Masuk"Di mana dia?" tanya Rafael melirik ke arah Farid.
"Sesuai permintaan Anda, saya sudah mengirimkan pesan kepada yang bersangkutan menggunakan nomor asing untuk memberitahukan hal ini," sahut Farid tersenyum tipis. "Bagus." Rafael menyeringai tajam. Saat ini Rafael dan asistennya berada di dalam mobil tepat di depan sebuah apartemen. Mereka berdua sedang melakukan pengintaian. Di tangan Rafael, terdapat sebuah tablet yang menampilkan video dua orang manusia yang sedang bergumul. "Apa kedatangannya masih lama?" tanya Rafael tak sabar. Farid melihat titik merah pada ponselnya. "Sebentar lagi." "Itu dia. Tepat sekali datangnya." Rafael tersenyum senang ketika melihat sebuah taksi berhenti. "Kita lihat bagaimana reaksi Adiva melihat perbuatan kakaknya." Rafael mengusap dagunya secara dramatis. Adiva baru saja turun dari taksi dan berjalan menuju ke apartemen. Rafael mengawasi adik iparnya itu. Ia ingin memastikan apa saja yang akan dilakukan oleh Adiva. Rafael memantau Adiva yang sedang bergerak masuk melewati lorong apartemen. Dia berhenti tepat di depan sebuah kamar. Terlihat wanita yang merupakan adik iparnya itu, menekan beberapa tombol untuk membuka pin pada pintu unit apartemen yang akan ia masuki. Melihat apa yang dilakukan oleh Adiva, Rafael menyimpulkan bahwa adik iparnya sering datang ke apartemen tersebut. Ketika sudah berada di dalam kamar, Rafael mengubah posisi arah video yang akan ia lihat. Adiva terlihat syok melihat sepasang manusia sedang berpacu panas di atas ranjang. Adiva bergerak maju dan mendorong kuat dua manusia yang bertelanjang bulat itu hingga lepas dari penyatuannya yang sedang dinikmati. Tampak Adiva sedang marah kepada kedua orang itu. Rafael memasang headset untuk mendengarkan suara yang ada di dalam kamar itu. Terdengar Adiva dengan suara bergetar menahan tangisnya meluapkan emosi dan kemarahan. "Biadab kalian!" umpat Adiva. "Kalian tega menyakiti aku." Davin mendekati Adiva mencoba membujuk wanita itu. Namun Adiva yang sudah terlanjur marah dan sakit hati, menepis tangan Davin dengan kasar. Dari tatapan mata Adiva, terlihat luka yang tidak bisa di sembunyikan. "Apa salahku sampai kamu berbuat serong dan selingkuh dengan kakakku?" tanya Adiva dengan airmata yang tidak berhenti mengalir. Dengan lidah kelu, Davin menjawab, "Adiva... Aku---" "Kita 6 bulan lagi menikah, Mas. Kenapa kamu malah bermain api dengan kakakku?" "Itu semua juga salahmu, Diva," jawab Davin dengan tatapan mata tajam. Adiva terlihat bingung. "Salahku? Apa salahku yang menyebabkan kamu berselingkuh dengan dia?" "Karena kamu yang sok suci. Aku selalu meminta sama kamu untuk melakukan hubungan. Tapi kamu selalu menolak. Jadi, jangan salahkan aku yang mencarinya kepada yang lain," ucap Davin dengan penuh percaya diri. Adiva tertawa miris. "Alasan konyol itu yang kamu gunakan untuk berselingkuh? Dan lebih hebatnya lagi, kakakku yang sudah jadi selingkuhan mu. Yang juga istri dari sahabat baikmu." Rafael tersenyum puas dengan hasil yang ia dapatkan hari ini. Seperti yang ia ekspektasi kan, pasangan selingkuh itu dipergoki oleh adik iparnya. Adiva masih tetap mengungkapkan semua kemarahannya sekaligus mengungkapkan semua kekecewaannya dari hati yang paling dalam. Hingga pada akhirnya, Pamela turun dari ranjang sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Wanita