Sudah seperti yang dibayangkan tadi, bahwa ternyata benar, perusahaan tersebut memanglah milik Daffa, suaminya. Nama Ardiansyah Group sudah melekat di pikiran Nilam. Air matanya mulai menenggelamkan bola mata nya, menyatu membentuk butiran air mata dan terjatuh bebas melewati pelupuk mata dan membasahi pipi.Entah kenapa dia harus menangis, bukankah dia sudah bahagia bersama Willy? Lalu Daffa? Bagaimana dengan pria itu? Surat perceraian itu sudah selesai dan mereka sudah sah bercerai?Dalam hati sudah mulai bergejolak, akankah ia siap saat berhadapan dengan pria itu di tempat tertutup nanti? Rasanya belum melihat wajahnya saja hatinya sudah hancur.‘Oh Tuhan, apa ini suatu pertanda jika hamba harus segera mengakhiri drama ini? Tapi hamba tidak akan kuat jika nantinya akan dihadapkan pada pria yang tidak bertanggung jawab seperti Mas Daffa.’ Nilam menyeka air matanya tak ingin ada siapapun yang melihat dia seperti ini. Ia mulai mengatur nafasnya kembali. Bukan waktunya sekarang untuk
Nialm dengan angkuhnya berjalan tanpa memperdulikan pria itu-yang sedang memperhatikannya.“Silahkan Ibu Nilam dan Pak Willy!” Seorang pebisnis sok baik dan ramah mempersilahkan mereka duduk.Nilam tidak segera menjawab, hanya mengangguk pelan. Wanita itu dengan sengaja memilih kursi yang berdekatan langsung dengan Daffa.Sudah sangat agresif sekali dia langsung berjabat tangan dengan Nilam. Wanita itu tersenyum sinis, dia memang mengangkat tangannya, namun tidak untuk membalas jabatan tangan Daffa. Ia menepis tangan pria itu hingga jatuh dan terasa sangat dipermalukan sekali.Daffa terbelalak, tidak disadarinya perempuan itu bisa menolak uluran tangannya. Shireen berbicara dengan lengus, “Sudah aku bilang jaga kesopananmu! Jadi pria jangan suka tebar pesona, Mas!” ucapnya sembari melihat Luna dengan sinis.“Aku tidak tebar pesona! Aku hanya ingin berkenalan dengan beliau, perusahaan beliau sudah berkembang pesat atas kepemimpinannya, kamu jangan cemberut gitu ya, Sayang!” balas Daffa
Daffa berjalan dengan langkah kaki panjang mendahului Shireen. Dengan wajah pucat, karena baru pertama kali ia dipermalukan oleh pebisnis penting di acara yang teramat berharga bagi kelangsungan perusahaannya.Shireen mengikuti Daffa yang berjalan lebih jauh darinya. “Sayang! Tunggu! Jangan berjalan cepat seperti itu, aku tidak bisa mengiringimu!” teriak Shireen, membuat seluruh orang yang bekerja disana memperhatikannya.Daffa berhenti dan memperhatikan Shireen. “Bisa diam tidak kamu Shireen! Seharusnya aku tidak menerimamu sebagai sekretarisku! Kau hanya pembawa masalah! Lihatlah Apa yang kau lakukan di meja meeting tadi, kau membuatku malu bahkan kau menjatuhkan perusahaan yang sudah ku besarkan itu!" Shireen sangat menyesal karena dia tidak bisa sabar untuk menjaga ucapannya, seharusnya dia bisa lebih profesional pada semua klien bisnis di sana.Sebagai dampaknya perusahaan Daffa Ardiansyah Grup sudah di blacklist sepihak oleh pihak penyelenggara. “Maafkan aku Daffa, aku benar-be
Daffa berada di dalam kamar seorang diri, ia hanya ingin sekedar menghindar dari Shireen beberapa saat. Membuka pintu dengan cepat, dan membantingnya dengan keras.Gegas ia berjalan menuju ranjang miliknya, dan duduk di tepi, ia terdiam beberapa saat, melintas wajah Nilam dalam pikirannya."Shit!"Pikirannya tertuju pada wajah cantik Nilam saja. “Astaga, pikiranku sangat kacau, kenapa wanita itu sangat menggoda? Ah, bahkan tubuhnya lebih berisi daripada Shireen."Daffa yang semula duduk di tepi ranjang, menjatuhkan tubuhnya disana, membayangkan ia bisa bermain setiap malam bersamanya. "Akhir-akhir ini aku seperti orang tidak waras!"Sungguh pria yang mudah terperdaya pada wanita yang menonjolkan tubuhnya. “Haish, kapan aku bisa melakukannya dengan wanita itu? sementara William pasti mendampinginya selalu. Aku sudah tergila-gila pada pandangan pertama!”Senyuman nakal sudah terukir dari bilik bibirnya yang membuat wanita selalu terpikat padanya.“Tidak masalah kamu istri Willy, pemilik
