Mendengar jika Jelita sudah berciuman dengan laki-laki lain membuat jiwa dan darah muda milik Matheo kian mendidih panas. Apalagi selama pacaran ia belum pernah mencium bibir milik Jelita.
“Dasar murahan! Awas lo, Ta! Pokoknya gue bakalan balas lebih parah dari ini!” geram Matheo, merasa terkhianati oleh Jelita padahal mereka sudah putus. Bubar jalan.
Tengah dikuasai emosi membuat Matheo tidak berpikir panjang lagi soal hal ini. Di otaknya hanya ingin membalas perlakuan Jelita saja. Dia saja bisa ciuman dengan laki-laki lain harusnya ia juga bisa lebih dari itu! Laki-laki itu yang dilihat kehebatan dan harga diri bukan? Untuk meningkatkan harga diri maka Matheo buru-buru menghubungi Jessie supaya bisa adu mekanik di atas kasur.
“Halo, honey,” sapa Jessie, tampak mabuk di seberang telepon sana. “Ada apa kau menghubungiku, hm?”
“Kau di mana?”
“Kelab malam biasa.”
Matheo tidak menjawab
Sampai di kos-an Jelita dan Shasa langsung duduk di atas ranjang. Tidak memiliki stok makanan membuat Jelita tidak enak sendiri.“Duh! Enggak ada makanan lagi.”“Hahaha gapapa lagi, Kak. Lagian Shasa ke sini karena ada sesuatu yang mau disampaikan.”“Apa emang, Sha?” tanya Jelita, penasaran dengan hal yang akan disampaikan oleh Shasa. Jelita sudah menahannya dari kampus sampai kos-an.“Nanti pas aku libur semester Kak Lita ikut ke Los Angeles, ya,” bujuk Shasa, meringis lebar. “Daddy sama Mommy nyuruh aku buat kasih tahu kabar ini sama Kak Lita.”Jelita merasa gusar sendiri dengan ajakan dari Shasa. Bukan gimana atau bagaimana, tapi untuk apa dirinya ikut liburan ke Los Angeles. Sedangkan hubungan dengan Matheo saja sudah berakhir.“Kenapa aku harus ikut, Sha?”“Soalnya ini permintaan khusus dari Kak Mamat. Dia ngancam Daddy mau pulang ke Indonesia dan engga
Shasa benar-benar terkejut dan tidak menyangka jika ponsel milik kakaknya berada di tangan perempuan asing. Ditambah penampilan perempuan itu sangat membuat Shasa mendesah panjang.Ingin menghindar panggilan video call ini pun rasanya percuma. Jelita juga sudah terlanjur melongok ke kamera dan melihat kondisi di seberang sana.Sungguh Jelita pun sama-sama terkejut luar biasa. Ekspresi kagetnya tidak bisa disembunyikan dan tanpa disadari sebelah tangan miliknya meremas kuat sperei—menahan rasa sakit hati yang tiba-tiba muncul dan menjalar ke mana-mana.“Apa kau Clarisa? Adiknya Matheo?” tanya perempuan yang bernama Jessie. Ekspresinya langsung menangis tersendu. “Matheo telah merenggut keperawananku. Dia lupa menggunakan pengaman,” tambahnya menjelaskan.Shasa yang dibuat kesal dan bingung saat ini memilih untuk melirik sekilas ke arah Jelita. Memperhatikan ekspresi Jelita yang masih tenang, tapi menahan sakit hati. Shasa pun
Tidak bisa menepati janji-nya kepada Jelita membuat Matheo merasa bersalah. Apalagi semalam ia mengambil sikap yang terbilang sangat gegabah juga buru-buru tanpa memikirkan resiko ke depan.Dan, seperti inilah hasilnya. Bikin pusing dan mumet sendiri. Padahal jika dipikir-pikir kemarin dirinya sangat menggebu ingin membalas dendam kepada Jelita. Tapi setelah melakukan justru hatinya semakin tidak tenang juga merasa bersalah.“Maafin gue, Ta,” gumam Matheo, bermonolog.Kacau dan tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini, Matheo akhirnya memilih pergi ke rumah sang Aunty, Mikaila.Sepertinya Matheo akan mencoba bercerita kepada Mikaila tentang persoalan masalahnya. Siapa tahu aunty-nya ini memiliki solusi yang tepat. Jika bercerita dengan Daddy atau Mommy yang ada bukannya mendapat solusi justru semakin dimarah-marahi.Tidak membutuhkan waktu lama, Matheo akhirnya tiba di rumah Mikaila. Untung saja aunty-nya ini sedang di rumah. Biasa-
“Astaga Lita itu adonannya sampai tumpah-tumpah lho!” tegur salah satu karyawan yang melihat Jelita tampak melamun. Seakan sadar membuatnya terkaget dan melihat ke arah adonan yang sudah terlihat berantakan tidak karuan. “Kalau banyak pikiran sebaiknya istirahat saja. Lagipula stok kue masih aman kok,” tambah karyawan itu, mencoba memahami.Jelita yang seakan lelah hati juga fisik memilih pergi ke depan kitchen sink. Jelita mencuci tangan, namun tanpa diduga-duga air matanya luruh membasahi pipi putihnya yang mulus.Seakan tidak kuat menahan sakit-nya, tubuh Jelita meluruh ke bawah. Ia langsung menelungkupkan wajah di antara kedua kakinya itu. Jelita menangis kencang karena ingat soal Matheo.Pedih. Sakit. Sungguh sudah tidak bisa Jelita uraikan lagi dengan sebuah kata yang menggambarkan.Jelita pikir hubungan LDR yang dijalani-nya bisa berjalan baik dan mulus karena berpacaran dengan sahabat. Tapi ternyata konflik yang dialami leb
