“Mas bisa ngajarin kamu lebih jauh. Gimana?” Di tengah keruwetan otaknya untuk menulis cerita dewasa, Poppy mendapat tawaran menarik dari Regan. Ini mungkin kesempatan emas, mengingat Regan katanya memiliki banyak pengalaman saat berkuliah di Amerika. Namun masalahnya, Regan ini adalah atasan sekaligus teman kakak laki-laki Poppy. Poppy bimbang, apakah harus menerima tawaran Regan atau mencari pengalamannya sendiri? Deadline semakin dekat, dan editor pun terus-menerus menerornya. Kalau Poppy menerima tawaran Regan... gak bakal terjadi apa-apa, kan?
Lihat lebih banyak“Kamu begitu basah....”
Aku menggigit bibir bawahku ketika mendengar suara seraknya. Entah itu pujian atau ejekan, aku tidak bisa membedakannya. Dia memang selalu menggunakan nada seperti itu ketika berbicara kepadaku... dan jangan lupakan senyum miring dengan kerlingan mata tajamnya.
Ruangan bernuansa merah dengan aroma musk yang kuat membuat tubuhku semakin panas. Temaramnya lampu membuat pria di atasku itu terlihat semakin menggoda. Tubuhnya yang berkeringat bergerak seperti binatang liar di atasku. Bibirnya yang tebal tersenyum penuh sensual, memberikan siluet tegas di garis rahangnya.
“Apa boleh aku menyentuhnya?” dia bertanya lagi, kali ini sambil membelaiku dari luar celana dalam. Sial! Kalau begitu, kenapa harus bertanya?
Aku ingin mengumpat, tapi desahan di ujung lidahku menghentikannya. “K-kamu... ugh!”
“Ssst...” Pria itu kembali merangkak ke atas, meskipun tangannya masih ada di bawah sana. Napasnya yang panas terasa menyentuh bibirku. “Aku sudah bilang, yang perlu kamu lakukan hanya menikmati saja.”
Kepalaku semakin kosong saat jarinya mulai memasukiku. Begitu perlahan, tapi menimbulkan sensasi yang luar biasa. Rasanya perih bercampur geli, hingga membuatku meringis. Sekali lagi, aku menahan suara-suara laknat itu agar tidak lolos dari mulutku.
“Keluarkan saja,” pintanya sambil bergerak perlahan. Aku pun menggelinjang ketika ia menemukan satu titik lembut di dalam tubuhku.
“...Pi...”
“Apa?”
“...ppy.”
“Poppy!” eh? Siapa Poppy? “Ih, serius banget, sih!”
Srug!
***
Senggolan di lengannya membuat wanita berambut sebahu itu menutup laptopnya. Seketika ruangan bernuansa merah itu berubah menjadi ruang guru Serenity Spring School—sebuah pre-school elit di ibu kota. Di sebelahnya, ada seorang wanita berambut ikal sedang mencondongkan tubuh ke arahnya.
“E-eh?! Kenapa, Lay?” Poppy Sofia bertanya dengan wajah kaku. Layla gak lihat apa yang aku tulis, kan?
Layla terlihat mengerutkan dahi dan menyipitkan matanya. Melihat itu, Poppy meneguk air liurnya yang terasa lebih pahit diam-diam. Walaupun ia sudah berteman cukup lama dengan Layla, tetap saja ini belum waktunya untuk memberitahu soal pekerjaan sampingan itu.
“Kamu ada ide gak kado yang pas buat laki-laki itu apa, ya?”
Poppy menghela napas ketika Layla menanyakan hal lain. Ia terlalu serius mengetik sampai tidak menyadari kalau Layla bertanya kepadanya sedari tadi. Sebenarnya, tidak masalah kalau tulisan yang Poppy ketik adalah laporan perkembangan anak murid, atau paling tidak cerita romansa biasa. Namun tentu saja, itu terlalu “tidak biasa” sampai Poppy harus menyembunyikan hal ini dari siapa pun.
Tidak ada yang menyangka kalau guru pre-school berambut sebahu itu memiliki pekerjaan sampingan yang lain. Ia adalah penulis novel online, spesialis dark-romance dengan bumbu adegan 18+. Awalnya, Poppy hanya coba-coba saja untuk menyalurkan hobinya. Dia suka membaca cerita dark-romance, jadi ingin mencoba untuk membuatnya satu. Namun ternyata, boom! Ceritanya meledak.
Kalau ada yang mengetahui siapa sosok di balik nama pena Maria Quinn adalah Poppy Sofia, maka hancurlah persona polos dan manis yang dibangunnya sebagai guru.
Poppy menggeser kursinya sambil perlahan menjauhkan laptop yang sudah ditutup itu dari Layla. “Buat suami kamu?”
Layla mengangguk. “Aku dulu selalu kasih kado kamera ke baji—maksudku, Raikhal, pas ulang tahun. Dia, kan, suka fotografi.”
“Dan Pak Aldimas sukanya apa?”