Bug?"Kalau jalan pake mata dong!" Terdengar suara seorang wanita mengumpat kesal. "Saya minta maaf Nyonya, saya tidak sengaja!" Wanita yang masih membawa nampan ditangannya itu menunduk, ketakutan.Nilam dan Willy segera menoleh. Keduanya terbelalak karena ternyata suara itu adalah suara Shireen bersama seorang pria namun bukan Daffa.Seketika darah Nilam mendidih dibuatnya. Kenapa secara kebetulan wanita iblis itu berada di restoran yang sama.Shireen tidak memperhatikan jika disana ada William dan Nilam."Mas!" Panggil Nilam, dan Willy mengerti. Mungkin istrinya tidak ingin melihat Shireen, karena kejadian waktu itu, seakan membuat Luna bad mood.Suaranya yang keras dan lantang kembali terdengar oleh mereka."Aku akan meminta ganti rugi! Jika tidak kau beri, aku akan suruh manager restoran ini memecat-mu! Kamu tahu, ini baju mahal! Belinya pun di Paris! Gajimu sebulan tidak akan cukup untuk membelinya!" bentak Shireen dengan menunjuk-nunjuk pramusaji tersebut."Ampun Nyonya, janga
Banyak yang berseru pada pasangan yang baru melewati mereka. Nilam menenggelamkan wajahnya didada William karena malu."Bisa diam kamu!" teriak Willy tidak suka."Maaf maaf!" Mereka menunduk dan melanjutkan makan mereka.Dalam hati Nilam bergelut tidak menentu. 'Aku suka ketegasannya, tapi kenapa selalu berbeda jika denganku? Dia lebih romantis dan aku,-' Nilam tidak melanjutkan gumamnya, dan lebih memilih memejamkan mata.*****Sementara dikediaman Daffa Ardiansyah...Pria itu duduk di teras rumah dengan menyulut batang rokok. Membuat bentuk bulatan asap yang ditiupkan keatas hingga membumbung tinggi. Ia lakukan berulang kali. Dengan menyeruput kopi panas kegemarannya. Menyilangkan kaki, menunggu Shireen pulang.Beberapa menit kemudian yang ditunggu datang juga, wanita itu terlihat bahagia dengan mengombang ambingkan tasnya berwarna hitam.Ia tidak mengetahui jika Daffa menunggunya di luar rumah. Saat kakinya melangkahkan kaki menaiki tiga tangga kecil di depan rumah, pria itu berkat
"Selamat pagi Pak Willy, selamat pagi Ibu Nilam ..." Seperti biasanya para pekerja kantor memberi sapaan pada kedua direktur yang baru memasuki koridor kantor tersebut.Sudah menjadi kebiasaan perusahaan mereka harus berbaris dulu untuk memberi ucapan selamat pagi pada atasan mereka.Hari ini William mengenakan setelan jas berwarna hitam, dengan kemeja putih, selaras dengan sepatu yang ia kenakan.Sedangkan Nilam seperti biasanya, selalu tampil cantik dengan semua pakaian yang dikenakannya. Memakai jas pendek coklat bergaris, mengenakan kacamata diatas kepala.Bagi pria yang memandangnya pasti akan terlena di buai-nya. Tubuhnya yang penuh, padat dan berisi. Membuatnya seakan ikut bergoyang di saat ia melangkahkan kaki.Setelah kedua direktur itu tidak terlihat lagi dari pandangan mata, barulah para bawahan berani berbisik satu sama lain untuk memuji mereka.William dan Nilam masuk ke ruangan masing-masing dan bersiap melakukan pekerjaannya.Tok tok tok!"Silahkan masuk!" teriak Willia
Nilam tersenyum, menciumi semerbak harumnya bunga mawar dan meletakkan buket itu diatas meja kerjanya, tanpa sadar jarinya tertusuk duri.Ia sedikit menahan sakit, duri itu merobek kulit jarinya. Tetesan darah segar jatuh kelantai. "Aduh! Kamu cantik, tapi kau menyakitiku!"Segera ia mengambil obat dan menutupnya dengan plester. Ia suka bunga mawar, tapi selalu tertusuk oleh durinya.Tok tok tok!"Ya ... Silahkan masuk!"Sekretaris Nilam kembali membawa buket bunga mawar berwarna putih. Ia makin bingung."Maaf, Bu Nilam. Ada buket dari penggemar Ibu. Kurir tidak menyebutkan siapa pengirimnya. Silahkan!" Gabriella menyerahkan bunga kedua pada Nilam. Setelah berbicara beberapa hal tentang pekerjaan, ia segera keluar. "Ada-ada saja, Mas Willy ini. Gak nemuin aku, malah ngirim bunga banyak banget." Nilam tersenyum menggelengkan kepala.Ia letakkan bunga ditempat berbeda, kebetulan disana ada pot bunga berbahan keramik.Beberapa jam kemudian buket bunga ketiga yang ukurannya lebih besar k