Melati hanya tersipu malu dan tidak berani menatap wajah Prayoga. Ia hanya sesekali mencuri pandang secara diam-diam. Binar bening dimatanya seolah menunjukkan bahwa perasaan melati pun sama seperti yang dirasakan oleh Prayoga.
“Kamu belum jawab pertanyaanku?” seru Prayoga “Pertanyaan yang mana yang Mas maksudkan?” Melati berbalik tanya. “Siapa namamu?” tukas Prayoga singkat. “Nama saya Melati Mas, cukup sederhana kan?” jawab Melati “Nama yang indah, walau terdengar sederhana tetapi cukup luas maknanya.” Sahut Prayoga. “Mas sendiri siapa namanya?” Melati berbalik melempar pertanyaan kepada Prayoga. “Saya Prayoga.’ “Tunggu sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” ucap Melati ketika menyadari sesuatu “oh iya, benar. Kita bertemu di kantor pabrik pengolahan teh tempo hari.” Ucap Melati dengan wajah berkerut-kerut berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa hari lalu. “Jadi mas ini, Prayoga Dinata pemilik pabrik pengolahan teh tempat ku bekerja?” Melati terkejut setelah mengetahui siapa orang yang berdiri di depannya. “Benar, saya Prayoga Dinata, temanmu sekarang.” Jawab Prayoga seraya tersenyum melihat wajah Melati yang terlihat kebingungan. “Apa?” Melati tak bisa menyembunyikan keterkejutannya sambil membuka mata dan mulutnya lebar-lebar seolah tak percaya bahwa ia berdiri sedekat ini dengan pewaris tunggal keluarga besar Mardi Dinata. “Sudah jangan melongo seperti itu!” sanggah Prayoga. Setelah perbincangan hari itu Prayoga semakin sering menemui Melati. Baik di perkebunan teh atau pun berkunjung ke rumah Melati. Suatu ketika Prayoga mengungkapkan bahwa ia ingin bermain ke rumah melati dan ingin menyampaikan keseriusannya kepada kedua orang tua melati. “Melati aku ingin bertemu dengan keluarga mu” ucap Prayoga serius. “Untuk apa, mas?” “Aku ingin meminangnya .” Melati memandang wajah Prayoga “Apa mas Prayoga, bersungguh-sungguh?” Melati berusaha menyakinkan apa yang ia dengar dari Prayoga. “Aku bersungguh-sungguh karena aku mencintaimu, melati dan aku ingin kau menjadi pendamping ku.” Jelas Prayoga. Prayoga mengutarakan maksud hatinya kepada orang tua Melati, bahwa dirinya menaruh hati kepada Melati putri mereka. Tanpa mereka sadari seseorang telah menguping pembicaraan mereka berdua dan kemudian menyampaikan berita tersebut kepada kakek Prayoga yaitu Mardi Dinata. Suatu sore di rumah Prayoga, seorang laki-laki bertubuh gempa mendekati rumah besar kediaman Mardi Dinata kemudian ia memasuki gerbang dan menemui penjaga di sana. “Saya ingin menemui Tuan besar, apa beliau ada di tempat?” tanya pemuda bertubuh gempal itu kepada seorang penjaga. “kamu ini siapa dan ada keperluan apa?” tanya seorang penjaga kepada pemuda bertubuh gempal tersebut. “Saya ingin menyampaikan sebuah informasi tentang tuan muda dan berita ini harus saya sampaikan langsung kepada Tuan besar Mardi Dinata.” Jawab pemuda itu tegas “Kalau begitu, tunggulah sebentar akan saya sampaikan kepada Tuan besar.” Penjaga itu masuk Tak lama kemudian dia kembali lagi sambil lari tergopoh-gopoh. “Baiklah silakan masuk, tuan besar sudah menunggumu. Pemuda bertubuh gempal itu pun masuk menemui tuan besar dan entah apa yang mereka bicarakan. Mardi Dinata, sang kakek yang menentang keras hubungan mereka. Karena sang kakek telah menjodohkannya dengan putri saudagar kaya dari kampung sebelah. Untuk kelancaran bisnis kedua keluarga besar itu, mereka telah merencanakan perjodohan untuk para pewaris dari keluarga terpandang tersebut. Beberapa bulan ini mereka sangat akrab sekali, bermain-main, memetik pucuk daun teh, dan banyak kisah yang seru lainnya. Pada hari minggu Melati diajak oleh Prayoga ke suatu tempat yang istimewa, di sana hanya ada Prayoga dan Melati Suasana yang sangat romantis membuat diri Melati sangat berbahagia. “Tempat ini, pemandangannya indah sekali” seru Melati yang mengagumi keindahan alam di sekitar kebun teh. Sebuah meja telah tertata rapi dengan hiasan lilin. “Apa kamu yang sudah menyiapkan semua ini?” lanjutnya seraya berpaling ke belakang memandang kearah Prayoga. “Kamu suka? Aku siapkan semua ini untuk makan siangkita. Dana ada yang ingin aku sampaikan kepadamu.” Ucap Prayoga. “Aku sangat menyukainya, ini manis sekali.” Jawab Melati bahagia. Sesaat kemudian semuanya kembali hening. Prayoga mulai mendekati Melati lalu memegang tangannya. “Melati, sesungguhnya aku tidak mengerti apa yang terjadi selama ini. Tetapi yang aku rasakan bayangan wajahmu, matamu, senyum mudan semua yang ada pada diri mu. Selalu menghantuiku “ ujar Prayoga seraya menatap wajah Melati dengan lembut. Melati hanya diam membisu, ia seakan terhipnotis oleh kata-kata Prayoga yang sedari tadi mengatakan banyak hal yang membuat Melatih rasa kebingungan. Ia harus bahagia atau bersedih, mengingat status sosial mereka yang berbeda. Prayoga mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah, kemudian ia membukanya dan terlihat sebuah cincin bermata biru yangcantik. Ia berikan cincin tersebut kepada Melati. “Cincin ini indah, ya?” seru Prayoga menyerahkan sebuah cincin blue safir kepada Melati dan memakaikannya di jari manisnya. Melati terkesima menatap wajah Prayoga, ketika ia memakaikan cincin blue safir tersebut. Indah, tetapi ia merasa bimbang dan hanya diam terpaku. Seketika gundah menguasai dirinya. Apakah ia harus bahagia atau bersedih? Di dalam hati seolah ia bersorak bahagia, karena mendapat kejutan dan ungkapan cinta dari Prayoga. Tetapi ia juga merasa bersedih, ketika harus mengingat status sosial mereka yang berbeda. Prayoga adalah seorang pewaris tunggal keluarga besar Mardi Dinata. Sedangkan dirinya hanya anak seorang petani biasa. Melati menyadari bahwa mereka tidak akan pernah bisa bersama. Semua itu bagaikan sebuah mimpi baginya. “Aku tidak pantas menerima hadiah ini, mas. Cincin blue safir ini terlalu berharga untuk ku.” Melati melepaskan cincin itu dan ingin mengembalikannya kepada Prayoga. “Cincin ini sengaja aku beli khusus untuk mu, Melati. Cincin ini tanda cintaku kepadamu “ ucap Prayoga dengan tulus. “Pasti harganya sangat mahal, aku tidak bisa menerimanya.” Sela Melati menyerahkan cincin itu kepada Prayoga. Dan akhirnya Prayoga mengambilnya kemudian memasangkan kembali ke jari manis Melati. Butir-butir bening mengalir membasahi pipi Melati, ia begitu terharu dan merasa bahagia . “Aku ingin bersamamu dan aku akan segera meminangmu” bisik Prayoga “Apa yang mas ucapan itu benar?” tanya Melati tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari Prayoga. “Aku bersungguh-sungguh. Lihatlah mataku, apa terlihat kebohongan disana.” ucap Prayoga serius. “Aku akan segera menemui orang tuamu dan melamar.” Imbuhnya . Kata-kata Prayoga membuat hati Melati berbunga-bunga. Prayoga mengantarkan melati pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, kedua orang tua Melati telah menunggunya di rumah. Mereka sangat khawatir karena hari telah larut malam ketika mereka tiba di rumah. Di tempat lain yang tidak begitu jauh dari tempat itu, ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka dari kejauhan. Mengawasi setiap gerak-gerik Prayoga dan Melati. Sikapnya sangat mencurigakan. Apakah Melati akan menerima cinta Prayoga? Dan siapakah sosok pemuda yang setiap saat mengawasi gerak-gerik mereka berdua? Ikuti terus kelanjutan kisahnya di bab berikutnya. 181224“Apa yang sedang kau pikirkan, Melati?” tanya Prayoga ketika melihat Melati tiba-tiba terdiam dalam lamunannya.“Ah, tidak ada mas. hanya saja aku merasa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Wajahmu terlihat sangat pucat dan kenapa tiba-tiba sikapmu terasa berbeda seakan sedang kebingungan.” Melati menangkap sikap Prayoga yang sedang gundah.Prayoga terkejut mendengar ucapan Melati, sebenarnya ia tidak ingin mengatakan masalahnya kepada Melati. Prayoga tidak ingin Melati jadi mengkhawatirkan semuanya.“Tidak ada apa-apa, semua akan berjalan dengan baik “ Prayoga berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.“Tapi wajahmu telah menjelaskan semuanya Mas, tolong ceritakan kepadaku.” Melati yang menyadari ada sesuatu yang janggal, berusaha meminta Prayoga untuk berkata jujur.“Percayalah semua baik-baik saja, aku hanya sedikit lelah. Baiklah kalau begitu mari kita pulang. Aku ingin beristirahat dirumah. Mungkin setelah beristirahat akan lebih baik.” Ujar Prayoga menghindari pertanyaan Mel
Bab 5. SESUATU YANG TERSEMBUNYI Prayoga terdiam sambil mendengarkan cerita ibu. Di dalam pikirannya apa yang diceritakan oleh ibu itu adalah kisah dari ayahnya contoh yang diberikan Ibu adalah seorang anak yang penurut secara tidak langsung Ibu menginginkan Prayoga menuruti kemauan sang kakek dan menerima perjodohan tersebut walaupun ibu tidak mengatakan apa-apa. Prayoga merasa bimbang untuk memutuskan apa yang akan ia lakukan walau di dalam hati kecilnya masih bersikeras untuk menolak perjodohan tersebut. Dan memperjuangkan rasa cintanya kepada melati gadis pujaannya Prayoga sudah berjanji kepada orang tua melati dan juga melatih untuk datang dan segera meminang melati Putri mereka. Sang Kakek tidak akan pernah membiarkan Prayoga menikahi Melati begitu saja kakek pasti akan marah besar. Akhirnya Prayoga memutuskan menentang perjodohan itu. Ucapan kakek masih terngiang-ngiang di telinga Prayoga. “Perempuan yang kau pilih itu tidak jelas bobot dan bibitnya. Ia dari keluarga biasa
“Melati sengaja menerima Mas Prayoga, kita akan lihat apa yang akan Melati lakukan selanjutnya.” Mata Melati menerawang membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.“Tetapi nduk, den Prayoga itu kelihatan sangat baik dan sepertinya dia serius dengan perasaannya terhadapmu.” Ujar bapak“Apa kurangnya Mas Bagas Pak, Mas Bagas juga sangat baik. Dia begitu perhatian dan sangat santun, tetapi lihat apa yang ia lakukan kepadaku.” Airmata mulai mengalir membasahi pipi Melati.Bayangan peristiwa 2 tahun silam kembali hadir. Sebuah peristiwa yang tidak ingin Ia ingat kembali. Peristiwa itu telah membuat hatinya hancur. Dan setiap kejadian begitu membekas di Hati melati, sehingga menimbulkan trauma dalam hidupnya.“Bapak mengerti Nduk. Tetapi Bapak juga tidak ingin kau mengalami luka yang sama, karena mencintai tuan muda dari keluarga yang kaya raya.” Kata bapak penuh kekhawatiran.“Ibu juga tidak ingin hal itu terulang lagi, nduk. Kamu harus berhati-hati sebelum mengambil keputusan. “ naseh
“Assalamualaikum selamat malam, pak.” Sapa Prayoga“walaikumsalam den Prayoga.” Jawab Bapak Melati“Silahkan masuk den, silahkan duduk” Bapak melati mempersilahkan Prayoga untuk duduk.“Iya pak” sahut Prayoga“Kalian dari mana saja, kenapa sampai selarut ini?” tanya Bapak“Begini pak, saya ingin bicara dengan bapak.” Ucap Prayoga“Ada apa den?” Bapak mulai penasaran“Maksud dantujuan saya datang kesini ingin meminta izin kepada bapak untuk melamar Melati, putri bapak dan menjadikan dia sebagai istri saya. Saya berjanji akan membahagiakan dan memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya.” Ucap Prayoga kepada bapaknya Melati.“Apa saya tidak salah dengar, den?” tanya bapaknya tak percaya“Tidak pak, saya serius dengan perkataan saya yang ingin melamar putri bapak.” Jelas Prayoga.“Melati hanya lah seorang gadis desa, den. Tidak
Melati hanya tersipu malu dan tidak berani menatap wajah Prayoga. Ia hanya sesekali mencuri pandang secara diam-diam. Binar bening dimatanya seolah menunjukkan bahwa perasaan melati pun sama seperti yang dirasakan oleh Prayoga.“Kamu belum jawab pertanyaanku?” seru Prayoga “Pertanyaan yang mana yang Mas maksudkan?” Melati berbalik tanya.“Siapa namamu?” tukas Prayoga singkat.“Nama saya Melati Mas, cukup sederhana kan?” jawab Melati “Nama yang indah, walau terdengar sederhana tetapi cukup luas maknanya.” Sahut Prayoga. “Mas sendiri siapa namanya?” Melati berbalik melempar pertanyaan kepada Prayoga.“Saya Prayoga.’ “Tunggu sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” ucap Melati ketika menyadari sesuatu “oh iya, benar. Kita bertemu di kantor pabrik pengolahan teh tempo hari.” Ucap Melati dengan wajah berkerut-kerut berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa hari lalu.“J
"Naikkan gaji, tingkat kesejahteraan buruh. Gaji yang pantas fasilitas yang memadai akan menaikkan kinerja dan produktivitas kami para buruh” suara Melati menyerukan aspirasi buruh. Melati, 25 tahun yang bekerja sebagai buruh pabrik pengolahan teh. Ia memimpin demonstrasi mogok massal para buruh pabrik yang menuntut kenaikan gaji untuk kehidupan yang lebih baik. Pratiwi, 25 tahun yang menjabat sebagai sekretaris di perserikatan para buruh dan ia pun adalah sahabat baik Melati. “Tingkatkan kesejahteraan kami” seru Pratiwi mengiyakan suara sahabatnya tersebut. Di saat yang bersamaan sebuah mobil melintas di antara kerumunan para buruh pabrik tersebut. Seorang pemuda turun dari mobil. Dia adalah Prayoga, 28 tahun Pewaris tunggal keluarga besar Mardi Dinata pemilik dan menjabat sebagai pemimpin di pabrik pengolahan teh tersebut. “Ada keributan apa ini?” tanya Prayoga kepada Marsudi sopir sekaligus menjabat sebagai asisten pr