Pengantin Sang Mafia

Pengantin Sang Mafia

last updateLast Updated : 2025-01-31
By:  RianaputriOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
10Chapters
231views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Kau akan menikah, Alesha," kata Charlotte, suaranya lembut namun penuh racun. "Kau hanya perlu menjalankan tugasmu. Bukankah itu yang selalu kau lakukan? Menjadi bayanganku. Jadi pengganti." Dipaksa menjadi pengganti, Alesha menerima nasibnya dengan hati penuh ketakutan. Namun, senyum licik Charlotte dan tatapan dingin keluarga Waverly meninggalkan luka yang dalam. Pernikahan ini bukan hanya perang dengan takdir, tetapi juga jalan masuk ke dunia Lancaster yang penuh bahaya. Mampukah Alesha bertahan di dunia yang mengintimidasinya, ataukah ia akan kehilangan dirinya dalam permainan mematikan keluarga Waverly dan Lancaster?

View More

Chapter 1

bab 1 di paksa menikah

"Kenapa harus putri kita yang menderita?! Apa kau tidak punya hati?!" Florence Arabella Waverly menjerit histeris, matanya berkilat penuh amarah, menunjuk tepat ke arah suaminya. Tangannya gemetar, mencengkeram ujung gaun malam yang bergetar seperti dirinya.

Charlotte Amelie Waverly, sang putri pertama, terduduk di sofa. Tubuhnya bergetar, isak tangisnya menggema di ruang tamu mewah itu. Wajahnya yang biasanya anggun kini kusut, memancarkan ketakutan yang tak bisa disembunyikan.

"Cukup, Florence!" Julian Maxwell Waverly, kepala keluarga, membalas dengan suara berat yang hampir berbisik namun mengandung ancaman. "Ini bukan soal hati. Ini tentang kelangsungan keluarga kita. Pernikahan Charlotte dengan Tuan Gerald sudah menjadi kesepakatan sejak lama, dan kita tidak bisa mundur begitu saja."

Florence merangkul Charlotte, seolah ingin melindungi anaknya dari semua ancaman dunia. "Julian, kau tahu siapa Gerald Dominic Lancaster itu! Dia bukan pria biasa! Dia ketua mafia Serigala Malam yang kejam! Dia bahkan membunuh rekan bisnisnya sendiri hanya karena keterlambatan pembayaran! Kau ingin menyerahkan putri kita pada monster itu?!"

Julian terdiam sejenak. Wajahnya yang biasanya penuh keyakinan kini terlihat suram, lelah oleh tekanan yang terus menghantam. Ia tahu Florence benar. Gerald bukan pria yang bisa dianggap remeh. Tapi ia juga tahu, jika pernikahan ini gagal, nama Waverly akan terhapus dari peta kekuasaan. Keluarga mereka akan dihancurkan, perlahan dan menyakitkan.

"Lalu apa yang harus kulakukan, Florence?!" Julian akhirnya meledak, tinjunya menghantam meja di hadapannya. Suara kayu yang retak membuat Charlotte terlonjak. "Jika pernikahan ini batal, Gerald tidak hanya akan menghancurkan bisnis kita, dia akan memburu kita semua!"

Keheningan mencekam ruangan. Hanya terdengar isak tertahan Charlotte yang berusaha mengatur napasnya. Tapi tiba-tiba, tawa kecil, licik, mengisi udara.

Charlotte mendongak, menyeka air matanya, lalu memandang ibunya dengan mata berbinar penuh intrik. Senyum tipis tersungging di bibirnya, menghapus sisa kesan gadis rapuh yang tadi ia perlihatkan.

"Kenapa tidak... kita biarkan Alesha menggantikan aku?" ucap Charlotte pelan, tetapi kata-katanya terasa seperti petir yang menggelegar di dalam ruangan itu.

Julian dan Florence menoleh serempak. Wajah Julian menegang, sementara Florence memandang putrinya dengan kening berkerut, seolah tak percaya.

"Apa maksudmu, Charlotte?" tanya Florence, suaranya hampir tak terdengar.

Charlotte bangkit perlahan, menyibakkan rambutnya yang kusut. Tatapan licik terpancar dari matanya yang basah. Ia mendekati ibunya, menggenggam tangannya dengan lembut, tetapi ada ketegasan dalam nada suaranya.

"Alesha. Dia anak ayah, tapi bukan anakmu. Dia bukan siapa-siapa di keluarga ini. Tidak ada yang peduli pada hidupnya. Lagipula, ini kesempatan baginya untuk membuktikan bahwa ia berguna. Jika dia menikah dengan Gerald, keluarga kita aman, dan aku bebas. Semua beres, bukan?"