itu berjalan mendekati adiknya dan melayangkan jari telunjuk ke bagian wajah Adiva. Adiva mengucapkan kata-kata terakhir dan memilih pergi dari sana. Dengan hati yang terasa begitu sakit wanita itu keluar dan menangis di sebuah bangku yang ada di sana. Rafael dan Farid menatap prihatin wanita muda itu. "Apa yang harus kita lakukan, Tuan?" Farid meminta pendapat Rafael. Rafael terlihat menelan nafas. Sejujurnya Ia juga merasa kasihan kepada adik iparnya. Asisten Rafael berniat membuka pintu dan turun dari mobil. Namun Rafael menghentikannya. "Tunggu! Biar saya saja." Rafael segera turun dari mobil dan berjalan cepat mendekati adik iparnya. "Adiva!" Adiva yang masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan terkejut dan mendongak. "Mas... Mas Rafael?" "Kamu kenapa?" Rafael mengernyitkan kening menatap wajah Adiva. Dia sedang berpikir bagaimana caranya bersandiwara dan terkejut melihat ekspresi wajah yang memprihatinkan itu. Pria itu kemudian berjongkok di depan adik iparnya. "Hei Adiva! Kenapa menangis? Siapa yang membuat kamu menangis sampai seperti ini?" Adiva mengusap air matanya pelan dan menggeleng lemah. "Aku nggak apa-apa, Mas." "Kalau kamu nggak kenapa-napa, bagaimana bisa menangis? Ada masalah apa?" desak Rafael. Adiva terlihat menatap wajah Rafael dengan seksama. Setelah kejadian yang dilihat tadi, tentunya Adiva tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tangga kakaknya. Dan nampak jelas ekspresi bersalah Adiva kepada Rafael dari sorot mata penuh luka itu. Rafael ingin tahu, apakah Adiva mau menjawab jujur atau tidak. "Anggap saja aku ini selayaknya adalah kakak kandungmu juga. Tidak usah sungkan ingin menyampaikan sesuatu. Ada masalah apa?" Adiva menghela nafas pelan dan menjawab, "Mas Davin selingkuh." "Selingkuh?" Rafael berpura-pura terkejut meskipun ia tahu. "Iya." "Dengan wanita mana?" Rafael berdiri dan berniat untuk masuk ke apartemen milik Davin. "Biar aku masuk dan lihat siapa selingkuhan dia. Akan aku hajar dia." Adiva yang panik ikut berdiri dan menahan tangan Rafael untuk tidak pergi. "Nggak usah, Mas." "Kenapa? Dia itu sudah menyakiti kamu. Dia harus mendapatkan pelajaran. Tidak bisa seenaknya seperti ini." Adiva terlihat menempelkan senyum tak mengerti. "Tidak perlu masuk. Biarkan saja. Saya sudah putus dengan Mas Davin." Beritahu Adiva. Rafael mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam apartemen. "Dia yang memutuskan kamu, atau kamu yang meminta putus?" "Saya yang meminta untuk mengakhiri semuanya," jawab Adiva diiringi senyuman tulus. "Kenapa? bukankah itu menunjukkan bahwa kamu kalah di depan wanita itu? Wanita yang merupakan selingkuhan Davin." "Lebih baik saya tidak mempertahankan hubungan saya. Karena ternyata selama ini, saya hanya tempat pelarian. Saya hanya merasakan cinta sepihak. Jadi percuma saja bertahan untuk memperjuangkan dia." Apa yang dikatakan oleh Adiva ada benarnya juga. Jikalau orang yang kita cintai tidak mau memperjuangkan Cinta Kita, untuk apa tetap dilanjutkan? Lebih baik semuanya berakhir. Dan Adiva mengambil keputusan yang sangat tepat. "Kamu beruntung bisa lepas darinya yang belum terlalu jauh menyakiti kamu. Dengan kondisi kalian yang masih bertunangan, sangat memudahkan kalian untuk berpisah tanpa syarat dan rasa keberatan. Karena