Brakk .... suara benturan pintu dihantam Qyara cukup keras.
“HEY ANJIR, LO EMANG GAK PUNYA HATI YA.” Suara Quara naik oktaf. Ia menemukan Shega ada di dalam kelasnya sedang menghisap sebatang rokok menghadap ke arah jendela belakang. Dengan tangkas ia dorong badan kekar Shega hingga kepalanya terbentur pada kaca jendela.
“Anjir!” rahang Shega mulai mengeras.
“LO EMANG GAK PUNYA OTAK YA. BISA GAK SIH LO HARGAIN LYLY SEDIKIT AJA!” katanya semakin emosi.
“Mending lo pergi dari sini sebelum gue hajar!,” ucap Shega memberi peringatan.
“Oh lo beraninya sama cewe ya? CUPU TAU GA,” ucap Qyara yang membuat Shega semakin geram.
“Sini lo kalo berani,” tantang Qyara.
Shega mengabaikan Qyara, ia berjalan keluar kelas melaluinya. Ia lebih memilih untuk tidak meladeninya, Shega sadar ia sangat mudah terpancing emosi, bahakan terhadap wanita sekalipun. Jadi lebih baik ia mengindar saja dari pada ia harus bertarung dengan wanita yang bukan lawannya.
Shega sudah sangat muak dengan sikapnya Jolly yang terus saja mengejarnya, namun Shega akui memang Jolly sangatlah cantik, tapi ia sangat tidak suka dengan tingkah childish-nya, centil, dan manja. Dia sangat menghindari wanita semacam itu.
Kala Shega keluar kelas ia temukan Jolly sedang berdiri kaku di depan tong sampah dengan kotak makan di tangannya. Matanya sangat sendu, hatinya kembali hancur. Kali ini ia benar-benar dibuat Shega sehancur-hancurnya
“Lo bisa gak berhenti ngejar gue!” gumam pria berambut berantakan itu. Membuat Jolly menoleh pada sumber suara.
“Mau sampe kapan lo kaya gini terus Ga?” ucap wanita yang masih memegangi kotak makan itu.
“Jangan berharap apa pun dari gue, karena gue aja gak berharap apa pun dari lo. bahkan, kehadiran lo di dunia ini aja, itu bencana bagi gue!” ujar Shega sarkastis. Membuat hati Jolly semakin sakit teramat dalam.
“Terus maksud lo apa terima makanan yang gue kasih? Gue pikir lo udah mulai nerima perasaan gue,” ucapnya dengan nada lirih.
“Lo pikir gua mau makan makanan buatan lo?” ujar Shega dengan nada menekan, seraya mendekatkan diri pada Jolly hingga kini membuat si empu ketakutan.
“Setidaknya lo jangan buang kalo gak mau makan. Bisa kan lo kasih ke orang lain?” ucapnya, retina mata tidak pernah berbohong, air matanya begitu saja keluar tanpa permisi dari mata Jolly.
“Ck, lo pikir gue peduli?” kata Shega, rahangnya mulai mengeras.
“Lo pikir lu siapa? Gue harus repot-repot jaga perasaan lo?” lanjutnya lagi, seraya menghantam bahu Jolly dengan bahunya hingga saling bertabrakan dan membuat Jolly tersungkur di lantai.
Lagi-lagi kini Jolly meringis kesakitan yang kesekian kalinya oleh Shega. Namun, ia berusaha tegar agar bisa menguatkan diri dan bisa melanjutkan misinya.
Cukup lama Jolly berdiri di depan kelas Shega, bermonolog dengan diri sendiri. Akhirnya ia memutuskan pergi ke ruang seni, sudah sangat malas jika melanjutkan pembelajarannya. Kali ini ia hanya butuh waktu sendiri.
***
Pulang sekolah
“Mohon perhatian, panggilan kepada siswa bernama Jolly Dwyne Kheswaridari kelas 12 MIPA-1 dan Shega Aedelmaer dari kelas 12 MIPA-3 di tunggu di ruang BK, terima kasih.”
“Ck, mampus gue,” umpat jolly.
“Salah lo sendiri, ngapa gak balik ke kelas hah?” Tanya Qyara mengangkat sebelah alisnya.
“Yaa gue, mmm... suka-suka gue lah banyak tanya lo anjir,” jawab Jolly dengan tampang juteknya.
