Dalia tetap tenang, sementara Hana sudah menangis ketakutan. "Nona pertama keluarga Ishraq, Dalia Ishraq."Begitu jawabannya terlontar, Faqih dan Bima melirik cepat ke arah adipati Gara."Nona yang ini, yang mulia," bisiknya. Meskipun begitu, adipati Gara tetap menarik keluar pedangnya dan menyodorkannya ke wajah Dalia. "Apa saja yang kamu dengar?"Dalia menunduk, raut wajahnya tak menunjukkan kepanikan sama sekali. Hal ini cukup menarik perhatian mereka. "Huanghou memberikan racun pada orang dalam kediaman perdana menteri untuk Nadine Guifei." Adipati Gara menaikkan alis kirinya sekilas, diam-diam terkejut dengan keberanian Dalia.Wanita lain biasanya akan menangis dan gemetar, lalu memohon agar diampuni. Tetapi tidak dengan Dalia, wanita itu tetap tenang dengan sorot mata dinginnya. "Katakan, kamu ingin dibungkam dengan cara seperti apa?" tanya adipati Gara lagi sambil menempelkan badan tumpul pedangnya yang dingin. "Wangye, tetapi dia--" Saat Bima hendak mengingatkannya, pr
"Nona, gawat! Pakaian yang sempat saya cuci tadi malam kini penuh dengan kotoran! Bahkan beberapa bagiannya terpotong!" Hana melapor dengan napas terengah-engah. Pagi ini saat hendak membantu Dalia menyiapkan diri untuk acara ulang tahun perdana menteri, Hana ingin mengambil pakaian baru yang akan dikenakan Dalia. Tetapi sayang, dia malah mendapati pakaian itu sudah menggenang di genangan air bercampur tanah. Wajah Hana menahan tangis, sepertinya wanita itu kebingungan, marah, dan sedih atas apa yang menimpanya. Acara ulang tahun perdana menteri dilaksanakan pagi menjelang siang, waktu Dalia untuk bersiap pun tidak banyak. Dalia tersenyum tipis dan mengelus kepala Hana. "Lupakan baju itu, aku juga tidak berniat mengenakannya."Hana terlihat keberatan. "Tetapi, nona... Jika Anda datang di acara itu hanya dengan baju sederhana, Anda akan menjadi bahan tertawaan. Perhatian juga pasti hanya jatuh di nona Salsa!"Dalia terkekeh tipis melihat Hana sangat bersemangat membantunya untuk
"Nona, dari mana Anda tahu bahwa racun itu disembunyikan di rumah para pejabat bangsawan?" tanya Hana penasaran, dia jarang melihat nona-nya banyak bicara terlebih di urusan orang asing. Dalia hanya tersenyum tipis. "Karena aku tahu, itu saja."Hana menghela napas tipis, menyadari Dalia enggan memberitahu dia tidak berani bertanya lagi. Kemudian bibir Hana tersenyum lebih dalam. "Tetapi kenapa Anda tidak menjawab saat tuan tadi bertanya? Bukankah jika adipati Gara tahu Anda membantunya maka--""Maka kita tidak akan tahu bencana atau keberuntungan yang akan menunggu." Potong Dalia. Hana menatap Dalia tidak mengerti. "Kenapa bisa tidak beruntung? Adipati Gara memiliki kekuatan besar yang bisa menguntungkan Anda, bukan? Bahkan lebih baik jika dia menikahi Anda."Dalia melirik tajam. "Jika kamu ingin menikah dengannya maka silahkan saja, jangan bawa namaku." Hana mengerucutkan mulutnya. "Aku kan hanya mendoakan hal baik untuk nona. Lagi pula adipati Gara juga belum menikah, tidak ada
Hari ini Dalia diam-diam menyelinap keluar dari kediaman Perdana Menteri untuk menjual tusuk rambut emas pemberian Salsa sebelumnya. Tidak ada alasan untuk menyimpan tusuk rambut tersebut, dia butuh dana untuk memperbaiki kediamannya dan membeli beberapa kebutuhan lain yang tak dilengkapi kediaman. Kepalanya mengenakan topi tudung menjuntai untuk menutup wajahnya, seorang wanita bangsawan tidak diperkenankan untuk memunculkan wajahnya di khalayak rakyat. Sebelum keluar dia sempat meminta Odine untuk menjemur beberapa karung bunga telang agar dapat diolah menjadi teh untuk mengelabui perhatiannya. Dalia juga membeli beberapa bahan makanan, selimut baru, dan beberapa pasang baju. Terakhir kali ia menerima pakaian baru--entahlah, dia sendiri pun lupa. "Nona sepertinya belakangan ini Anda mulai menjauhi Odine, apa aku salah?" tanya Hana tiba-tiba. Dalia melirik sekilas. "Bagaimana denganmu?"Mendengus kasar, Hana meremas belanjaannya. "Bahkan sejak awal melihatnya aku sudah mengatak
Awas! Hati-hati membawa yang itu!" Seru Hana pada pelayan yang sibuk membawa bahan dapur, baju, dan perlengkapan baru pribadi Dalia lainnya. Dalia duduk tenang di halaman depan kediamannya, sementara Odine izin pergi mengurus sesuatu. Dalia yakin wanita itu sekarang tengah mengadu pada Salsa.Sempurna. Dia berhasil. Meskipun beberapa bahan dapur yang dikirim ada yang mendakati masa busuk, tetapi setidaknya jatah uang bulanannya turun dengan utuh. Dalia bisa meminta Hana membelinya secara pribadi nanti. "Nona, bagaimana Anda tahu cara membujuk perdana menteri?" tanya Hana semangat, tergambar jelas di wajahnya bahwa wanita itu senang. Dalia menggeleng pelan. "Aku hanya menyampaikan kebutuhanku." Lalu menyeruput tenang teh hangatnya. Setelah sebelumnya sempat bersitegang dengan keluarganya, kini Dalia dapat menikmati waktunya sendiri untuk menjadi tenang. Tetapi tidak tenang seutuhnya, masih terlalu dini untuknya merasa puas. Badai utama yang merenggut nyawanya belum muncul, Dalia
"Kak Dalia?"Suara jernih yang manis langsung menyapanya saat ia baru saja keluar dari ruangan perdana menteri. Jantung Dalia seolah berhenti berdetak, gejolak emosi diam-diam merambat ke puncak. Kedua tangan Dalia mengepal tanpa sadar, sorot matanya lebih dingin berkali-kali lipat. Salsa. "Sedang apa kakak di sini?" tanya Salsa dengan senyum manisnya. Dalia berusaha tetap tenang, bayangan rasa sakit antara hidup dan kematian kembali ia rasakan hanya dengan melihat wanita itu. "Menemui Ayah," jawab Dalia pendek. Kening Salsa terlipat, sorot matanya jelas sedang mencurigai sesuatu dan sekilas melirik Odine tajam. Hingga tak lama ia terlihat menghela napas gusar. "Astaga... Apa kakak diomeli Ayah lagi?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. Dalia ikut mengerutkan keningnya. "Apa?"Salsa tiba-tiba melangkah maju hendak melewatinya. "Aku akan bantu bicara dengan Ayah, Ayah pasti salah paham lagi." Dalia dengan cepat merentangkan tangan kirinya, memblokir langkah Dalia. Apa wanita