Share

Janggal

🏵️🏵️🏵️

Mbak Sandra langsung memasuki halaman rumahku karena tadi sebelum menyiram tanaman, aku telah membuka pintu pagar. Dia bertolak pinggang dan seolah-olah ingin menantangku. Jika seandainya aku bersikap seperti biasanya, mungkin hal ini tidak akan terjadi.

Entah kenapa tadi kesabaranku tiba-tiba berubah sangat tipis, setipis tisu dibagi dua. Padahal biasanya, aku berusaha memberikan tanggapan santai untuk membalas apa pun yang keluar dari bibirnya hingga pada akhirnya, aku yang selalu tersakiti.

Ternyata sikap yang Ratu tunjukkan tadi malam, sangat berpengaruh terhadapku pagi ini. Aku tidak terima jika anak itu lebih membela tetangga yang sering menyakiti hati dan perasaan mamanya selama ini. Itu tidak adil.

“Maksud kamu apa, Bel?” Mbak Sandra menunjukkan tatapan yang membuatku ingin tertawa. Dia bersikap seolah-olah ingin menakutiku.

“Apa, sih, Mbak?” Aku sok bersikap polos dan pura-pura tidak tahu maksud pertanyaannya.

“Jangan sok polos kamu!” Dia meninggikan suaranya. Ternyata dia tahu kalau aku sedang berpura-pura.

“Maaf, Mbak, aku mau siap-siap ngantor.” Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta yang ada di kota ini. Aku menjabat sebagai pengelola keuangan. “Aku nggak mau telat.” Aku tidak ingin berurusan dengannya, apalagi ini masih pagi.

“Jangan mengalihkan topik pembicaraan.” Dia memegang lengan kiriku dengan kasar.

“Mami!” Terdengar suara Revan dari halaman rumahnya. Dia mengenakan seragam putih birunya. Sepertinya dia akan berangkat sekolah. Dia pun langsung menghampiri kami.

“Kamu ngapain ke sini?” tanya Mbak Sandra kepada anaknya itu.

“Harusnya Revan yang nanya gitu ke Mami.”

“Tetangga kita ini harus dikasih pelajaran karena udah menghina Mami.” Mbak Sandra tampak serius.

“Mami bikin Revan malu aja. Bisa, nggak, baik-baik aja sama Tante Bella. Kenapa Mami selalu cari masalah dengan beliau?” 

Aku tidak menyangka kalau anak seusia Revan memiliki pemikiran jauh lebih dewasa daripada wanita yang melahirkannya. Eh, tunggu … ada yang janggal di sini. Kenapa Revan bersikap seakan-akan lebih membelaku daripada maminya? Sementara Ratu melakukan hal berbanding terbalik. Padahal sangat jelas kalau Ratu adalah anak kandungku, sedangkan Revan, anak kandung Mbak Sandra.

Akhirnya, Revan pun berhasil mengajak Mbak Sandra keluar dari rumahku. Aku sangat bersyukur karena Revan datang tepat waktu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika Mbak Sandra tadi masih terus berusaha mengundang amarahku. 

🏵️🏵️🏵️

Aku memasuki rumah setelah selesai menyiram tanaman. Aku heran melihat sikap Mas Fandy dan Ratu. Mereka tiba-tiba tersenyum kepadaku. Apa yang mereka pikirkan? Apa ada sesuatu yang lucu hingga ayah dan anak itu menunjukkan barisan gigi putih mereka?

Entah kenapa tadi mereka tidak mendengar suara tinggi Mbak Sandra di halaman rumah, tetapi justru Revan yang lebih hebat menggunakan alat pendengarannya. Anak itu telah berhasil membuatku kagum kepadanya pagi ini. 

“Kenapa senyum-senyum?” tanyaku kepada Mas Fandy dan Ratu.

“Wajah Mama lucu.” Tumben Mas Fandy mengganti sebutannya kepadaku. Biasanya walaupun di depan Ratu, dia tetap menggunakan ‘Dek’.

