Salsa heran tidak mendengar suara El menyambutnya. Biasanya begitu mendengar deru mobilnya, bocah itu akan berlarian mengejar dan menghambur ke pelukannya.Bergegas dia menuju kamar El dan melihat Saga tengah menyelimuti putranya sembari mengecup kening El. Harus diakuinya meski pria itu jarang sekali menampilkan ekspresi di depannya, tetapi bila bersama El, dia menjelma menjadi seorang yang hangat, penyayang, dan sangat memanjakan bocah itu. Hal yang patut disyukuri oleh Salsa karena putranya tidak kekurangan kasih sayang."Baru pulang?" Salsa tersentak, terlalu lama memandang El, dia tidak menyadari jika Saga berdiri di depannya."Iya," jawab Salsa menundukkan kepalanya. Entah mengapa dia tidak sanggup menatap pria itu setelah kejadian semalam."Sudah makan?" tanya Saga lagi sambil menyelipkan beberapa helai rambut Salsa yang keluar dari cepolannya ke belakang telinga.Salsa gugup hingga surut selangkah. Tidak mengira Saga memperlakukannya semanis ini. "Sudah, tadi saya makan malam
Arkan tidak bisa menghilangkan senyum dari wajahnya. Tangannya bahkan erat menggenggam jemari Salsa seolah takut wanita itu pergi lagi, sementara Salsa hanya menunduk, pikirannya kosong. Dia belum mampu mencerna apa yang terjadi. Dia juga tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa berakhir di sebuah cafe dengan Arkan di sampingnya."Sa ... aku tidak pernah mengira kita akan ketemu lagi." Arkan menatap Salsa lembut. "Aku rindu ...."Salsa tersenyum sinis. "Rindu?! Jadi seperti ini dirimu? Jelas-jelas kau pria beristri, tetapi dengan mudahnya mengatakan rindu kepada wanita lain," sindirnya ketus."Terserah kamu ngomong apa, Sa ... yang pasti aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi," jawab Arkan membelai punggung tangan Salsa dan hendak mengecupnya.Namun, wanita itu cepat menarik tangannya. Rasa muak memenuhi hatinya. Apalagi mengingat apa yang telah dilakukan pria itu. Salsa bersedekap. "Kamu enggak amnesia, 'kan, Mas?! Dulu, begitu mudahnya kamu mengkhianatiku. Membuangku seolah-olah ak
Nadia terus mondar-mandir di depan ruang operasi sebuah klinik bersalin. Wajahnya terlihat cemas. Berkali-kali melihat ke pintu berharap seseorang keluar dari sana."Gimana, Wisnu, bayinya baik-baik saja?" tanya Nadia ketika melihat seorang keluar dari ruang operasi."Baik, tapi wanita itu belum sadar. Kondisinya memprihatinkan.Nadia tersenyum sinis. "Aku tidak peduli jika wanita itu mati, malah bagus. Jadi, aku tidak perlu repot menutup mulutnya."Wisnu menggeleng tak percaya jika wanita di depannya ini sangat kejam. Tidak serupa dengan wajahnya yang terlihat baik dan lembut. Andai tahu seperti itu mungkin dia akan menolak keras ketika Maya, istrinya, meminta dia menjadi dokter pribadi Nadia. Wanita itu telah merusak ketenangan hidupnya dan mengancam karir, serta keutuhan rumah tangganya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selama Nadia menyimpan videonya."Sekarang aku minta master video itu," ucap Wisnu tak sabar ingin lepas dari Nadia."Nanti, setelah anakku lahir. Pastikan aku s
Nadia heran ketika melihat Arkan sibuk memilih kemeja dari dalam lemari. Hampir empat kemeja dan jas yang dicoba, tetapi tak satu pun yang sesuai seleranya. Baru setelah berkutat setengah jam, dia memutuskan menggunakan kemeja biru laut dengan setelan celana bahan hitam serta jas slimfit berwarna senada. Dia semakin terlihat tampan dengan dasi berwarna biru tua dengan motif abstrak."Mau ke mana, sih, Mas? Repot amat dari tadi?" tanya Nadia sambil membantu merapikan dasi yang tergantung di leher pria bertubuh tegap itu."Aku diundang ke pesta ulang tahun perusahaan Liam Grup. Banyak orang penting di sana, jadi aku harus memberi kesan yang baik," jawab Arkan sambil menyorongkan jasnya.Nadia mencebik. "Masak, sih? Bukan karena banyak perempuan cantik di sana."Arkan menatap Nadia dari cermin sambil menyisir rambutnya. "Kamu cemburu? Ya udah, ikut kalau gitu," ajaknya meski sebenarnya berharap Nadia menolak.Wanita dengan perut membuncit itu menggeleng. "Enggak, deh. Aku lagi enggak ena
