MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN

MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN

last updateLast Updated : 2025-05-22
By:  Narra AzahraOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
77Chapters
12.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Zaina, seorang gadis yang baru saja kehilangan tantenya, dipaksa masuk pesantren untuk bekerja sebagai mbak dapur demi melindungi diri dari ancaman suami tantenya. Zaina terpaksa menikah dengan anak pertama kyai, karena kesalahpahaman. Mereka berdua harus saling beradaptasi, menghadapi gosip, dan mencari jalan menuju kebahagiaan meski penuh konflik.

View More

Chapter 1

Bab 1: Kehilangan

Zaina Qiana Farahah, seorang gadis berusia 23 tahun yang telah kehilangan kedua orangtuanya sejak usia 12 tahun, ia tinggal bersama tantenya, Ani. Zaina membantu Ani mengelola usaha catering kecil, sekaligus bekerja sebagai barista di malam hari. Semua itu dilakukannya demi membantu biaya pengobatan Ani yang tengah berjuang melawan kanker hati.

Setiap malam, setelah menyelesaikan pekerjaannya di catering, Zaina bersiap untuk pergi ke kafe tempatnya bekerja.

"Mau berangkat, nduk?" Tanya Ani dengan suara lembut, menatap Zaina yang sedang menyusun tasnya.

Zaina tersenyum tipis, meskipun ada lelah yang tergambar di matanya. "Tante hati-hati di rumah ya, nanti jam 10 Zaina pulang." Jawabnya, mencoba meyakinkan Ani, meski hati kecilnya tak tenang.

"Ada yang lebih penting dari kerja, lho, nduk. Kamu pasti capek banget setelah bantuin pesanan nasi kotak hari ini." Ani menggenggam tangan Zaina, mencoba mengungkapkan rasa khawatirnya.

Zaina menggelengkan kepala, duduk di meja makan dan menggenggam tangan Ani dengan lembut. "Gak ada kata capek di dalam diri Zaina, tante. Semua yang aku lakukan demi kesehatan tante."

Ani tersenyum, meskipun sorot matanya menyimpan kesedihan. "Nduk, tante bisa pergi kapan saja jika Allah berkehendak."

Zaina menatapnya bingung. "Tante ngomongnya kok gitu?"

"Aku udah gak punya siapa-siapa di sini. Tante harus temenin Zaina selamanya." lanjut Zaina menunduk, mencoba menahan air mata yang sudah menggenang.

Ani memegang kedua tangan Zaina dengan erat, menghela napas panjang. "Nduk, nanti kalau tante sudah pergi... kamu jual rumah tante ini. Pergi ke pesantren Darul Hikmah, tempat tante dulu bekerja. Amankan sertifikat rumah orang tua kamu, jangan sampai suami tante merebut semuanya dari kamu."

Zaina terdiam. Suasana tiba-tiba terasa sangat berat. "Tante..."

"Tante ingin kamu aman, nduk. Jangan biarkan apa pun merusak hidupmu. Janji ya, setelah semuanya selesai, kamu harus pergi ke pesantren." Ani menatap Zaina dalam-dalam, penuh harap.

Zaina memandang Ani dengan mata yang berkaca-kaca. "Tante jangan ngomong gitu, tante harus tetap kuat. Aku nggak tahu harus gimana kalau tante nggak ada."

Ani tersenyum tipis, meski ada kesedihan yang terpendam di matanya. "Kamu bisa, Zaina. Tante yakin itu. Kamu akan aman di sana. Jangan khawatirkan apa pun."

Zaina menunduk, mencoba menahan air mata yang hampir tumpah. "Tante, harus ada disamping Zaina selamanya."

Ani membelai rambut Zaina dengan lembut, memberikan kenyamanan di tengah kepedihan yang dirasakan. "Tante akan selalu ada di hatimu, nduk. Jangan pernah lupakan itu. Allah akan selalu menjaga kamu."

****

"Zaina, yang tabah ya," ujar seorang tetangga, mencoba menguatkan.

Zaina hanya menatap kosong ke arah jenazah Ani. Hatinya terasa berat. Ternyata, ucapan Ani malam itu bukan sekadar kata-kata tantenya memang sudah merasa ajalnya mendekat. Kini, Zaina hanya bisa menangis, merasakan kepergian orang yang paling ia sayangi.

"Zaina, jenazah tantemu akan segera dishalatkan. Ayo, ambil wudu dulu, Nak," ucap seorang ibu yang berdiri di dekatnya. Namun, Zaina tetap diam, terpaku di tempat.

"Biarkan dia tenang dulu, Bu. Dia pasti masih syok," sahut seorang ibu berbadan gemuk, yang lalu mendekati Zaina dan memeluknya dengan penuh empati.

Setelah beberapa saat, Zaina tersadar dan berkata lirih, "Bu, saya mau wudu." Ibu itu mengangguk, lalu membimbing Zaina ke kamar mandi.

Dengan hati yang berantakan, Zaina berdiri di barisan shalat untuk mengantarkan tantenya ke peristirahatan terakhir. Dalam setiap gerakan shalatnya, air mata terus mengalir, membasahi wajahnya. Saat salam terakhir, hatinya terasa hampa, seolah sebagian dirinya ikut pergi bersama tantenya.

Setelah prosesi shalat, Zaina memutuskan untuk tetap tinggal di rumah. Dia tak sanggup melihat jenazah Ani dimasukkan ke liang lahat. Di rumah, beberapa ibu-ibu tetangga berkumpul menemaninya.

"Kasihan sekali Ani. Bahkan di saat-saat terakhirnya, suaminya tidak datang. Apa tidak malu sebagai laki-laki?" bisik salah seorang ibu.

"Bu, jangan bicara seperti itu," tegur yang lain, meskipun nada suaranya tak sepenuhnya menyalahkan.