kalau berpisah nanti jika sudah menikah, dia akan dengan mudah mempermainkan kamu," timpal Rafael. "Iya, Mas." Rafael menasehati adik iparnya agar jangan terlalu sedih dan terpuruk cukup dalam karena putus cinta. Rafael juga mengatakan bahwa Adiva itu sangat berharga. Jadi Adiva tidak boleh membiarkan diri dan jiwanya disakiti oleh orang lain. "Sudah. Jangan kamu tangisi. Katanya kamu sudah menyerahkan dia kepada wanita masa lalunya. Jangan terus-terusan meneteskan air matamu untuk bajingan itu. Davin tidak pantas mendapatkan ketulusan kamu." Rafael terlihat kesal karena Adiva terus menitikan air matanya. "Jika seandainya... Mas Rafael, mengetahui pasangan yang cintai berselingkuh dan menghianati apa yang akan Mas lakukan?" Rafael tersenyum mendengar pertanyaan yang dilemparkan Adiva padanya. Ia sama tahu bahwa Adiva ingin menguji dirinya. Dengan rahasia yang ia sembunyikan, pasti Adiva masih ragu untuk mengatakannya kepada Rafael. Dan ternyata jawabannya karena Adiva ingin tahu bagaimana pendapat Rafael tentang perselingkuhan. "Tentu saja aku akan menghancurkan hidupnya," jawab Rafael berhasil membuat Adiva merasa syok. Rafael menambahkan, "Jika misalkan kakakmu itu berselingkuh dariku, aku bukan hanya akan menceraikan dia pada akhirnya. Aku juga ingin membuat dia hancur berkeping-keping hingga tak mampu lagi mencari cara untuk bangkit." Adiva meneguk ludahnya dengan kasar. Ia seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Rafael barusan. Ada suatu khawatiran dan ketakutan di sana apa. Dan Rafael, dapat menangkap itu. "Kenapa kamu menanyakan itu? apakah kamu tahu sesuatu ...?""Menginap lah di rumah. Keira tidak ada yang menemani," kata Rafael kepada Adiva.Rafael membawa adik iparnya menginap di rumahnya untuk sementara. Ia tahu saat ini Adiva sedang terpuruk dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dan ingin menenangkan diri. Adiva tak mau pulang ke rumah. Karena ia tak bisa menyembunyikan kesedihan dihadapan orang tuanya. Jika ia mengatakan bahwa Davin berselingkuh, yang ada dirinya yang disalahkan. Oleh karena perkataan yang disampaikan oleh adik iparnya itu, ia menginginkan Adiva untuk tinggal di rumahnya sementara dan pulang esok pagi. Dengan adanya Keira, bisa sedikit menghibur hati wanita itu. Sebab Adiva sangat dekat dengan Keira."Apa tidak masalah, Mas?" tanya Adiva menatap Rafael dengan keraguan.Rafael melirik sedikit. "Jangan sungkan. Kita keluarga."Rafael mengetahui bahwa Adiva merasa tak enak hati bila menginap di rumahnya. Mungkin, ia menjaga perasaan kakaknya. Wanita itu masih memikirkan perasaan orang lain di saat perasaannya sedang
"Di mana dia?" tanya Rafael melirik ke arah Farid."Sesuai permintaan Anda, saya sudah mengirimkan pesan kepada yang bersangkutan menggunakan nomor asing untuk memberitahukan hal ini," sahut Farid tersenyum tipis."Bagus." Rafael menyeringai tajam.Saat ini Rafael dan asistennya berada di dalam mobil tepat di depan sebuah apartemen. Mereka berdua sedang melakukan pengintaian. Di tangan Rafael, terdapat sebuah tablet yang menampilkan video dua orang manusia yang sedang bergumul."Apa kedatangannya masih lama?" tanya Rafael tak sabar.Farid melihat titik merah pada ponselnya. "Sebentar lagi.""Itu dia. Tepat sekali datangnya." Rafael tersenyum senang ketika melihat sebuah taksi berhenti."Kita lihat bagaimana reaksi Adiva melihat perbuatan kakaknya." Rafael mengusap dagunya secara dramatis.Adiva baru saja turun dari taksi dan berjalan menuju ke apartemen. Rafael mengawasi adik iparnya itu. Ia ingin memastikan apa saja yang akan dilakukan oleh Adiva. Rafael memantau Adiva yang sedang