Andai waktu bisa diputar kembali, apa pun akan dikorbankan seseorang demi mengubah kesalahan di masa lalu. Pun Arkan. Pria itu kini hanya bisa menyesali kebodohannya melepas Salsa. Andai dulu dia bersabar sedikit saja dan jujur pada wanita itu, tentu akan lain ceritanya. Kehilangan wanita bermata teduh itu menyadarkannya jika cinta bukan satu-satunya landasan mempertahankan pernikahan, tetapi bagaimana menepati komitmen dan janji yang diucap di hadapan Tuhan. Arkan sadar dirinya dibutakan cinta kepada Nadia. Cinta berbaur nafsu dan gairah, bukan kasih sayang dan ketulusan yang diberikan Salsa, dan malangnya, dia baru menyadari setelah kehilangan."Mas ..." Arkan tersentak dari lamunannya ketika lirih suara Nadia memanggilnya.Perlahan pria itu berbalik menjauhi jendela, lalu berjalan mendekati ranjang di mana Nadia tidur dengan putranya yang lahir satu bulan yang lalu."Ada apa?" tanya Arkan menatap Nadia lembut."Buatin susu, ya. Babynya haus kayaknya," pinta Nadia.Arkan melirik b
Saga tersenyum sambil memejamkan mata ketika sepasang tangan memeluknya dari belakang. Rasa nyaman merambat pelan ke seluruh aliran darah membuat setiap inci tubuhnya dirasuki rasa nyaman."Pagi, Sayang. Tidurmu nyenyak?" sapa Salsa menyandarkan kepalanya ke punggung tegap Saga."Lumayan." Saga berbalik, lalu memasang tampang murung. "Akan lebih baik kalau kita tidur satu kamar, satu ranjang," sungutnya.Salsa tertawa kecil. Sepagi ini pria itu sudah merajuk. "Maka nikahi aku lagi," tantangnya. Jemari wanita itu bermain di rambut hitam lebat Saga.Saga merangkum wajah Salsa memandang dengan binar cinta. "Kapan? Besok?" Wanita itu terkikik. "Tidak. Kau tahu tujuan kita belum tercapai, bahkan aku baru saja mulai."Saga terdiam mendengar kata-kata wanita itu yang pagi ini terlihat sangat sexy dengan gaun tidur di atas lutut berwarna peach, berbahan sutra dengan belahan dada rendah, membuat Saga mati-matian menahan hasratnya."Sayang, berjanjilah padaku untuk selalu berhati-hati. Aku tid
Nanyendra tua terpekur mendengar penjelasan putra semata wayangnya, Arkan. Perusahaan yang dibangun di atas pondasi airmata dan penderitaan orang lain mulai goyah. Bahkan, berada di ambang kehancuran. Dia tidak mengira jika di balik pimpinan Star Luxury berdiri kokoh seorang pria yang sangat berkuasa. Nanyendra sejak dulu selalu menghindar bekerjasama dengan Liam Grup. Dia tidak ingin dibayangi dosa masa lalu. Nyatanya, malah sang putra yang terjebak. Pria tua itu tidak mengira bocah lelaki saksi mata perbuatan bejatnya dulu tumbuh menjadi pria dewasa yang kini hendak menuntut balas. Pria itu seakan siap membuka kotak pandora, menebar aib, dan malapetaka kepada seluruh keluarganya.Andai dulu dia tidak tamak dan diperbudak nafsu, tentu masa tuanya tidak akan segelap ini. Dosa seakan memeluk jiwanya erat hingga hidup pria tua itu tidak pernah bahagia, setiap saat dibayangi rasa bersalah yang membuatnya tak pernah tenang."Maaf, Pa ... aku mengecewakanmu," pinta Arkan sendu tak mampu m
"Kumohon ... kasihani aku.""Hah! Apa kau mengasihaniku dulu?! Kau bahkan tega mematahkan hatiku setelah kulakukan apa pun untuk menyenangkanmu.""Aku tidak pernah memintamu. Kau salah paham selama ini. Aku hanya menganggapmu sahabat. Tidak lebih.""Munafik! Kau memilih Liam setelah tahu aku hanya putra angkat.""Tidak. Aku dan Liam memang dijodohkan sejak kecil. Kami sengaja menutupinya. Dan aku hanya mencintai dia.""Akh, pendusta! Lihat saja, akan kuhancurkan kesombonganmu hingga kau merasa tidak akan mampu menatap mata suamimu.""Tidak! Kumohon jangan. Jangan! Ah ... Saga! Tolong Ibu, Nak."..."Tuan kita sudah sampai."Saga mengerjap beberapa kali. Sejak dari bandara memorinya terhempas ke masa lalu. Lekat di ingatannya bagaimana perlawanan sang ibu mempertahankan kehormatannya dari serangan brutal Nanyendra. Saga ada di sana, pria laknat itu mengikat dan menyumpal mulutnya, lalu membiarkan Saga kecil menyaksikan pemerkosaan terhadap ibunya. Meski wanita itu memohon, menghiba,