Di pojok ruangan, Zaina terduduk lemah. Bayangan tantenya yang tersenyum terus terputar di pikirannya, membuat rasa kehilangan itu semakin terasa nyata.

Ibu Zila, wanita berbadan gemuk tadi, menghampiri Zaina sambil membawa segelas air putih. "Zaina, minum ini dulu, Nak."

Zaina menerimanya dengan tangan gemetar. "Terima kasih, Bu."

"Zaina," ucap Zila lembut, "lebih baik kamu baca Yasin sebanyak-banyaknya. Itu akan membantu menenangkan hatimu, dan semoga tante kamu juga tenang di alam sana."

Zaina mengangguk. Kata-kata itu masuk ke dalam hatinya. Ia menyadari, menangisi kepergian Ani tak akan membawa kebaikan. Dengan perlahan, ia bergabung bersama ibu-ibu lainnya untuk membaca Yasin.

Namun, suasana tenang itu mendadak buyar ketika suara lantang seorang pria menggema di dalam rumah. "Zaina! Serahkan sertifikat rumah Ani dan rumah orang tuamu sekarang juga!"

Semua mata serentak tertuju ke arah pintu. Di sana, berdiri seorang pria paruh baya bertubuh kekar dengan tatapan penuh keserakahan.

Zaina terperanjat. Ia berdiri perlahan, menghampiri pria itu. "Paman, tante baru saja meninggal. Tidak bisakah paman menunggu?"

"Gue gak peduli! Gue mau semua sertifikat itu sekarang juga!" bentak Surya, pamannya, dengan nada penuh ancaman.

Ibu Zila dan Desi, sahabat Ani, langsung berdiri, menahan amarah mereka. "Heh, Surya! Rumah ini dibeli dari hasil kerja keras Ani. Semuanya hak milik Zaina sekarang!" ucap Zila dengan tegas.

Desi, yang tak bisa lagi menahan emosinya, menyahut. "Suami macam apa kamu ini? Kerjanya cuma ngabisin uang istri! Bahkan sekarang, di hari kematiannya, yang kamu pikirin cuma harta? Ingat dosa, Surya!"

Surya mendengus kasar. "Ini bukan urusan lo semua. Ini masalah keluarga. Zaina, cepat kasih gue sertifikat itu!"

Zaina menggeleng, suaranya gemetar. "Gak bisa, Paman."

"Surya, mending lo pergi sebelum gue telepon polisi," ancam Zila sambil melipat tangan di dada.

"Silakan! Gue gak takut!" Surya membalas dengan penuh kesombongan.

Desi, yang sudah habis kesabarannya, langsung meraih gagang sapu yang ada di dekatnya. Tanpa pikir panjang, ia menghantamkannya ke tubuh Surya.

"Aduh! Wanita gila!" Surya berteriak kesakitan sambil menghindar, namun Desi terus menyerangnya.

"Pergi kamu!" bentak Desi sambil terus memukulkan sapu.

Surya akhirnya mundur, mengusap lengannya yang terasa sakit. "Oke, gue pergi. Tapi gue bakal balik lagi, Zaina! Ingat itu!"

Surya keluar dengan penuh kemarahan, sementara Desi berdiri dengan sapu di tangannya, napasnya tersengal.

"Dasar laki-laki gak tahu malu!" gerutu Desi sambil menatap pintu.

Zaina memandang Desi dan Zila, air mata mengalir di pipinya. Untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sendirian menghadapi semua ini.

****

Malam itu hujan turun deras, mengguyur seluruh penjuru Jawa bagian Timur. Zaina duduk di lantai kamarnya, memasukkan pakaian ke dalam koper dengan hati yang berat. Esok pagi, ia akan pergi ke pesantren, memenuhi janji terakhir kepada tantenya.

Tangannya menggenggam erat sertifikat rumah yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Rumah ini akan ia jual kepada Bu Desi. Sementara rumah orang tuanya akan tetap ia pertahankan. Sebenarnya, menjual rumah ini adalah hal yang ingin ia lupakan, tapi ini permintaan terakhir dari tantenya dan Zaina tidak sanggup mengingkarinya.

Hasil penjualan rumah sebagian akan ia sumbangkan ke panti asuhan. Sisanya akan ia tabung untuk keperluan mendesak. Semua ini ia lakukan demi menghormati wanita yang telah merawat dan menyayanginya selama bertahun-tahun.

Di depan cermin, Zaina berdiri dengan rambut panjangnya yang tergerai. Ia belum mengenakan hijab, sesuatu yang mungkin harus ia biasakan di pesantren nanti.

"Tinggal di pesantren... tiba-tiba sekali. Apa aku bisa beradaptasi? Mereka semua pasti jauh lebih paham agama daripada aku," gumamnya pada bayangan di cermin, rasa khawatir terlihat jelas di matanya.

Zaina menarik napas panjang, berusaha menguatkan dirinya. "Bismillah. Ayah, Ibu, Tante... doakan Zaina, ya. Semoga aku bisa menjalani ini semua dengan kuat."

Dengan ucapan itu, ia kembali beres-beres, mencoba menenangkan diri di tengah suara hujan yang terus mengguyur di luar.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Narra Azahra
jangan lupa follow ig aku ya guys, @narraazhra di ig aku bakalan ngasih kalian info tentang cerita aku. terimakasih
2025-05-28 07:20:26
0
user avatar
Nurulliya Khotimah
cerita bagus menarik..
2025-05-22 08:25:38
0
user avatar
Wiwin Handayani
lanjut dong ka semangat
2025-05-17 18:37:04
0
default avatar
stay.afl
cerita yang menarik..up date secepatnya yah, penasaran ...
2025-04-21 20:57:16
2
77 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status