Ditatap sinis seperti itu tentu saja membuat Rendi langsung menyengir lebar. Tak lupa juga langsung menabok lengan Bagus sambil cengengesan.“Ah lo kayak enggak tahu mulut gue aja. Suka sompral,” kata Rendi, masih cengengesan.Bagus mendengkus saja dan kembali fokus mengerjakan tugas meski dalam hati rasanya ingin sekali berbicara empat mata dengan Jelita.Tapi apa daya ia harus menahan rasa itu semua demi kebaikan bersama. Bagus juga tidak mau kalau Jelita selalu jadi bahan julid-an Rendi.Sampai akhirnya Bagus, Rendi, dan teman lainnya memutuskan keluar dari restoran setelah tugas itu selesai. Lebih tepatnya Rendi sibuk bermain game sejak datang hingga selesai.“Yakin enggak mau samperin?” celetuk Rendi, menyenggol lengan Bagus dengan tatapan wajah ke arah meja di mana ada Jelita dan Gilang di sana.“Ck! Ngehe lo! Buruan balik!” sahut Bagus, sedikit malas menanggapi ucapan sahabatnya itu.Bagus se
Ditembak oleh orang yang sangat dicintai-nya itu membuat otak Bagus sedikit ngelag. Susah sekali percaya dengan apa yang sudah Jelita katakan barusan. Apakah Jelita sadar atau dia sedang mabuk.“Lo seriusan, Ta?” tanya Bagus, memastikan. Takutnya Jelita hanya bercanda saja dan ngeprank. Sungguh memalukan bukan jika kitanya menganggap sangat serius.Jelita sendiri mengangguk sambil tersenyum lebar. Lagipula ini waktu dan saatnya dia bangkit dari semua keterpurukan yang diberikan oleh Matheo.“Mau! Gue mau banget jadi pacar lo! Tapi tunggu dulu deh!” Bagus langsung menoleh kanan dan kiri—mencoba mencari bunga untuk diberikan kepada Jelita. Ketika menemukan kembang sepatu membuat Bagus memetiknya dan laki-laki itu langsung berlutut di depan Jelita. “Biar gue yang nembak lo sekarang.”“Tapi—““Cahaya Jelita Pramana, lo mau enggak jadi pacar gue?” kata Bagus, sambil berlutut membawa kembang sepatu untuk Jelita. “Gue bakalan buat hidup lo bahagia. Pokoknya lo akan jadi priorotas gue setelah
Sebagai sahabat tentu saja ikut bahagia mendengar jika Jelita sudah move on dari Matheo. Apalagi yang menjadi kekasih selanjutnya adalah Bagus. Laki-laki yang begitu dewasa sekaligus mengerti soal perasaan Jelita.Di samping itu juga ia merasa tenang karena sudah ada yang ikut mengawasi Jelita di Jakarta. Terlebih Jelita tidak memiliki siapa-siapa di ibukota ini.“Berarti sekarang kalau Bagus minta cium lagi boleh dong?” ledek Prita yang langsung ditonyor oleh Jelita. “Ihhhh! Udah pacaran mah bebas dong?” tambah Prita semakin meledek Jelita.Tentu saja digoda seperti itu membuat Jelita merasa malu dan salah tingkah sendiri. Alhasil Jelita mengejar Prita yang terus meledeknya.Bahkan kedua perempuan itu kini saling kejar-kejaran di dalam kamar kos-an. Bukan hanya itu saja. Suara teriakan keduanya pun begitu memekak telinga karena sangat menggema di ruangan kecil ini.“Enggak gitu juga, ya!” teriak Jelita, mengambi
Jujur saja mendengar hal itu membuat hati Matheo sangat begitu panas luar biasa. Apalagi tadi ia melihat Bagus tampak tersenyum bahagia duduk di samping Jelita.Ternyata memang benar jika mereka berdua itu selingkuh. Sekarang boroknya baru ketahuan setelah ia memutuskan hubungan dengan Jelita. Benar-benar teman pengkhianat!Saking panas dan tidak terima jika mereka berdua semakin dekat sekaligus mesra, Matheo mencoba menelepon Jelita untuk memastikan kebenaran ucapan dari Rendi.“Sial!” umpat Matheo, emosi. Terlebih panggilan teleponnya tidak diangkat oleh Jelita. Sontak hal ini semakin menimbulkan perasaan tidak karuan di dalam hati milik Matheo. “Oke fine kalau lo emang selingkuh, Ta! Tunggu pembalasan gue!” lanjutnya penuh dendam membara.Tak kunjung berhasil diangkat membuat Matheo melemparkan ponsel miliknya ke arah sembarang kasur. Ia langsung merebahkan diri dengan isi pikiran yang begitu campur aduk.Masih penasaran membuat Matheo meraba-raba sisi bagian kanan dirinya rebahan