"Ini, Tuan ... Nyonya selama ini berhubungan dengan pria ini." Beri tahu Farid.Rafael membuka dokumen yang diberikan oleh asisten kepadanya. Tadi malam, ia meminta Farid untuk mencari tahu tentang apa yang selama ini dilakukan oleh istrinya. Dan juga siapa pria yang menjadi simpanan sang istri. "Pria yang memiliki hubungan dengan Nyonya, adalah sahabat Anda." "A-apa?!"Rafael terkejut bukan main mendengar fakta yang telah terpampang di depan matanya. Dua orang yang sangat ia sayangi dan ia percaya, ternyata tega menghianati dan menusuknya dari belakang. Pamela dan Davin, menjalin hubungan terlarang. Rasanya seperti mimpi dalam kondisi seperti ini. "Selain sahabat baik Anda, bukankah pria ini pacar Nona Adiva, Tuan?" tanya Farid memastikan."Benar. Dia adalah pacar adik ipar ku." Rafael tahu bahwa adik iparnya itu sangat mencintai Davin,sahabatnya. Jika Adiva tahu, sudah pasti sangat kecewa dan juga marah. Kecewa kepada orang yang ia sayangi, dan juga orang yang tumbuh besar bersa
Mela melebarkan matanya ketika melihat sebuah kissmark berada di lehernya. Ia tak menyadari hal itu. Wanita itu kemudian menutup leher yang terdapat bercak merah keunguan dengan tangan lentiknya."Jawab ! kamu tidur dengan siapa?" geram Rafael menatap tajam istrinya.Pamela meneguk ludahnya dengan kasar melihat tatapan tajam dari suaminya. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain dan menghembuskan nafas kasar. Kemudian wanita itu menjawab, "Iya. Memang aku tidur dengan seseorang."Wajah Rafael terlihat shock mendengar pengakuan sang istri. Kedua tangan pria itu terkepal di sisi tubuhnya. Matanya menatap tajam wajah sang istri yang terlihat gugup ketakutan."A-aku aku cuma tidur berpelukan. Tidak sampai melakukan hubungan yang jauh," tambah Pamela.Rafael mengetatkan rahang, kemudian menyeringai tajam. "Tidak melakukan hubungan sampai jauh? Omong kosong macam apa itu?" "Hari ini Keira ada jadwal untuk imunisasi. Aku bahkan sampai undur rapat selama dua jam hanya demi menemani Keira, dan
"Kamu mau pergi lagi? Sudah 3 hari tidak pulang ke rumah, dan sekarang baru beberapa menit berada di rumah sudah mau pergi lagi?" Rafael terlihat marah melihat istrinya bersiap-siap akan pergi lagi. Padahal baru satu jam yang lalu wanita itu pulang.Pamela yang sedang menggunakan anting di telinga, menghela nafas. "Mas... aku kan pergi juga kerja, Mas.""Kamu tidak ingat tugasmu sebagai istri dan juga Ibu?" tanya Rafael dengan tajam.Ini bukan pertama kalinya Rafael menegur sang istri yang pergi sesuka hati. Padahal, ada buah hati mereka yang masih berusia 11 bulan dan membutuhkan kehadiran serta asuhan Pamela. Tetapi Pamela memilih bersikap abai terhadap putrinya dan memilih untuk bekerja di luar."Ya 'kan, ada babysitter yang menangani Keira. Tugasnya dia apa kalau nggak menjaga dan mengasuh Keira? Kalau aku dirumah, yang ada malah makan gaji buta itu babysitter yang kamu ambil dari yayasan." Pamela menatap sinis kepada suaminya.Pamela memang terlihat masa bodoh dengan Keira. Rafae