Ada kalanya Poppy iri dengan Layla yang sudah menikah. Bukan iri karena suami Layla adalah direktur MD Group, yang juga menanungi yayasan sekolah ini, melainkan karena Layla pasti punya banyak pengalaman dengan suaminya. Sedangkan Poppy, berpacaran saja baru satu kali waktu kelas 2 SMP.
Terlebih, kali ini Poppy sedang dilanda frustrasi karena deadline dari sang editor untuk sekuel ceritanya. Ia harus membuat seri baru, tentunya dengan adegan seks yang lebih menantang. Berkali-kali Poppy menyerahkan draft, editornya itu selalu bilang, “Kayaknya kurang deh, Kak.”, dan menyarankan Poppu untuk mengeksplor lebih jauh.
Gimana mau eksplor lebih jauh? Pengalaman aja aku gak punya!
Faktanya, Poppy masih perawan—belum pernah berhubungan seks dengan siapa pun.
“Aku mau kasih kejutan gitu,” suara Layla membuat Poppy kembali ke alam sadar. Oke, mari lupakan soal deadline itu sekarang.
“Hm....” Poppy melepaskan kacamata bulat yang selalu dipakainya ketika mengetik di laptop. Ia pun mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari. “Aku pernah, sih, kasih kado jam tangan ke kakak aku. Pernah juga dasi dan notebook sampul kulit gitu. Tapi pas dia tahu harga barang-barang itu, aku malah diomelin. Katanya, dia gak butuh apa-apa. Diucapin aja udah senang.”
Layla mendesah, menyandarkan punggungnya ke kursi. “Tapi, kan, tetap aja....”
Poppy menguap lebar sambil mengangguk-angguk. “Ya, kan... aku juga berpikir begitu.”
Ah... deadline tidak manusiawi itu sudah menyita waktu tidur Poppy selama beberapa hari. Ia dilanda insomnia. Setiap menutup mata, yang terbayang hanyalah ekspresi terangsang Flora—si tokoh utama cerita barunya—saat disentuh oleh Gerald—tokohnya yang lain. Belum lagi editornya yang pantang menyerah walaupun hujan badai menyerang, selalu mengingatkannya tentang deadline.
“Kak, udah belum, ya?”
“Kak, bagian ini kurang deh.”
“Kak, aku tunggu revisian bab selanjutnya ya.”
ARGH!
“Kamu capek banget kelihatannya, Pop. Kurang tidur?”
Poppy melirik Layla yang menatapnya penuh khawatir. Ia pun hanya mengangkat bahu, tidak menampik soal keadaannya yang kurang fit.
Drrt! Drrt!
+62 8217 6xxx is calling....
“Bentar, ya, ada telepon.” Poppy berbalik badan untuk mengambil ponselnya. Ada nomor yang tak dikenal memanggil.
Poppy adalah manusia introver yang jarang berkenalan dengan orang. Jadi, jarang sekali orang yang mengetahui nomor ponselnya selain keluarga, teman dekat, rekan kerja, dan... editornya. Dia tidak pernah berurusan dengan kartu kredit atau pinjaman online, karena sang kakak selalu melarangnya. Jadi, mungkin saja ini adalah nomor darurat dari salah satu kontak yang ia kenal.
Dengan pemikiran seperti itu, Poppy pun menjawab panggilan itu sambil berdiri dari kursinya. “Halo?”
Poppy sengaja keluar dari ruang guru itu sambil mendengarkan orang di seberang berbicara, “Apa benar ini Mbak Poppy? Keluarganya Pak Dante Januar?”