"Charlotte!" seru Florence, setengah terkejut, setengah setuju, meskipun ia berusaha menutupi pikirannya.

"Pikirkanlah, Ibu," desak Charlotte, kali ini suaranya terdengar memelas, meskipun raut wajahnya penuh kepalsuan. "Bukankah kita sudah cukup menderita? Haruskah kita korbankan kebahagiaan kita sementara ada orang lain yang bisa menggantikanku?"

Florence menggigit bibirnya, menahan emosi. Di sisi lain, Julian memalingkan wajah, pikirannya berputar-putar. Nama Alesha, anak haramnya, terngiang-ngiang di benaknya. Gadis itu telah hidup bertahun-tahun di bawah bayang-bayang keluarga ini, menjadi sasaran hinaan dan perlakuan buruk.

"Alesha?" gumam Julian dengan suara berat.

Charlotte dan Florence saling memandang, lalu mengangguk bersama.

"Benar, Ayah," bisik Charlotte, senyum liciknya semakin melebar. "Alesha adalah solusi kita."

Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Kali ini, rasa dingin menjalar, seolah keputusan itu akan membawa bencana yang lebih besar.

"Panggilkan Alesha ke sini. Sekarang!" Julian memerintahkan dengan suara yang bergema tegas, tatapannya dingin menusuk ke arah pelayan yang berdiri tidak jauh darinya.

"Baik, Tuan." Pelayan itu menunduk hormat sebelum bergegas keluar ruangan, langkahnya cepat namun nyaris tanpa suara.

Tidak butuh waktu lama, Alesha Brielle Waverly muncul dari balik pintu. Gadis berusia 21 tahun itu melangkah pelan, hampir ragu, seperti binatang kecil yang memasuki sarang predator. Matanya menatap Julian dengan takut, bibirnya sedikit bergetar.

"Ada apa, Ayah?" tanyanya pelan, suara seraknya nyaris tenggelam dalam atmosfer tegang yang memenuhi ruangan.

Penampilannya lusuh, mengenakan gaun sederhana yang sudah usang, bekas Charlotte, seperti biasa. Rambutnya diikat asal-asalan, mencerminkan statusnya yang selalu diperlakukan layaknya bayangan di rumah itu.

Julian berdiri, tubuhnya tegap meskipun ekspresinya tampak tegang. Namun, ketika ia berbicara, suaranya bak ledakan:

"Minggu depan kau akan menikah!"

Perkataan itu menghantam Alesha seperti badai ganas. Mata Alesha membelalak, tubuhnya menegang, dan kakinya hampir tidak mampu menopang tubuhnya.

"A-Ayah... Apa maksudmu?" bisiknya dengan suara bergetar. "Aku? Menikah?!"

Florence yang berdiri di sudut ruangan melangkah mendekat, mengayunkan langkah dengan angkuh. Matanya menyipit, menatap gadis muda itu seperti melihat sesuatu yang menjijikkan.

"Kau akan menggantikan kakakmu, Charlotte, menikah dengan Tuan Gerald," katanya dengan nada penuh ejekan. "Tuan muda keluarga Lancaster. Kau tahu siapa dia, bukan?"

Nama itu langsung membuat darah Alesha membeku. Ia menggigit bibirnya, lututnya melemas seolah dunia di sekitarnya runtuh.

"Tidak... Tidak mungkin... Aku tidak bisa, Ibu, Ayah... Aku..." suaranya pecah, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

Plak!

Tamparan keras Julian mendarat di pipi Alesha, membuat tubuhnya limbung hingga tersungkur ke lantai. Rasa panas menjalar di wajahnya, sementara air matanya mengalir tanpa henti.

"Berani sekali kau menolak perintahku!" teriak Julian, suaranya memantul di dinding ruangan. Wajahnya memerah, emosinya memuncak. "Apa kau ingin menghancurkan semua yang telah kubangun selama ini? Apa kau ingin melihat keluargamu dilenyapkan oleh Lancaster, hah?!"

Alesha mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata, tatapannya penuh kepedihan. Ia ingin menjawab, ingin membela dirinya, tetapi tubuhnya seakan kehilangan kekuatan.

Julian menunjuknya dengan kasar. "Enam belas tahun aku membesarkanmu! Enam belas tahun aku memberimu tempat di rumah ini meskipun kau adalah aib bagi keluargaku! Ini waktunya kau membalas semua itu. Kau akan menikah dengan Gerald Lancaster, suka atau tidak suka!"

