Segelas teh hangat dengan asap mengepul menjadi pemandanganku pagi ini. Setelah menyelesaikan tugasku di ruang studio, aku memilih beranjak menuju kantin untuk menenangkan pikiran, segelas teh hangat menjadi pilihan di saat penat. Kupandangi kantin dengan tata ruang yang tidak begitu padat, hanya ada beberapa kursi serta meja bagi para pengunjung sepertiku dan beberapa display makanan yang menjajakan makanan khas kantin. Sudut mataku menangkap seseorang berjalan mengarah pada sebuah meja dengan jarak yang tidak cukup jauh dari tempatku berada, aku duduk di sebuah meja yang hanya berjarak lima puluh meter dari pintu akses keluar masuk kantin sehingga dengan mudah menangkap siapa pun yang datang menuju kantin ini. Seseorang yang berjalan tadi kini menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di sudut kantin. Aku masih tidak bergeming karena tak mengenal siapa yang baru saja datang, dengan posisi dudukku membelakangi mereka, ku yakin mereka juga tidak melihat keberadaanku. "Hamish, b
Pagi ini aku kembali bertugas sebagai host acara talkshow bersama para tenaga kesehatan membahas masa pandemi yang masih bertengger di negeri ini. Sejenak melupakan peristiwa menyahat hati antara aku dan Hamish, aku berusaha tampil seprofesional mungkin. Jika Hamish telah memutuskan untuk tidak dapat memperjuangkan cintanya, lalu untuk apa kukumpulkan benih cinta untuknya.Talkshow akhirnya selesai, dan sepertinya aku bisa istirahat sejenak, menepi, menetralkan hati yang masih saja berkecamuk. Benar kata orang, melupakan tidak semudah yang diucapkan.Kulangkahkan kakiku menuju mushollah, saat ini masih pukul sembilan pagi, ada kebiasaan baru yang jarang bahkan tak pernah aku tunaikan dulu, ya.. menunaikan ibadah shalat dhuha. Saat menuju tempat whudu, sorot mataku terpaku pada seorang lelaki yang telah kupatahkan hatinya beberapa hari lalu-Hisyam.Aku memilih bungkam dan fokus pada tujuan. Aku tidak mau ibadahku terganggu hanya karena urusanku dengannya tak menemukan titik temu. Setel
Setahun telah berlalu, Hamish dan Hisyam sepertinya paham apa tujuan keberadaanku di sini, bahkan dalam beberapa pertemuanku dengan Hisyam, tak pernah lagi ia memaksa hatinya agar tersimpan dalam hatiku. Obrolan selalu membahas pekerjaan, tidak lebih. "Clara, tolong ke ruangan saya, ya! ada beberapa file yang harus kamu baca." tutur Hisyam yang berdiri di belakangku.Aku menoleh dan langsung kujawab dengan anggukan serta senyuman tanpa kata."Ini ada beberapa kontrak penawaran kerja dari label musik berkaitan dengan lagu-lagu mereka yang ingin mereka tayangkan perdana di Love FM, tolong kamu baca lalu serahkan ke bagian manajemen untuk mereka tindaklanjuti." titah Hisyam yang kali ini tak mendapat respon dariku karena aku masih membuka lembar demi lembar untuk diperiksa"Oh ya satu lagi, Pak Prayuda mengajak kamu makan malam, Bagaimana? Kamu bersedia? anggap saja ini adalah ajakan istimewa dari pemilik perusahaan guna menunjang karir kamu." "Apa tidak berlebihan, Pak?"" Tidak, Ayah
Kini Hisyam terdiam menatap tajam kedepan, untuk beberapa detik kami membisu“Sejak kami SMP, aku selalu merasa dia terlalu diistimewakan oleh Ayah dan Mama” ujar Hisyam yang masih menatap hamparan rumput di taman ini. “Ayah dan Mama selalu mengiyakan setiap permintaannya, bahkan urusan sekolah sekalipun, Ayah dan Mama mengikuti pilihan Hamish, Kamu tahu Clara, Aku dan Hamish beda ibu, Aku merasa perlakuan yang berbeda ini karena Aku yang tidak lagi memiliki ibu. Sejak itu entah kenapa setiap wanita yang sedang dekat dengan Hamish atau yang sedang didekati olehnya ingin juga kumiliki, Aku merasa kami selalu bersaing.” Tutur Hisyam, kini pandangannya tak lagi menatap hamparan rumput yang jelas gelap saat malam hari. “Itu artinya kamu menyukaiku juga karena sebuah rasa ingin bersaing?” tanyaku“Jujur aku bahkan tidak tahu kalau Hamish juga menyukaimu.” Hisyam menjawab sambil tertunduk“Ada baiknya kamu tanya hati kecilmu yang terdalam, sejauh apa rasa bencimu pada Hamish dan seberapa
