Bab 7
Dina mendehem. "Aku tidak tahu siapa papanya Miracle, Mas."
Wahyu mencengkram buku tangannya erat-erat dan mencoba menahan emosinya.
Masa lalu Dina ternyata begitu kelam hingga ia tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Wahyu sangat kecewa saat Dina membawanya untuk bertemu dengan Miracle di sebuah panti asuhan! Wahyu benar-benar tidak habis pikir. Katanya Dina sangat menyayangi Miracle tapi kenapa dia tega membiarkan Miracle tinggal di sebuah panti asuhan!
Walau bagaimana Miracle adalah putrinya! Seharusnya ia membawanya pulang dan merawatnya dengan penuh kasih sayang tapi sampai detik ini setiap kali ia menyarankan hal itu Dina selalu menolaknya dan tidak pernah meminta hal itu.
Mungkin karena fokus Dina saat ini untuk meraih cita-citanya hingga ia rela menitipkan anaknya di panti asuhan, pikir Wahyu merasa sangat kecewa dengan kenyataan yang ada.
"Mas?" tegur Dina karena melihat mas Wahyu melamun.
"Kadang aku kasihan memikirkan masa depan Miracle, Mas tapi jangan khawatir aku sudah menabung untuk masa depan dan pendidikannya."
"Kita bisa merawat Miracle ..."
Dina menggeleng lagi. "Lebih baik Miracle tetap di sana sampai kedua orang tuanya mengambilnya."
"Orang tua? Tapi ...! Kau ...! Tentu saja ..., eh bagaimana maksudnya?"
"Suster memberitahuku kalau Miracle adalah anak dari sepasang muda mudi yang belum cukup umur tapi beberapa bulan sekali suster memberitahuku kalau mereka masih sering mengunjungi Miracle."
Wahyu tertegun lama mencoba mencerna kata-kata Dina. "Ja-jadi maksudmu ...!"
Dina menyadari kalau mas Wahyu benar-benar mengira Miracle adalah anak kandungnya! "Miracle adalah salah seorang anak asuhku, Mas dan bukan anak kandungku. Aku masih perawan hingga saat ini jadi bagaimana aku bisa mengandung Miracle?!"
Wahyu langsung tersadar dan menatap Dina dengan tatapan penuh sesal sekaligus penuh semangat. "Maaf, Mas mengira ..."
"Maaf baru mengatakannya sekarang. Aku mengira saat aku mengajak Mas ikut ke panti, Mas sudah bisa menebak hal ini! Lalu aku lupa menjelaskan lagi."
Wahyu mendehem. "Miracle anak asuhmu, dan bukan anak kandungmu," ulang Wahyu masih tidak bisa percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Tentu bukan! Aku selalu diingatkan mama dan papa agar selalu menjaga diri dan jangan terbawa pergaulan yang tidak baik oleh mama dan papa. Apa Mas pikir aku akan melakukan hal yang merugikan diriku sendiri? Sungguh terlalu, Mas sampai berpikir seperti itu!"
Wahyu tersenyum lega mendengar pengakuan Dian. "Gadis pintar!"
"Wajahmu sumringah sekali!" goda Dian seraya menyodorkan segelas coklat hangat untuk suaminya.
"Aku suka sekali coklat seduh buatanmu."
Kening Dina mengerut kemudian tertawa mendengar pujian yang tidak semestinya menjadi miliknya.
Wahyu ikut menertawakan komentarnya sendiri. "Mas jadi sedikit lebay, yah?"
Dina mengangguk dengan ekspresi polos sambil menyesap coklat hangat buatannya.
"Mas, apa Mas pernah menyesal menikahiku?"
"Kenapa kau tanyakan hal itu?"
"Aku melihat selain Lira masih banyak wanita yang memujamu tapi dengan kau menikahiku ..."
"Apa kau cemburu?"
Dina menggeleng. "Justru aku kasihan padamu, Mas," sahut Dina dengan jujur.
"Kasihan kenapa?"
"Seharusnya Mas bisa mendapatkan istri sungguhan dan bukannya ..."
"Mas sudah memilihmu, tentu Mas tidak akan menyesalinya." Wahyu menegaskan. Apakah sampai sekarang dia belum bisa membuat Dina jatuh cinta padanya? keluh Wahyu dalam hati.
"Tapi ..."
"Bagaimana denganmu?"
"Aku? Tentu aku beruntung bisa menikahi suami sepertimu, Mas."
"Kalau begitu tidak ada yang perlu dirisaukan."
"Tapi ..."
"Din," sela Wahyu dengan wajah penuh ketulusan.
"Yah?" sahut Dina dengan jantung berdebar kencang karena saat ini Wahyu meraih dan menggenggam tangannya dengan penuh kelembutan.
"Kita harus membiasakan diri mulai sekarang untuk tidur bersama di ranjang yang sama, bukan?"
Karena gugup Dina langsung menarik lepas tangannya dari genggaman Wahyu. "Rasanya jangan, Mas ..."
Hati Wahyu serasa diremas saat Dina menarik diri darinya. "Apa kau lelah?" tanya Wahyu di sela dehemannya.
"Sedikit. Kenapa Mas?"