Florence menyaksikan pemandangan itu dengan senyum sinis di wajahnya. Sementara itu, di belakang Alesha, Charlotte berdiri dengan anggun, bibirnya melengkung membentuk senyum puas yang dingin.

"Kau akan menikah, Alesha," kata Charlotte, suaranya lembut namun penuh racun. "Kau hanya perlu menjalankan tugasmu. Bukankah itu yang selalu kau lakukan? Menjadi bayanganku. Jadi pengganti."

Alesha menunduk, tangan kecilnya mencengkeram lantai, menggali kekuatan yang entah dari mana. Tapi, tatapan dingin keluarga itu, terutama senyum licik Charlotte, seperti belati yang menancap dalam di hatinya.

Di saat itu, Alesha tahu, ia tak pernah memiliki pilihan.

Florence berlutut perlahan di depan Alesha, hingga wajahnya sejajar dengan gadis itu yang masih terduduk lemah di lantai. Jemarinya yang dingin mencengkeram dagu Alesha, memaksa gadis itu menatap matanya yang berkilat tajam, penuh ancaman.

Dengan gerakan lambat, Florence mendekatkan bibirnya ke telinga Alesha, suaranya berbisik, namun tajam bagaikan pisau yang menusuk langsung ke hati.

"Seharusnya kau tahu arti balas budi, bukan, Alesha?" desisnya, dingin dan mematikan. "Jika kau berani melawan, jika kau berani menolak, aku bersumpah akan menyeretmu keluar dari rumah ini. Menjualmu ke lelaki hidung belang, satu per satu, hingga kau tidak memiliki harga lagi. Kau mengerti?"

Alesha menggigil, tubuhnya bergetar hebat. Matanya membelalak, menatap Florence dengan campuran ketakutan dan keputusasaan. Ia ingin menjauh, ingin melarikan diri, tetapi tangan Florence mencengkeramnya lebih erat, seperti ular yang melilit mangsanya.

"Apa kau pikir selama enam belas tahun ini kau hidup gratis di sini?" lanjut Florence, suaranya berubah tajam, menusuk tanpa ampun. "Apa kau pikir makanan yang kau makan, pakaian yang kau pakai, semuanya datang begitu saja? Tidak, Alesha. Semuanya berasal dari uang keluarga ini. Dan sekarang..." Florence menarik napas dalam, lalu tersenyum dingin. "...sudah waktunya kau membayarnya."

Alesha mencoba membuka mulut, ingin membela diri, tetapi tenggorokannya tercekat. Air matanya mengalir semakin deras, menetes ke lantai dingin di bawahnya. Ia tahu tidak ada tempat untuk melarikan diri. Tidak ada yang akan membelanya.

"Kau adalah beban, Alesha," Florence melanjutkan, suaranya seperti belati yang terus menghujam. "Dan ini adalah satu-satunya kesempatanmu untuk membuktikan bahwa kau berguna. Kau akan menikah dengan Gerald Lancaster, entah kau mau atau tidak. Jika kau menolak, kau tahu apa yang akan terjadi, bukan?"

Florence perlahan melepas cengkeramannya, namun sebelum berdiri, ia menyentuh pipi Alesha dengan gerakan yang anehnya lembut, namun penuh ejekan.

"Ingat, Alesha," bisiknya sekali lagi. "Di dunia ini, hanya orang lemah yang menjadi mangsa. Jangan paksa aku menjadi pemangsa terakhir yang kau temui."

Florence berdiri tegak, menatap Alesha yang masih membeku di lantai. Wajahnya kembali penuh keangkuhan, seolah ia baru saja memenangkan pertempuran besar. Charlotte, yang menyaksikan dari balik sofa, hanya tersenyum tipis sambil menyilangkan tangan di dada, menikmati pemandangan itu seolah itu adalah hiburan pribadinya.

Di sudut ruangan, Julian hanya memalingkan wajah, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Bagi Julian, ini bukan lagi soal kasih sayang. Ini adalah tentang bertahan hidup. Dan Alesha? Ia hanya alat untuk mencapai tujuan mereka.

Alesha mengepalkan tangan, menunduk dalam-dalam, merasakan kepedihan yang tak terlukiskan. Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya: "Kenapa aku harus dilahirkan ke dunia ini?"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Febri Saputra
bagus thor
2025-01-28 13:41:05
0
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status