Daphne berpikir dengan memuaskan seorang pria kaya raya dalam semalam, ia bisa melunasi utang-utangnya dengan cepat. Namun, yang didapatinya bukan hanya uang, melainkan tipu daya pasangan suami istri yang menginginkan keturunan. Kini Daphne terjebak di antara dua pilihan, mengandung bayi pria lain atau mendekam di penjara. Manakah yang Daphne pilih?
View More“Kau bicara apa, sih?”Adam mendengkus dan memalingkan wajah ke lain sisi alih-alih membalas tatapan pongah Tabitha.Pria itu sepertinya sudah siap menyangkal apa pun yang dituduhkan Tabitha. Salah satunya soal dugaan perasaan khususnya pada Daphne yang terkesan konyol. “Tuan Adam Livingston, kau harus tahu aku melihat pakaian-pakaianmu di kamar Daphne. Bukankah itu tidak masuk akal kalau hubungan kalian sekadar partner bisnis?” Tabitha makin percaya diri saat melontarkan kata-katanya. “Kau bahkan meninggalkan pakaian dalammu!”Melihat hal itu, Daphne menghela napas. Tak percaya sahabatnya berani mengungkap fakta tentang Adam cukup blak-blakan.“Tabitha, hentikan—“ pinta Daphne yang kontan dipotong Tabitha bersama pelototan galaknya. “Berhentilah menutupi itu semua, Daph. Kalian ini benar-benar seperti anak remaja yang sedang menggebu-gebu untuk bercinta. Astaga ....” Tabitha bergidik ngeri menyaksikan Daphne dan Adam saling berubah malu-malu kucing. Sampai kemudian, Adam memaling
“Apa kau berniat mengakhiri ini semua?” Adam angkat suara setelah Tabitha keluar dari ruangan dengan wajah dongkol. “Tabitha ... apa yang dibicarakannya tadi, kau akan pergi?”Setelah memandangi pintu yang ditutup dari luar, tatapan Daphne beralih pada Adam. kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi tubuh mereka sekarang.“Menurutmu?” tanya Daphne serak.Tangan Daphne menarik pinggiran kaus yang dikenakan Adam. Ia meremasnya kuat-kuat sejalan dengan nyeri yang makin terasa bersamaan dengan sosok pria itu yang kini kian mendekat padanya. Bahkan ia bisa merasakan aroma khas tubuh Adam dan sapuan napas berat sang pria yang dirindukannya.Tanpa meminta apa-apa, Adam merengkuhnya. Membawa tubuh Daphne dalam pelukan hangat untuk menguatkan. Sapuan di punggung terasa nyaman dan itulah yang Daphne butuhkan sejak lama.“Aku tidak tahu seperti apa ke depannya, Daph,” gumam Adam di sela pelukan.Napas Daphne tersumbat. Pipinya melekat pada dada bidang Adam yang membusung. “Bayinya ... bayimu s
Kedua tangan Daphne mencengkeram erat sisi bajunya yang telah diganti dengan yang baru. Lebih bersih dan tak lagi berbau anyir seperti sebelumnya.“Dengan berat hati, kami tidak bisa mempertahankannya, Nona,” ungkap dokter yang menanganinya dengan raut prihatin.Daphne tak sanggup melihat wanita itu. Ia memalingkan wajah dan menatap ke arah tirai yang menutupi jendela. Hari sudah petang dan langit mulai diserbu taburan bintang.Perihal kehilangan, sejauh ini Daphne sudah banyak melaluinya dengan batin lapang. Namun tidak secepat dan semenyesakkan ini. Ia baru menyadari kehadiran si janin dan mengakuinya sebagai darah dagingnya sendiri, tapi bayi itu pergi lebih cepat tanpa memberikan salam perpisahan.Sudah banyak air mata yang dikeluarkan. Mata Daphne memanas saat merasakan nyeri di batinnya. Ia meraba perutnya yang kembali rata dan kosong tanpa berpenghuni.“Terima kasih, Dokter,” kata Tabitha mewakili Daphne.Begitu dokter dan perawat keluar dari ruangan, Daphne menghalau matanya m
“Apa yang kau lakukan, Mosha?”Kening Adam masih berkerut dalam, kedua alisnya pun bertaut begitu membaca nama Daphne masuk ke daftar peneleponnya beberapa jam lalu. Tepatnya saat ia tertidur, wanita itu menelepon setelah sekian lama.Adam mengira semua ini mimpi karena selama ini Daphne tak mencarinya. Ia sendiri pun menghilang karena memikirkan perasaan sang istri. Namun sekarang, rasanya ia baru dikhianati karena Mosha menyembunyikan itu semua darinya—terutama tentang Daphne.Mosha meliriknya sesaat dan melanjutkan mengenakan rangkaian skin care ke wajah. Mata wanita itu menatapnya melalui pantulan cermin besar.“Kau tidak mau menjawabnya?” Adam bangkit sejalan dengan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. “Kenapa kau tidak bilang kalau Daphne menghubungiku?”Adam makin geram, tapi tetap mencoba tenang. Bertahun-tahun mengenal Mosha, ia cukup paham menghadapi sang istri. Sekalipun kesabarannya makin menipis saat menyaksikan betapa santainya wanita itu merawat diri alih-alih menja