Poppy menatap pantulan dirinya dalam cermin. Gaun putih dengan model off shoulder dan ornamen renda yang simpel itu membungkus tubuh mungilnya dengan sempurna. Head piece berbentuk bunga cherry blossom berwarna putih sangat kontras dengan wajahnya yang dirias. Dalam genggamannya, terdapat sebuket mawar dengan perpaduan warna peach dan putih.Dia tidak menyangka, hanya dalam waktu dua bulan, keluarga Dashar bisa menyiapkan pernikahan sebesar ini untuk dirinya dan Regan. Kemampuan Mami dan Papi memang luar biasa.Mereka tidak takut mengeluarkan dana berlebih untuk pernikahan ini—ya walaupun pada akhirnya, Regan yang menanggung semua itu karena gengsinya terlalu besar. Justru, kendala terbesar pernikahan ini ada pada Dante.“Kenapa sih harus buru-buru?! Poppy kan gak hamil duluan!”Begitulah komentar Dante ketika tanggal pernikahan ditentukan. Poppy
Mata Poppy mengerjap. “Apa… setelah aku minta ajarin itu?”Regan tidak langsung menjawab. Namun, bukan karena ia terlihat ingin menghindar, justru tercetak senyum mencurigakan di wajahnya. Otak Poppy dipaksa bekerja dua kali lipat—lagi. Ia harus mempersiapkan diri untuk jawaban atau apa pun tingkah yang akan dilakukan pria ini.“Hm… aku mau jawab asal ada syaratnya,” jawab Regan.Tuh, kan, bener! Poppy berdecak dalam hati. Ia pun mendengus, tapi menyahut juga, “Apa?”“Aku mau berhenti dipanggil ‘Kakak’.”Alis Poppy berkerut. “Kok?”“Panggilan itu gak ada bedanya sama Dante. That’s annoying.”Poppy bisa merasakan “annoying” yang dimaksud Regan bukan hanya karena panggilan itu, tetapi karena sosok kakak kandungnya. Hubungan Regan dan Dante
“Kak Regan gak takut menikah?” Poppy mengulang pertanyaannya.Regan bisa merasakan kekhawatiran yang begitu besar dari pertanyaan Poppy. Maka dari itu, ia pun mengeratkkan pelukannya pada pinggang wanita itu. Regan menghirup dalam aroma rambut Poppy untuk semakin menenangkannya.“Nope,” jawab Regan. “Kalau sama kamu, aku gak takut.”Poppy tidak menjawab setelahnya. Padahal, Regan sudah menduga kalau setidaknya Poppy akan mendengus atau mencubit tangannya dengan wajah memerah. Wanita itu selalu melakukannya ketika sedang tersipu. Apa kali ini jawaban Regan mengecewakannya?Regan mengangkat sedikit kepalanya, berusaha melihat wajah Poppy. “Kenapa? Kamu takut?”Poppy bergumam pelan, “Sedikit.”Regan menghela napas, sedikit lega karena ternyata Poppy tidak sedang berpikir macam-macam. Ia kembali menyandarkan kepalanya di lekuk lehe
Tidak ada yang lebih mencurigakan dari Regan yang tiba-tiba menjadi penurut begitu. Berkali-kali Poppy memutar kepalanya ke arah Regan yang masih berdiri di depan pintu ketika mengambil sepasang piyama, pakaian dalam, dan krim malam. Pria itu memang hanya bersandar di sana dengan kedua tangan tersilang di depan dada, tapi tetap saja senyumannya membuat Poppy curiga. Ia pun sampai buru-buru masuk ke kamar tamu dan menguncinya dari dalam.“Padahal, semua udah pada tahu. Tapi, kenapa malah lebih deg-degan sekarang, ya?” gumam Poppy yang masih bersandar di pintu kamar tamu.Benar, Poppy memang tidak perlu takut lagi mereka ketahuan—toh, memang sudah ketahuan. Hanya saja, ia lebih takut karena sikap Regan semakin tak terprediksi. Pria itu memang jauh lebih manis sekarang dan semakin terang-terangan menunjukan afeksinya. Namun di satu sisi, Poppy semakin mewanti-wanti akan gebrakan di luar nalar Regan.Gak apa-a
Memang benar adanya pepatah darah lebih kental dari air zamzam sekalipun. Sudah berkali-kali Mami dan Papi berpihak pada Poppy dan menganaktirikan Regan sendiri, nyatanya tetap Regan yang menang.Poppy kira, Mami akan lebih setuju kepada Dante dan membuatnya menjaga jarak sedikit dengan Regan—Poppy tidak terlalu keberatan. Namun kebalikannya, Mami justru yang paling setuju saat Regan mengajukan ingin membiarkan Poppy “menginap” selama Dante di Singapura.Poppy pun hanya menghela napas pasrah ketika mobil Regan melewati gerbang kompleks perumahannya begitu saja. Hilang sudah rencana maraton nonton drama Korea sambil mencari inspirasi menulis. Sepanjang perjalanan, Poppy hanya terus membuang pandangan ke jendela dan memasang wajah masam.Regan sepertinya tahu kalau dirinya bersalah, tetapi enggan sekali meminta maaf. Pria itu malah terus mengeluarkan senyum kemenangan. Poppy bahkan juga mendengar dendangan kecil
Papi tidak langsung melanjutkan. Ia menatap Poppy cukup lama dalam diam, sampai akhirnya bertanya, “Kamu beneran mau sama Regan? Gak nyesal?”“Pi, please….” Regan langsung melayangkan protes.“Sst!” Papi menghentikan Regan. “Pendapat kamu gak dibutuhkan di sini!”Ketegangan Poppy meluruh seluruhnya. Benar, tidak ada gunanya terus merasa takut seperti itu. Setelah menarik napas panjang dan mengembuskannya, Poppy menarik sebuah senyuman. Senyuman penuh kelegaan dan rasa syukur karena selalu dikelilingi orang-orang baik ini.“Iya, Pi, Mi.” Poppy menatap Papi dan Mami bergantian, lalu menggenggam tangan Mami yang masih duduk di sebelahnya. “Poppy sayang—maksudnya cinta sama Kak Regan.”Ini bukan pernyataan cinta yang pertama kali Regan terima, tetapi ini pernyataan cinta paling mendebarkan selama hidupnya. Po
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen