Share

Bab 8. Menghindar

Author: nanadvelyns
last update Last Updated: 2025-08-12 11:37:32

"Nona, gawat! Pakaian yang sempat saya cuci tadi malam kini penuh dengan kotoran! Bahkan beberapa bagiannya terpotong!" Hana melapor dengan napas terengah-engah.

Pagi ini saat hendak membantu Dalia menyiapkan diri untuk acara ulang tahun perdana menteri, Hana ingin mengambil pakaian baru yang akan dikenakan Dalia.

Tetapi sayang, dia malah mendapati pakaian itu sudah menggenang di genangan air bercampur tanah.

Wajah Hana menahan tangis, sepertinya wanita itu kebingungan, marah, dan sedih atas apa yang menimpanya.

Acara ulang tahun perdana menteri dilaksanakan pagi menjelang siang, waktu Dalia untuk bersiap pun tidak banyak.

Dalia tersenyum tipis dan mengelus kepala Hana. "Lupakan baju itu, aku juga tidak berniat mengenakannya."

Hana terlihat keberatan. "Tetapi, nona... Jika Anda datang di acara itu hanya dengan baju sederhana, Anda akan menjadi bahan tertawaan. Perhatian juga pasti hanya jatuh di nona Salsa!"

Dalia terkekeh tipis melihat Hana sangat bersemangat membantunya untuk tampil maksimal.

Dia pun mencubit pelan pipi Hana. "Sudah, jangan menangis. Kita tidak memiliki banyak waktu, Hana. Buang saja baju itu."

Melihat Dalia yang masih tetap terlihat tenang di situasi seperti ini pun hanya bisa membuat Hana menghela napas pasrah.

Sementara Dalia melirik dingin baju-baju yang sudah kotor dan sobek itu. Ini pasti ulah Salsa, wanita itu tidak akan mengizinkannya tampil mencolok. Dia sedang terobsesi dengan perhatian Kaisar.

Dibantu Hana, Dalia berhasil merias diri meskipun hanya mengenakan hanfu putih dengan motif sederhana, serta rambut yang disanggul setengah dengan tusuk rambut perak bunga teratai.

Dia sengaja tidak mengenakan pakaian baru, baik dari pemberian kediaman perdana menteri ataupun baju yang sempat ia beli sendiri.

Selama ini dirinya selalu mengalah hingga menjadi korban, mengapa tidak sekalian saja ia di acara ini berpenampilan sangat sederhana layaknya 'korban'?

Bukankah menjadi glamour untuk memikat Kaisar adalah tujuan Salsa? Dalia tidak akan menahannya.

Pertunjukkan 'putri sederhana yang mengungkap kebusukan putri licik', bukankah semua orang akan menyukainya?

Dengan Salsa yang merusak bajunya, justru sangat membantu Dalia. Wanita itu tidak perlu pusing lagi mencari alasan agar tidak mengenakan pakaian mewah yang disiapkan perdana menteri.

"Di mana Odine?" tanya Dalia dengan tatapan dingin.

Hana menggeleng pelan. "Saya juga mencarinya pagi ini, apa perlu--"

"Lupakan." Potong Dalia, kemudian ia melirik Hana. "Periksa jalur Selatan, apakah ada orang yang diam-diam menunggu kita di sana."

Hana mengerutkan keningnya. "Untuk apa, nona? Apa Anda memiliki--"

"Tidak, periksa saja. Jika sudah mendapatkan jawabannya segera kembali, jangan membuat pergerakan apa pun." Potong Dalia tegas.

Hana mengangguk patuh meskipun dia tidak mengerti maksud dari perintah majikannya.

Dalia tidak akan membiarkan kajadian buruk di masa lalu terulang kembali.

Di kehidupan sebelumnya saat dia menuju aula besar kediaman perdana menteri, seorang pelayan misterius yang membawa ember berisi air menabraknya.

Lengan hanfu-nya basah, namun karena sudah tidak sempat berganti pakaian, Dalia pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya.

Sekarang ia curiga bahwa Odine lah pelayan misterius itu, karena sebelumnya terlalu kalut, Dalia lengah dan tidak memikirkan detail kecil ini.

Saat pemeriksaan dan jarum perak pendeteksi racun itu menghitam begitu menyentuh lengan hanfu-nya yang basah, dia pun dikurung dan disiksa habis-habisan.

Tak lama Hana kembali, wanita itu sudah memasang raut wajah cemas.

"Nona, Anda benar. Ada seseorang yang menunggu kita, tetapi... Sepertinya itu... Odine?"

Dalia tersenyum dingin dan berdiri. "Kalau begitu kita lewat jalur selatan."

"Eh? Tetapi bukankah jalur itu terlalu jauh dari aula besar?" tanya Hana karena mereka sudah cukup terlambat.

Dalia hanya mengangguk singkat, tidak memberikan penjelasan apa pun.

Lebih baik terlambat lebih lama daripada memaksakan diri untuk masuk ke jebakan musuh.

Ada dua jalur menuju aula besar kediaman perdana menteri, yaitu jalur utara dan selatan.

Jalur selatan yang lebih jauh jaraknya jarang dilalui oleh para pelayan, bahkan tanaman di sana tidak dirawat. Banyak tumbuhan dan pohon liar di mana-mana.

Di tengah jalan, langkah Dalia berhenti. Mata tajam wanita itu menatap penuh waspada ke arah depan, lalu menarik lengan Hana untuk bersembunyi di balik pohon besar.

"Nona, ada apa?" tanya Hana dengan nada berbisik.

Dalia hanya menggeleng pelan dan memberi isyarat untuk tidak berisik.

Perlahan ia berusaha mengintip, di depan sana ada sekumpulan orang berpakaian hitam.

Tetapi yang paling menonjol di antara mereka adalah pria yang menganakan baju khas keluarga kerajaan, ada ukiran naga yang terbuat dari benang perak.

Pria itu adalah Gara Abimayu, adipati besar Kekaisaran sekaligus adik beda ibu Kaisar saat ini.

Dia adalah pria paling berkuasa kedua setelah Kaisar, berurusan dengannya adalah hal buruk yang berujung pada kematian. Begitu kata orang-orang.

"Cari sampai dapat orang yang memegang racun dari Huanghou, jangan sampai mengenai Nadine Guifei. Ini perintah Kaisar."

"Baik, Wangye!"

Seketika sekumpulan orang itu melesat pergi, menyisakan Gara dan dua pria yang tak terlihat wajahnya.

Pandangan mata Dalia sedikit mendingin puas, Adipati Gara benar-benar mengikuti ucapannya?

Begitu melihat adipati Gara melangkah pergi, Dalia perlahan hendak keluar dari persembunyiannya.

Tetapi tiba-tiba adipati Gara berhenti dan berbalik, melempar belati ke arahnya.

ZAP!

Dalia membatu di posisinya, dia terkejut bukan main.

Belati itu melesat tepat di samping kepalanya, jika dia bergerak lebih dari ini, maka sudah pasti akan menancap kepalanya.

Tusuk rambut teratai Dalia menancap di batang pohon lainnya bersama belati adipati Gara.

Dua pria secara mengejutkan muncul di belakang Dalia dan Hana, kemudian menahan paksa tubuh mereka untuk berlutut.

"Siapa?" tanya Gara, mata elangnya menatap tajam Dalia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 116. Bayangan Dewi Di Barat

    Kursi putih berlapis emas itu tampak begitu megah, memantulkan cahaya dari lampu minyak yang tergantung di dinding kamar kerajaan. Namun kemegahan itu seakan sia-sia, karena sosok yang duduk di atasnya hanyalah seorang pemuda dengan sorot mata dingin—Rangga Tirta. Rambut peraknya jatuh menutupi sebagian wajah tegasnya, sementara tatapannya tertuju pada ranjang besar di hadapannya. Di atas ranjang itu, Kaisar Barat—ayahnya sendiri—terbaring lemah.Kaisar Barat, yang dulu dikenal sebagai penguasa dengan bola mata ungu secerah batu amethyst, kini hanyalah bayangan dari kejayaannya. Tatapannya kosong menembus langit-langit, seolah waktu berhenti di sana. Kulitnya yang keriput menunjukkan betapa usia dan penyakit telah merenggut seluruh wibawa. Sorot matanya sayu, napasnya naik turun berat, dan tubuhnya dilingkupi aroma obat serta dupa.Di samping tempat tidur itu, Bram berdiri tegak. Pria berwajah tenang, dengan sikap s

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 115. Tata Ulang Kekaisaran, Dalia Menjadi Kandidat Permaisuri Baru?

    Di ruang kerja Kaisar, suasana tegang terasa kental. Aroma dupa lembut yang mengepul dari wadah perunggu tak mampu menutupi hawa serius yang mendominasi. Tirai sutra berwarna emas pucat menutupi sebagian cahaya matahari sore, menyisakan bayangan samar di dinding. Di meja besar dari kayu cendana, gulungan-gulungan laporan menumpuk, di atasnya tertempel segel merah Kekaisaran.Kaisar duduk di kursi utamanya, wajahnya tenang, namun kedua matanya tajam menatap satu persatu orang yang hadir. Di hadapannya berdiri tiga tokoh penting yang kini menjadi pilar Kekaisaran, Adipati Gara dengan sorot dingin khasnya, Giandra Ishraq yang baru saja menyandang jabatan Perdana Menteri sekaligus Jenderal Muda, serta Jenderal Besar Maneer, pria paruh baya dengan tubuh kekar dan suara berat yang bergema setiap kali ia bicara.“Sejak keluarga Wanda ditumbangkan,” ucap Kaisar membuka pembicaraan, suaranya datar tapi jelas, “tujuh puluh persen pegaw