Daphne sudah mencobanya. Menyantap masakan Tabitha dan Maria, tapi hasilnya tetap sama. Ia kembali memuntahkan semuanya dan berakhir lemas di ranjang.“Bukankah kau harus ke rumah sakit?” kata Tabitha cemas.Daphne hanya menatap, tak sanggup menggeleng karena kepalanya kelewat pening. “Kupikir aku hanya butuh istirahat.”“Tapi keadaan Nona sangat buruk,” timpal Maria memberi komentar. “Saya akan coba menghubungi sopir agar bisa mengantar kita ke rumah sakit.”Satu tangan Daphne terangkat dan bergerak mengibas. “Biarkan aku istirahat lebih dulu, Maria,” pintanya lemah. “Maafkan aku sudah banyak merepotkan kalian.”Tabitha terdecak dan bergerak mendekati Daphne. “Hentikan rasa tak enakmu itu!” dengkusnya. “Kau harus bertahan, setidaknya untuk dirimu sendiri. Kau ingat ada bayi di dalam perutmu ini, ‘kan?”Tentu saja Daphne tak lupa. Ia juga berusaha mempertahankan bayi Adam, tapi usahanya justru belum membuahkan hasil. Sekarang ia hanya ingin berdiam diri dan beristirahat sejenak setela
“Hhh ....” Napas Daphne terhela panjang. Ia rasakan tiap tarikan napas yang kian sesak. “Baiklah, aku akan mencoba—“Sayang sekali ucapan Daphne terpotong oleh Tabitha yang mendelik galak. Tabitha melemparkan seruan yang menggambarkan kekesalannya.“Lihat?” sambar Tabitha. “Alasan sakit itu hanyalah kebohongan. Adam malah asyik liburan dan membiarkanmu menderita seperti ini. Sangat konyol.”Pening di kepala Daphne mulai terasa begitu ia kembali dihantam realita. Tentang Adam yang membiarkannya mengalami semua hal ini.“Tab, kumohon jangan berkata seperti itu,” pintanya tak ingin masalah itu berlarut-larut dan berporos menyalahkan Adam.“Kau selalu saja membela para pria, Daph.” Tabitha mengecamnya sekarang. “Mereka sudah menyakitimu dan membuatmu menderita, mereka tidak mau bertanggunjawab.”Mereka yang dimaksud sudah pasti Nolan dan Adam. Benar, Daphne kerap merasa tidak enakan sampai tak tega menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Seperti sekarang, ia justru me
Dengan ditemani angin sepoi-sepoi di pagi hari, Daphne mencurahkan isi hatinya melalui air yang mengalir dan membasahi pipi. Perutnya perih setelah kembali diterjang rasa mual. Ia kembali tak mampu mencerna makanan semenjak kepergian Adam.“Kau pasti lapar, ya.” Daphne meraba perutnya pelan bersama isakan yang lirih, tapi menyesakkan. “Aku akan mencoba makan lagi, tapi jangan sekarang. Tenggorokanku sudah sakit, jadi tolong bertahan sebentar.”Ia hanya ingin menjeda sementara dari percobaannya yang kesekian. Lidahnya terasa pahit sekalipun hanya diguyur air mineral. Namun ia tetap berusaha, ditambah dukungan Maria yang membuatkannya beberapa masakan.Daphne meraup udara sebanyak-banyaknya untuk mengendalikan sekaligus menguatkan diri. Ia pandangi lalu lalang kendaraan dari balkonnya. Berharap salah satu dari kendaraan roda empat di bawah sana adalah Adam.“Jangan bersedih, Daphne,” gumamnya pada diri sendiri. “Adam milik Mosha, sudah seharusnya dia tetap tinggal bersama istrinya. Buka
“Pagi, Adam!”Setiap pagi suara ceria itu yang menggaung di kamarnya. Membuat awal harinya selalu bersemangat dan bibirnya mampu membuat lengkungan lebar dari biasanya. Hatinya pun menghangat tiap kali Daphne mendatanginya dengan langkah kecil wanita itu hanya untuk memberikan usapan di wajah hingga bibirnya.Ini terasa aneh karena selama bersama Mosha, tak pernah ia rasakan sikap-sikap menggemaskan yang berhasil memanjakannya dari waktu ke waktu. Hanya Daphne yang mampu melakukannya, membuat perutnya disambangi ribuan kepakan kupu-kupu.“Aku akan menunggu di balkon selagi Hiro mengobrol denganmu,” kata Daphne sesaat sebelum pergi melewati pintu kaca yang mengarah pada balkon.Wanita itu seakan sudah mengenal kebiasaannya yang ingin memiliki ruang sendiri ketika kedatangan Hiro. Kini kepalanya mendongak saat Hiro berdiri di hadapannya sembari menyerahkan beberapa dokumen penting.“Kontrak terbaru yang sudah ditandatangani beberapa perusahaan, Tuan,” kata Hiro yang diangguki Adam.“Apa
“Wajahmu memerah, Adam. Melebihi kepiting rebus.”Semangat Daphne makin meroket saat melempar Adam seperti ini. Terutama ketika wajah pria itu makin merah setelah ketahuan beraktivitas di kamar mandi beberapa waktu ini.“Daph, berhenti mengejekku!” seru Adam sambil menggeram.Daphne terkekeh geli. “Baiklah, aku tidak akan membahas itu lagi,” katanya hendak mengalah. Namun suara Adam kembali terlintas di benaknya, masih teringat jelas bagaimana pria itu beraksi di dalam sana. “Tapi ... kau benar-benar gila melakukannya di kamar mandi.”Adam menggersah kasar sembari meraup wajah kasar. “Kukira kau sudah tidur, dan ... apa salahnya melakukan di kamar mandi?” balasnya melempar protes. “Apartemen ini, penthouse ini milikku!”“Aku tidak akan lupa.”Daphne memandang lurus Adam yang meliriknya tajam. Sungguh pria itu lucu sekali jika sedang merajuk seperti ini. Terkadang ia kelimpungan saat Nolan marah, tapi dengan Adam berbeda. Daphne begitu menikmati suasana ini.Lantas kemudian Daphne mena
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments