pengendara yang lewat yang kini menghentikan kendaraan mereka di bahu jalan. Raihan seketika teringat sesuatu. Raya. Laki-laki itu bergegas turun dari mobilnya. Dengan wajah panik ia berlari ke tempat yang tadi dilewati gadis itu. Tampak Raya terduduk memeluk lutut di pinggir jalan. Kurang dari lima puluh senti di depannya ter

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kecelakaan

    Raya meletakkan map yang tadi berada dalam dekapannya di atas meja, sesuai perintah Naomi. Tanpa menunggu lebih lama Naomi segera meraih map itu, mengecek kalimat demi kalimat yang ada di dalamnya dengan teliti, sedangkan Raya mengamati perempuan yang begitu ia kagumi itu dari tempatnya berdiri. Raya tampak meneliti wajah cantik dengan tubuh sedikit mengembang itu. Jauh di relung sana ada rasa kagum pada sosok mantan istri Raihan itu. "Bukankah kita ada janji temu dengan klien jam dua siang nanti?" Kalimat tanya dari Naomi membuat Raya sedikit kaget ketika mengangkat wajah dan tatapan keduanya bertemu. "Iya, Bu," jawabnya sambil mengangguk pelan. *Dua perempuan dengan usia terpaut tak begitu jauh itu duduk bersisian di kursi penumpang. Raya sesekali tampak melirik ke arah Naomi. Entah apa yang membuat sikap gadis itu sedikit terlihat canggung kali ini. Beberapa menit setelah mobil melaju suasana hanya hening. Hingga akhirnya Naomi memilih bersuara. "Mama sudah menceritakan se

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Raya mengerutkan dahu, ia tak paham dengan maksud kalimat yang baru saja ia dengar. Pun tak paham kenapa wajah perempuan di hadapannya itu berubah dalam hitungan detik saja. Raya meremas kedua jemarinya. Menikmati degup jantung yang masih berkejaran. Ingin bertanya tapi sedikit ragu. Raihan tampak menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf jika kamu tersinggung dengan ucapan Tante barusan. Sebenarnya Raihan sudah bercerita banyak tentang kamu, tentang ibumu yang awalnya tak memberi restu. Tante memakluminya, mungkin jika Tante yang berada di posisi ibumu Tante juga akan melakukan hal serupa," kekeh Mama Maya, membuat Raya seketika menarik napas lega. Wajahnya yang semula tampak gugup bercampur malu, kini sedikit lebih lega. "Tante hanya berharap semoga setelah ini Raihan benar-benar sadar jika apa yang dia lakukan dulu adalah hal keliru. Percayalah, Tante tidak akan pernah membela jika memang Raihan bersalah."Raya perlahan mengangkat wajah. Menatap canggung wajah renta itu d

  • KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN   Berkunjung ke Rumah Mama Maya

    Raya melangkah mensejajari langkah Raihan. Sepasang kekasih itu kini melangkah melewati gerbang, serta hamparan rerumputan hijau di halaman rumah berlantai dua milik orang tua Raihan. Dua tiang penyangga terlihat tampak kokoh dari arah depan. Berdiri gagah hingga mencapai lantai atas. Raya merasakan dirinya begitu kecil di sini. Berulang kali ia melirik rumah bercat putih perpaduan dengan abu tua itu, yang tampak bak bumi dan langit dengan rumah peninggalan sang ayah yang mereka tempati sekarang. Tiga buah mobil berjajar rapi di garasi rumah mewah itu. Mobilnya pun tak kalah mewah. Meski tak memilikinya setidaknya Raya cukup tau berapa kisaran harga kendaraan milik keluarga Raihan. "Bapak yakin mengajakku ke sini?" tanya Raya dengan langkah kaki memelan. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan sejak beberapa hari lalu. Raihan menghentikan langkahnya. Lalu menatap ke arah Raya dengan senyum tipis. "Masuklah! Kau tidak akan tahu bagaimana Mama jika tetap di sini," bala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status