Share

Drama anak, emak, dan bapak

"Mama ..."

"NU, cucu mama lucu-lucu ya. boleh mama gendong gak?"

"Gendong aja ma, masa mau gendong cucu sendiri harus ijin," sahut lili dari tempat tidur 

"Eh, itu, om Marvel kenapa ya dari tadi diem aja." Hatiku bergumam kecil disana

 "T–terus dia sekarang keluar ruangan sama mama Rena. Apa dia marah sama gue karena udah jadi kakek di usia yang katanya masih muda?" Hatikku terus bergumam

Entahlah, kacau sudah pikiranku. Satu sisi, aku sangat amat senang melihat lili sudah melahirkan putra-putri ku. Tapi, satu sisi lain aku bertanya-tanya apa benar om Marvel marah padaku? Apa aku akan dipecat jadi seorang mantu? Ah, rasanya berat memikirkan. Tapi jika aku dipecat dan on the way jadi duda. aku tinggal install aplikasi toktok, aku joget-joget dan pasang caption kalo aku DUDA MUDA. Anak muda jaman sekarang kan suka sugar Daddy. Body ku spek sugar daddy, muka sebelas duabelas sama pangeran inggris, profesiku dokter. Siapa yang tidak mau denganku?. Satu yang membuatku menolak menjadi duda, aku sangat mencintai istri mungilku ini.

"Uluh uluh kasep Jeung geulis euy cucu-cucunya nini," ucap ibuku. Nah, keluar 'kan sundanya . Biasanya diam seribu alasan—eh, maksudku seribu bahasa. Sekalinya ngomong, logat dan bahasa sunda yang keluar. Oh, ya, di tempat asalku, panggilan untuk nene itu adalah nini. 

"Hello cucu Nene yang lucu, siapa nama nya sayang," lanjutnya. Ibuku se-akan tidak mau melepaskan anak-anakku. Seperti sedang mendapat berlian seratus karat saja. Gantian, sudah gendong putriku sekarang menggendong putraku

"Belum ada nama nya ma," timpalku. Menjawab perkataan ibu

"Oalah, ih mama teh gemes pisan sama mereka. Suka pengen ngekepin tiap detik ... makasih ya udah ngasih mama dua cucu sekaligus, makasih banget, ga nyangka."

Ibuku kali ini seperti sedang bermain sinetron saja. Meletakkan kedua bayiku di samping lili lalu mengecup kedua pipi lili dengan lembut. Seperti anaknya sendiri. Rasa-rasanya dulu mama tidak pernah mencium pipi lili maupun aku, katanya 'kalian udah gede, bukan anak-anak'.

"Sama-sama ma."

Lili tersenyum. Udah melahirkan, auranya semakin terpancar. Cantik sekali. Apa semua perempuan jika sudah melahirkan seperti ini?.

Dia musuh dan cintanya aku. Bukannya mau peres, ini fakta. Ini yang aku liat dari mataku sendiri

Setelah puas menimang-nimang cucunya, ibuku pamit pulang. Sepertinya ia merasa sedikit tidak enak ke mama dan om Marvel yang dari tadi belum juga menyentuh si kembar.

Tidak berapa lama, ibuku keluar ruangan. Om Marvel datang. Aku pikir om Marvel marah padaku tapi ternyata aku salah, dia masuk keruangan lili dan berucap 'call me papa'.  Setelah perjuangan panjang, akhirnya om Marvel mengijinkanku untuk memanggil PAPA, artinya dia sudah mengaku tua.

"Em, iya pa. Akhirnya papa sadar juga kalo papa udah tua," ledekku ke papa mertua gahol satu ini sembari ketawa-ketiwi tidak jelas.

***

Dirumah ....

00.30

Oekkkkkk oekk oekkkkkk

"Li bangun, si kembar nangis." Ucapku. Sembari mengguncangkan badannya pelan

"Biarin aja Nu, mungkin mereka lagi nyanyi. latian paduan suara, bentar lagi juga selesai. ngantuk aku"

WHAT THE, paduan suara? Ini anak-anakmu menangis li, bukannya  kamu tenangin malah didiemin. Pake acara bilang lagi paduan suara, emang udah ketauan ya anak-anakku ada bakat menyanyi?. Aku kembali mencoba menepuk paha, pantat dan pipi lili, ia malah berbalik kebelakang. Sifat kebo istriku semoga tidak menular ke anak-anakku yang imut ini dimasa depan.

"Sayang, ini anak kita laper. Bukan lagi paduan suara." Ucapku. Mencoba meyakinkan lili bahwa anaknya sedang tidak melakukan paduan suara.

"Sotoy banget ,sih, kata siapa? Kayak udah berpengalaman punya anak aja."

Ajaib! Istriku berbicara seperti itu. Coba kamu tanya aja ke tetangga atau penduduk satu Indonesia yang jumlahnya tidak terhingga. Masa anak baru brojol udah bisa nyanyi seriosa?. Mereka lapar, jika seperti ini serasa aku yang menjadi ibu.

Akhirnya lili mengambil posisi duduk, dengan mata terpejam dan rambut yang jauh dari kata rapih. Tidak lupa daster kedodoran yang dipake istriku, berantakan.

"Huaaammm" lili menguap, buka mulut seperti terowongan belanda. Atau seperti yang sedang membaca.

"Li, buru atuh dede nya udah nangis kejer"

Aku beranjak dari kasur tempat tidurku, berjalan ke arah tempat tidur bayi yang terletak tidak jauh dari tempat tidurku. Memindahkan mereka berdua dari tempat tidurnya ke tempat tidurku.

"Yaudah sini lili susu-in, mau nyusu yang mana dulu?"

"Itu Dede bayi aja dulu, aku mau belakangan." Ucapku sambil cengengesan di depan istri yang dihadiahi cubitan kasih sayang

"Buruan yang mana?"

"Itu si dede." Tunjukku ke arah bayi laki-laki

"Cepet kasih nama, makanya. Biar ga pusing."

Lili langsung mengambil si laki dari tempat tidur, kemudian menimang nya. Sekilas, aku dan lili melihat sicewe yang sudah mengisap  jari kecilnya itu. Tidak tega melihatnya. Coba saja aku punya TT, udah papa susu-in kamu, Nak.

"De, sabar ya sayang. Mama susu-in ade kamu dulu. Nanti kalo kamu ga kedapetan jatah susu, jangan salah-in mama ya de"

"Ko gitu"

"Soalnya tadi malem papa kamu udah nyusu duluan, nih salah-in papa kamu yang Maruk"

Ya ampun Li, gausah di ungkit atau di omongin depan anak-anak aku dong. Masalah semalem biar aku, kamu, yang di atas, dan para pembaca. Anak-anak jangan samper tau, bahaya.

"Sayang jangan gitu atuh, ga enak sama pembaca. Nanti mereka mikirnya yang enak enak lagi"

"Emang gitu Nu, fakta!"

Lili membuka kancing daster lalu menyusui si laku, aku heran sama satu bocah ini. Nyusunya tidak ingat sodara, nyusu udah setengah jam tapi mulut masih aja ngisep susu lili. Masih kecil udah belajar mengekploitasi susu lili. Turunan siapa ini?

"De sabar ya, bentar lagi minum susu, uluh uluh anak papa yang ini kalem banget, nanti kalo gede jadi dokter ya.. biar bisa ketemu yang cakep cakep"

Si laki tetep aja nyusu. Tidak tega ke anak gue yang satu, tetap setia mengisap-isap jari mungilnya. Aku menggendong si cewe dari tempat tidur, menimang-nimang di dekat jendela sembari menunggu si laki selesai menyusu.

"Li itu si laki udah belum nyusunya." Teriakku didekat jendela

"Belum Nu. Dia masih ngemut, kenceng lagi."

Buset-buset, si laki masih saja menyusu dan ga bener. Masih santuy aja menikmati vitamin wenak dari susu lili, tidak mengingat saudaranya sama sekali.

"De, liat deh ada alien naek UFO bertebaran." Tunjukku ke arah langit, berniat mengajak anakku bercanda ria, meski ku tahu anak seumurnya belum mengerti apa apa

"Ufo eyang mu?! Udah tau anak-nya belum bisa ngeliat ke langit, katanya dokter tapi suka ga bener, dulu kamu beneran lulus atau nyogok, sih?"

Ampun li ampun, aku kan hanya berniat speak-speak little gitu, biar kayak film film. Si bapak nunjukin anaknya  bintang yang indah. Agar novel ini ada adegan sweetnya itu lho. Aku menepuk jidat dengan geram

Aku datang ke tempat tidur untuk mengoper si bayi (seperti bola saja di oper-oper) ke lili untuk di susui karna si laki udah bokep (bobo cakep) sekarang. Lili menaruh si anak laki di tengah tempat tidur, supaya tidak ribet naik turun kasur. Mereka, kan hobi banget nangis kejer.

"De, ko kamu nyusunya ga banyak sih. Ga suka ya sama susu mama. Kurang gede ya atau kamu marah sama mama? Heem?" Cerocos lili. Lili menyusu si cewe di sebelah kanan, soalnya susu sebelah kiri menipis gara-gara di abisin sama si laki. 

"Bukan ga suka sama mama, cuma mama kelamaan nyusu-in si laki. Keburu kadaluwarsa susu nya" ucapku pada lili sembari menirukan suara anak kecil seolah-olah itu suara si cewe yang ngomong

"Tapi aku ngerasa aneh aja Nu, dia kalo nyusu dikit amat ya." 

Hmm iya juga ya. Apa dia tidak doyan susu?. Wah bahaya, padahal susu itu baik untuk kesehatan dan banyak mengandung vitamin W (wenakk)

"Yaudah kalo scewe ga mau nyusu, biar papa nya aja deh yang nyusu" candaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status