"Clara!" suara seorang lelaki terdengar dari belakang tempatku berdiri. "Mau kemana? bareng yuk!" ajak Hisyam"Saya mau ke Mesjid Al-Jihad, bang." panggilanku pada Hisyam terdengar berubah-ubah karena dia tidak ingin dipanggil dengan panggilan formal saat di luar jam kerja."Yasudah barengan aja, saya juga mau ke sana, sudah waktunya salat maghrib."Aku mengangguk kecil tanda mengiyakan. Hisyam memintaku menunggu di teras lobi menunggu kedatangannya Hisyam dengan mobil pribadinya.[Suara Adzan Berkumandang]Sesampainya di pelataran parkir mesjid Al-Jihad, aku memilih turun dan langsung menuju toilet dan tempat wudhu. Jarak antara gedung LOVE FM dengan mesjid Al-Jihad tidak begitu jauh, sepanjang perjalanan diisi dengan kebisuan diantara kami sambil terus awas melihat kendaran lain berhubung jam pulang kerja kantor, wajar lalu lintas terlihat ramai - lancar.Selepas meletakkan sepatu pada rak yang telah disediakan oleh BKM masjid, langkahku mantap menuju toilet serta tempat wudhu wani
Pertanyaan yang aku ajukan pada Hisyam tidak mendapatkan jawaban, hingga sampai di parkiran gedung Love FM Hisyam masih membisu dan beberapa kali mengalihkan pertanyaanku dengan hal lain. Aku juga tidak berusaha untuk bertanya lebih apalagi memaksa, bagiku seseorang mau menjawab atau tidak adalah hak yang tidak bisa aku paksakan meski sebenarnya aku ingin sekali mendengar fakta sebenarnya.Kulajukan sepeda motor matic ini dengan lambat, perjalanan pulang memerlukan atensi ekstra karena jarak pandang tidak sejelas siang hari, ditambah minus pada mataku sepertinya semakin parah faktor kecapean dan stres karena kini setiap Sabtu dan Minggu aku mengambil kelas karyawan di salah satu universitas swasta setelah pulang kantor. Dari kaca spion motor matic ini dapat ku lihat mobil Hisyam yang selalu menemaniku melewati jalanan yang mulai sepi, dia menepati janjinya..Aku berhenti di sebuah rumah tipe 36 dengan pagar setengah badan bewarna hitam, ku matikan motorku lalu bergerak membuka pagar n
[Everybody knew you're lier, everybody knew you're player, everybody knew you're never serious..]"Clara, yuk opening!" Mas Bagas menghentikan lamunanku, aku sampai tidak sadar satu lagu yang dibawakan Citra Skolastika jebolan pencarian bakat di salah satu stasiun tv swasta telah habis diperdengarkan sebagai satu tembang pembuka acaraku hari ini."104,2 Love FM, musiknya bikin kamu jatuh cinta. Balik lagi sobat Love bareng aku Clara yang akan nemenin siang harinya kamu dengan lagu - lagu cinta terbaik di Indonesia."Setelah membuka segmen acara siang ini, aku meminta Mas Bagas untuk memutarkan beberapa lagu, sebuah panggilan masuk dengan nama seseorang yang tak kusangka dia akan menghubungiku siang ini. Apakah kegelisahanku tadi malam sampai kepadanya? Aku permisi dengan Mas Bagas lalu keluar untuk menjawab panggilan ini."Assalamualaikum.." ucap Hamish di ujung sana. Aku masih diam terpaku sejenak menetralisir debaran hati, mencoba bersikap seolah tidak mengetahui apapun kebohonganny
Kealpaanku menatap Hamish yang sedari tadi mencoba mendekatiku ternyata mengikis rasa empatiku, aku lupa penyakit ini sangat mematikan, aku panik, gerakanku semakin tidak beraturan mengarah menuju pintu memanggil siapa saja yang bisa dimintai pertolongan. Kali ini aku tidak boleh kehilangan Hamish. Aku mencintainya."Bang, Kak! Bisa tolong panggil ambulance? tolong cepat, Kak!" titahku Hisyam terlihat panik namun tetap menjaga kewarasannya dan meminta kayu putih dariku untuk membantu Hamish agar segera sadar, setelah beberapa kali minyak beraroma eucalytups itu di usap usap pada kepala dan hidungnya namun tak kunjung membuahkan hasil, akhirnya Hisyam memintaku membantunya membawa tubuh Hamish naik ke atas sofa yang ada di ruangannya.Tidak butuh waktu lama, beberapa perawat ditambah beberapa karyawan masuk ke ruangan Hisyam membawa Hamish untuk di letakkan di atas dipan ambulance. ***Hisyam memintaku menemani Hamish selama di dalam ambulance menuju rumah sakit. Hisyam memilih untuk