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 114. Hadiah Kenangan Di Pavilliun Seni

    Kereta kuda melaju pelan di jalanan berbatu ibu kota. Roda-rodanya berdecit halus, meninggalkan jejak roda di debu musim semi yang mulai mengering. Dari dalam kereta, Dalia duduk dengan wajah tertutup tudung tipis. Jemarinya yang ramping menggenggam erat kain sutra di pangkuannya, seakan-akan menyembunyikan getaran kecil di hatinya. Sejak Cahya melangkah pergi meninggalkannya di halaman kediaman Ishraq, ucapan pria itu terus berputar di telinganya—tentang hadiah, tentang puisi, tentang lukisan yang katanya sudah dipajang di Paviliun Seni.Hana yang duduk di hadapannya menatap majikannya itu dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. “Nona besar, Anda tampak gelisah. Apakah karena tuan muda Sudiro?”Dalia hanya menoleh sebentar, matanya menenangkan meski bibirnya masih terdiam.Rasa ingin tahu terhadap hadiah yang dimaksud Cahya benar-benar menuntunnya hingga kini duduk di kereta, melaju menuju Paviliun Seni.“T

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 113. Janji Yang Tertinggal

    Satu minggu telah berlalu sejak hari eksekusi besar itu. Balairung, istana, dan bahkan seluruh ibu kota masih menyimpan bayang-bayang darah keluarga Wanda. Rakyat membicarakannya di kedai-kedai teh, para pejabat berbisik di aula kementerian, dan para prajurit menceritakan ulang momen itu di barak-barak mereka. Kekaisaran Timur benar-benar mengalami pergeseran besar.Kaisar bekerja siang dan malam, tangannya tak pernah berhenti menulis, memeriksa, dan memutuskan nama-nama pejabat baru untuk mengisi kursi kosong yang ditinggalkan keluarga Wanda. Ia ingin menghapus setiap sisa pengaruh mereka. Tidak boleh ada celah sekecil apa pun.Ratusan ribu pasukan keluarga Wanda—yang dahulu menjadi kebanggaan keluarga itu—kini secara sah diserahkan ke bawah komando Jenderal Besar Maneer, ayah Dara. Sosok tua yang berwibawa itu menerima mandat dengan wajah tegas, menunduk dalam-dalam, berjanji bahwa pasukan yang kini menjadi milikn

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 112. Akar Dendam Dalia

    Balairung agung kekaisaran dipenuhi para bangsawan, pejabat tinggi, dan perwakilan keluarga besar yang duduk berjejer rapi. Di bagian depan, kursi Kaisar menjulang tinggi, bagaikan singgasana yang memandang semua dari atas dengan wibawa yang tak tergoyahkan. Suasana sunyi, hanya terdengar gesekan kain sutra dan napas tertahan. Hari itu, persidangan yang menentukan masa depan keluarga Wanda akan digelar, dengan bukti salinan buku besar kediaman perdana menteri sebagai pusat perhatian.Adipati Gara berdiri di sisi kiri, pedangnya tersarung namun aura tajamnya tetap menusuk. Giandra, Gibran, dan Dalia berada tidak jauh di belakang, wajah mereka dingin, menyimpan luka dan kebencian. Di barisan kanan, keturunan keluarga Wanda duduk terikat, wajah-wajah yang dulu berkuasa kini dipenuhi ketegangan, kebencian, dan sebagian lagi keputusasaan.Kasim agung mengumumkan dengan suara lantang, “Persidangan monopoli garam keluarga

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 111. Pada Akhirnya Kita Seperti Ini

    Langkah-langkah Kaisar bergema pelan di lorong panjang yang membelah kediaman Permaisuri. Malam itu, ia datang tanpa pengawal, tanpa dayang, tanpa utusan—hanya dirinya sendiri. Keputusannya mengejutkan para kasim yang menjaga pintu utama, namun tak seorang pun berani mencegah. Karena dari sorot matanya saja, semua orang tahu, malam ini bukan sekadar kunjungan biasa. Malam ini adalah penentuan akhir.Pintu kayu besar berukir naga emas terbuka dengan suara berat. Kaisar melangkah masuk, membiarkan udara dingin luar ikut menghembuskan sisa salju ke dalam ruangan. Aroma dupa tipis bercampur wangi teh hangat menyeruak.Di dalam, seorang wanita duduk tenang. Rambutnya disanggul rapi, hanfu sutra ungu tua membalut tubuh rampingnya. Lina Wanda. Wanita yang selama ini duduk di sisi Kaisar, menyandang gelar tertinggi, Permaisuri Timur.Namun malam ini, aura yang terpancar darinya berbeda.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status