"Kita jalan-jalan yuk," ajak Wahyu mencoba mengalihkan situasi yang kikuk.
"Mas, ..."
Wahyu langsung berbalik dan menarik pinggang Dina mendekat masuk dalam pelukannya!
"Mas paham semuanya terlalu cepat bagimu tapi Mas ingin kau mengenal diri Mas yang sesungguhnya mulai sekarang. Apa kau bersedia, Din?"
Jantung Dina berdebar kencang sambil mencoba menerka apa maksud perkataan mas Wahyu saat ini!
"Din," panggil Wahyu tidak berdaya menahan hasratnya yang tiba-tiba membara.
"Apa kau sudah pernah berciuman sebelumnya?"
Bab 46Sebuah panggilan telepon menghentikan percintaan mereka.“Mas harus mengangkatnya,” kata Dina dengan wajah memerah karena mas Wahyu tidak berhenti memanjakan tubuhnya.“Apakah harus?” erang Wahyu dengan wajah penuh keberatan. "Biarkan saja. Nanti juga berhenti sendiri. Ini sudah larut."“Mungkin saja panggilan itu penting,” sahut Dina mengingatkan sambil menjilati bibirnya yang kering karena menahan perasaan nikmat saat mas Wahyu menyentuhnya di bawah sana.“Kita berada dalam situasi yang lebih penting. Biarkan saja. Mas mohon berkonsentrasilah dan nikmati semua bonusmu ini.”Dina terkekeh dan membiarkan ma
Bab 45Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Tapi setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Ia membiarkan dirinya terhanyut dan tanpa sadar mengerang. Dina menyadari hal itu dan langsung menutupi bibirnya. “Maaf!”Wahyu terkekeh dan menenangkan Dina. “Itu adalah reaksi n
Bab 44Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Tanpa sadar ia mengerang.“Apa kau menyukainya Din?”Dina mengangguk seraya memejamkan mata. Ia tidak mau berhenti membalas ciuman mas Wahyu.
Bab 43 Dina bingung karena saat ini mas Wahyu tidak memanggilnya lagi. Secara perlahan ia berbalik dan kaget saat mendapati mas Wahyu yang tengah menatapnya dengan lekat. “Mas …” ucapnya lirih sambil menelan air liurnya dengan susah payah. Wahyu bergerak cepat dan tidak menahan diri lagi. Ia mencium bibir Dina dan menarik tubuhnya dengan cepat ke arahnya. Dina kaget dan langsung menahan mas Wahyu lalu mencoba mengelak. Wahyu tahu meski Dina menolaknya tapi Dina juga menginginkannya karena itu ia tidak membiarkan Dina untuk mundur kali ini. Ia menarik tubuh Dina mendekat padanya dan menciumnya lagi tapi kali ini secara perlahan dan membujuk Dina dengan lembut. “Tolong buang keraguan dalam diri Mas, Din. Mas takut kehilanganmu. Sangat takut,” ucap Wahyu dengan jujur. Dina terdiam seraya mengamati ekspresi mas Wahyu yang telah meluluhkan hatinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia juga sangat menginginkan mas Wahyu tapi ia takut mas Wahyu hanya menjadikan dirinya seb
Bab 42Dina berpikir keras. “Aku tidak bisa menjawabnya sekarang Mas.”Wahyu merasa kecewa mendengar jawaban Dina. Ia merasa kalau Dina telah jatuh cinta dengan pria lain. “Apa kau jatuh cinta pada pria lain, Din?”“Mas, apa yang kau katakan?!”“Jawab Mas, Din!”Dina terdiam saat mas Wahyu mengiba padanya. Ia menggeleng. “Tidak. Selama ini aku hanya fokus dengan karirku …”“Bagaimana dengan Steven Stenly!?” tanyanya dengan perasaan gugup. Ia yakin kalau Dina memiliki perasaan lain terhadap Steven.“Kalau dia …”“Tuh ‘kan!”“Apa?”Wahyu berbalik berniat meninggalkan Dina.“Mas, jawab aku.”“Apa kau menyukainya lebih dari Mas?”Wajah Dina memerah mendengar pertanyaan mas Wahyu. “Apa sih Mas?!”“Jawab saja, Din. Kalau kau memang menyukainya, Mas rela mundur.”Lah, lah, lah kok malah begini?! seru Dina merasa kaget melihat mas Wahyu yang meninggalkannya. Ia menyusul mas Wahyu dengan cepat. “Mas bukan begitu …”“Tapi apa?” tanya Wahyu dengan cepat.Dina tidak menyangka mas Wahyu berbalik d
Bab 41“Pembohong!”“Mas tidak berbohong! Dari awal Mas melihatmu, Mas merasakan hal yang berbeda karena itulah Mas ingin menikah denganmu!”“Hah!”Wahyu menahan Dina dan membujuk Dina untuk menatapnya. “Beri Mas waktu untuk membuktikan segalanya, Din.”Setelah melihat ekspresi wajah mas Wahyu, Dina pun luluh. “Baik, silahkan buktikan.”“Kau berjanji akan menunggu Mas ‘kan?”“Tapi kalau hal itu benar, bagaimana?”“Kalau benar dan kau tidak keberatan, kita akan mengadopsi bayi itu.”