“Tuh, kan, lebih enak didengar daripada sebutan sebelumnya.” Ratu turut membuka suara. Sepertinya Ratu yang meminta Mas Fandy mengubah panggilannya kepadaku.

“Iya, Sayang.” Mas Fandy mengusap rambut anaknya itu. “Yuk, Papa antar sekolah. Pagi ini, Papa juga harus cepat sampai di kantor karena ada tamu penting.” 

Ratu pun mencium pipi dan punggung tanganku lalu melangkah ke luar rumah. Sementara Mas Fandy mengecup keningku lalu aku balas dengan mencium takzim punggung tangannya. Entah kenapa dia masih menunjukkan senyumnya seperti tadi.

Setelah dua orang yang aku sayangi itu meninggalkan rumah, aku pun akan bersiap-siap. Saat aku hendak menutup pintu, tiba-tiba aku dikagetkan kemunculan Revan. Kenapa dia belum berangkat sekolah? Aku melihat motornya terparkir di depan pintu pagar rumahku.

“Revan minta maaf atas sikap Mami tadi.” Dia meraih tanganku lalu menciumnya.

“Kenapa kamu harus minta maaf, Van?”

“Revan merasa malu atas perbuatan Mami.”

“Udah, nggak perlu dipikirin. Sekarang, kamu berangkat sekolah. Jangan sampai Mami kamu lihat kamu di sini.” Aku terharu melihat sikapnya.

“Terima kasih, Tante.” Dia pun segera beranjak lalu meluncur menggunakan kendaraan roda dua miliknya. 

Aku masih tidak habis pikir dengan sikap Revan yang sekarang. Padahal sebelumnya, dia sangat pemalu. Dia menyapaku jika kami berpapasan saja. Apa dia benar-benar merasa malu melihat perbuatan maminya?

🏵️🏵️🏵️

Sebulan berlalu sejak kejadian kala itu, di mana Revan seakan-akan lebih membelaku daripada Mbak Sandra. Aku merasa bebas dan tidak banyak berpikir seperti biasanya karena Mbak Sandra tampak lebih pendiam, tepatnya tidak menegurku.

Dia bersikap layaknya seseorang yang tidak mengenalku. Namun, aku lebih menikmati sukapnya yang seperti itu. Aku tidak harus menggerutu setiap hari di rumah karena menahan emosi dan amarah ketika Mbak Sandra selalu ingin tahu tentang hidupku.

Aku juga merasa nyaman karena tidak mendengar sindiran yang hampir setiap hari dia lontarkan. Seandainya Mbak Sandra bersikap seperti saat ini sejak dulu, mungkin aku tidak akan menilainya kepo, sombong, atau apalah.

Akan tetapi, aku belum menemukan sesuatu yang mencurigakan atas kedekatan Ratu dan Revan. Satu hal yang membuatku heran, hampir setiap Sabtu malam, Revan bertamu ke rumahku. Dia dan Ratu duduk sambil berbincang di teras depan.

Beberapa kali aku mencoba untuk mendengar pembicaraan mereka dari balik gorden ruang tamu, tetapi tidak ada yang istimewa. Mereka hanya berbincang tentang pelajaran, teman-teman di sekolah, dan guru-guru mereka.

Apa mungkin kedua anak itu sadar kalau aku sedang berusaha untuk mencari tahu kedekatan mereka? Bisa saja setelah aku tidak mendengar pembicaraan mereka lagi secara sembunyi-sembunyi, mereka baru membahas topik lain, mungkin tentang mereka berdua.

Anehnya lagi, Mbak Sandra tidak melarang Revan berkunjung ke rumah ini. Padahal dulu, dia tampak sangat tidak suka jika Revan dekat dengan Ratu. Sikap yang dia tunjukkan benar-benar berbanding terbalik.

Kenapa aku harus memikirkan Mbak Sandra sore ini? Lebih baik aku fokus menyiram tanaman. Biasanya aku melakukan ini hanya di hari Sabtu dan Minggu. Aku baru menyadari kalau hari ini Sabtu, aku ingin lihat apakah Revan akan kembali berkunjung nanti malam ke rumah ini.

“Bella!” Mbak Dewi memanggilku. Ternyata dia juga melakukan kegiatan yang sama denganku.

“Iya, Mbak.” Aku memberikan balasan sambil tersenyum kepadanya.

Wanita itu menghentikan aktivitasnya lalu menghampiriku. “Revan masih sering jumpain Ratu?” Dia melontarkan pertanyaan.

“Hampir tiap Sabtu malam, Mbak,” jawabku. Sebenarnya, aku penasaran dengan pertanyaannya.

“Jangan dibiarin. Bahaya.” Aku tidak mengerti apa maksud Mbak Dewi.

“Bahaya kenapa, Mbak? Kan, mereka satu sekolah, lagi pun tetanggaan juga.”

Mbak Dewi akhirnya menceritakan tentang ucapan Mbak Sandra kepada tetangga-tetangga lain. Wanita itu dengan tega mengatakan kalau Ratu adalah gadis tidak benar karena telah menggoda Revan. Aku sangat jelas tidak terima dengan tuduhan menyakitkan itu. Aku akan membuat perhitungan dengannya.

🏵️🏵️🏵️

Waktu menunjukkan pukul 19.02 Wib, Revan akhirnya tiba di rumahku. Saat ini, dia telah duduk dengan Ratu di teras depan. Tanpa menunggu lagi, aku langsung menghampiri mereka berdua. Aku sangat kesal mengingat apa yang disampaikan Mbak Dewi tadi sore.

“Ngapain ke sini? Ada perlu apa?” Aku berusaha bersikap tegas di depan Revan.

“Mau ngobrol sama Ratu, Tante.” Aku melihat perubahan di wajah anak itu. Sebenarnya, aku tidak tega meninggikan suara di depannya.

“Apa anak Tante yang minta kamu ke sini?” Aku kembali bertanya.

“Nggak, Tante. Revan sendiri yang ingin ke sini jumpain Ratu.”

“Apa Ratu pernah godain kamu?” Aku tetap masih mengeluarkan pertanyaan.

“Apa-apaan, sih, Mah? Kok, Mama nuduhnya gitu?” Ratu tiba-tiba membuka suara.

“Harusnya kamu bertanya ke maminya.” Aku menunjuk Revan sambil melihat ke arah Ratu.

“Maksudnya apa, Tante?” Sekarang, Revan yang bertanya.

“Apa kamu nggak tahu kalau Mami kamu udah nyebar gosip di kompleks ini?” Aku ingin mengatakan yang aku dengarkan dari Mbak Dewi tadi.

“Gosip apa, Mah?” Gantian Ratu yang bertanya.

“Tante Sandra nuduh kamu godain Revan hingga jumpain kamu ke rumah ini. Apa maksudnya nyebar fitnah seperti itu? Apa yang akan tetangga kita pikirkan tentang kamu, Sayang?” Aku ingin tahu apakah Ratu akan tetap membela Mbak Sandra seperti waktu itu.

“Apa? Tante Sandra, kok, jahat banget, sih.” Ternyata anakku itu sekarang kembali sadar dan mengingat siapa Mbak Sandra sebenarnya. “Maaf, Van … kamu boleh pulang sekarang. Kamu nggak perlu jumpain aku lagi. Kita putus!”

Apa? Jadi, apa yang aku pikirkankan dan curigai selama ini, benar adanya, Ratu menjalin hubungan dengan Revan. Aku merasa telah lalai sebagai orang tua. Mungkin karena kesibukanku di kantor membuatku jarang berbincang dengannya setelah aku tiba di rumah.

“Tunggu, Rat … jangan seperti ini.” Revan berdiri ketika Ratu hendak memasuki rumah. “Aku nggak mau putus.”

==========

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status