“HALAH, palingan lo lagi ngegalau kan di ruang seni? Sambil nyanyi-nyanyi lagu galau,” tebak Qyara .
“Dih! Nolep bat anjai, anti galau-galauan gua mah,” ucap Jolly seraya menyilangkan kedua tangannya.
“Ente kadang-kadang ente yah, rawrr...” tutur Qyara dengan nada khas alip cepmek.
“Udahlah, gue mau dihukum bareng ayang dulu. Bye,” ucapnya langsung lari meninggalkan Qyara.
“Ha ayang? Oh, Shega maksudnya? BTW kenapa dia juga dihukum ya, apa jangan-jangan tadi dia ke ruang seni bareng Shega?” batin Qyara sembari melihat punggung Jolly yang sudah berlari jauh.
***
Di kelas Shega
“Mohon perhatian, panggilan kepada siswa bernama Jolly Dwyne Kheswaridari kelas 12 MIPA-1 dan Shega Aedelmaer dari kelas 12 MIPA-3 di tunggu di ruang BK, terima kasih.”
“Nah loh Shega, lo dipanggil ke ruang BK. Anjir gak ada abisnya lo bolak-balik ruangan itu,” Ucap Birru teman dekat Shega.
“Sama Jolly lagi, wah abis ngapain lo pada,” tanya Artha penuh curiga.
Yang diajak bicara tidak menggubris sama sekali. Dengan kedua tangan dilipat sambil memasang wajah cool-nya.
“Minimal jawab lah cok. Gua cabut juga nih alis lo lama-lama,” ucap Birru kesal.
“Gak usah emosi gitu Ru. Nanti gigi lo bisa rontok kalo bikin kesel Shega.” Artha terkekeh.
Benar juga kata Artha, Birru yang badannya kalah atletis dengan Shega sudah pasti akan kalah jika berkelahi. Bagi Shega kalo Birru doang mah ditiup doang juga langsung innalillahi.
“Gue ngabisin waktu di halaman belakang tadi pas jam terakhir. Sialnya ada Pak Andri mergokin gua di sana,” Ujar Shega akhirnya menjawab pertanyaan Birru.
Setelah kejadian tadi Shega lebih memilih untuk menyendiri di halaman belakang. Ini sudah menjadi kebiasaannya ketika perasaannya gundah. Dan halaman belakang sudah menjadi tempat ternyamannya untuk menyendiri.
“Eh btw pasti tadi lo di labrak lagi kan sama Qyara?” tanya Artha penasaran.
“Pasti,” jawab Shega singkat.
“Anjir nyesel gua tadi ke kantin, aturan mah gua diem di kelas ya,” tutur Birru menyesal.
“Lah apa urusannya?” Tanya Artha heran.
“Seru gua liat orang ribut. hihihi,” jawab Birru menyengir kuda.
“Dasar lo jamil. Titisan ibu-ibu komlpek lu!” kata Artha yang di sambar dengan gelak tawa dari Birru.
“Eh anjir cakep bener,” tawa Birru tiba-tiba berhenti, matanya sudah membuat sempuna.
“Liat tuh,” tunjuk Birru.
Sega dan Artha menoleh ke arah yang ditunjuk Birru. Di sana Jolly sedang berjalan menuju ruanng BK yang tak jauh dari kelas mereka bertiga. Rambutnya berterbangan karena sepoian angin. Mereka bertiga sudah sering melihat Jolly, tapi kali ini auranya semakin terlihat cantik.
“Anjir, tambah cakep aja kalo rambutnya kena angin,” puji Artha.
“BERDAMAGE COYYY,” kata Birru.
“Biasa aja,” ucap Shega singkat.
“Pala lo lembek lo bilang biasa aja, gua mesti kasih lo kaca mata mins lima belas kalo gini,” canda Birru.
“Ahahah tolol,” ledek Artha.
“Kalo lo gak mau Lyly, mending buat gue aja Ga. Lo ada kesempatan emas ko ga diambil si heran, mending gua aja lah kalo gitu,” Ucap pria yang masih memperhatikan Jolly, yang tak lain adalah Birru.
“Gak peduli!” kata Shega yang masih melipatkan kedua tangan di dadanya.
“Ga, gue kasih tau nih ya, kalo lo emang bener-bener suka Lyly, mending sekarang lo terima dia aja, kesempatan gak datang dua kali men, Lyly juga manusia dia bisa kapan aja nyerah ngejar lo. Jadi, sebelum dia nyerah, lo mending cepet-cepet aja terima dia. Gak usah jual mahal gitu njir,” Ceramah Birru panjang lebar.
“Tumben omongan lo bermanfaat,” sarkas Artha.
“Anjir lo! Jadi selama ini gua ngomong gak ada faedahnya gitu?” kata Birru tak terima.
“Emang iya ege.”
“Parah lu.”
Di tengah perbincangan mereka bertiga Shega sebenarnya diam-diam memikirkan apa yang diucapkan Birru. Ia selalu dibuat berfikir kala teman-temannya membahas soal cinta. Secara, selama hidupnya Shega belum pernah merasakan jatuh cinta, karena menurutnya itu sangat tidak penting. Melihat kedua orang tuanya seperti itu, Shega tidak tertarik untuk memiliki pasangan atau bahkan menikah. Ia pikir tidak ada gunanya menikah jika pada akhirnya anak yang ia hasilkan nanti akan menderita sepertinya.
“Rasa cinta itu kaya gimana?” tanya Shega polos.
“Anjir lo gak pernah ngerasain?” tanya Artha kaget.
“Lo lupa kalo Shega gak pernah pacaran Thar?” Tanya Birru.
“Iya sih, tapi kalau pun gak pernah pacaran bukan berarti gak tau rasa cinta gimana dong?” kata Artha yang membuat Birru merasa heran juga.
“Lo bener-bener gak tau Ga?” tanya Birru.
“Gua gak ngerti,” jawab Shega polos.
Maklum saja Shega tidak mengerti bagaimana rasanya cinta. Semenjak ia lahir ke dunia ini, dia tidak pernah merasakan itu, bahkan dari orang tuanya saja tidak. Jadi wajar saja jika selama ini Shega berpikir jika hidupnya memang tidak berarti. Untuk apa dia menjadi anak yang baik? Untuk apa dia menjadi orang yanng bermanfaat? Untuk apa ia sukses? Itu semua tidak ada artinya. Karena tidak ada orang yang harus ia buat bangga.
Artha membeku di tempat, ia tak berkutik sama sekali. Hatinya teramat hancur melihat kekasihnya sendiri berciuman dengan pria lain. Ia melihatnya secara langsung seperti ini, oleh mata kepalanya sendiri, ini sangat sakit.“L-lo b-berdua ng-ngapain?” Artha berucap gelagapan. Ia tak bisa menahan dirinya. Rasa marah, sedih, hancur berkecamuk menjadi satu.Sontak Shega dan Jolly menghentikan kegiatannya. Dengan susah payah wanita itu mengancingkan kembali pakaiannya. Terlukis rasa panik di wajahnya.“Lancang banget lo main masuk kamar orang tanpa permisi!!” Shega nampak marah. Pria itu hendak mendekat pada Artha, namun tangkas Jolly menahannya.“LO YANG LANCANG BERBUAT JIJIK KAYAK GITU SAMA CEWE GUE!!!” Artha berteriak, rahangnya kini sudah mengeras, jarinya menunjuk ke arah Shega.“ARTHA!” Jolly semakin panik. Ia nampak bingung harus berbuat apa.“APA? GUE UDAH MUAK SAMA MISI LO! GUE UDAH GAK MAU LAGI NYEMBUNYIIN HUBUNGAN KITA BERDUA.” Pria itu sangat emosi. Kedua tangannya pun sudah men
“Gue masih gak nyangka Dara kayak gitu,” Ucap Qyara, seraya mengambil satu bisquit yang di sediakan di rumah Artha. Setelah pulang sekolah mereka tidak langsung pergi. Artha mengajak temannya untuk berkumpul di rumahnya.“Sama, padahal di liat-liat dia kaya dari orang berada.” Sambung Birru.“Justru itu. dia keliatan kaya orang berada karena dari pekerjaannya jadi pelacur. Itu bikin dia kaya.” Timpal Artha.“Iya juga yah. Kok lo pinter banget Tha?” Kata Birru.“Yeuu ... emang gue mah pinter kali.” Sahut Artha.“Btw lo tau gak sih. Barusan Dara chat gue.” gubris Jolly. Hal ini membuat temannya penasaran.“Hah. Serius? Chat apaan dia.” Tanya Qyara. Ia telah memasang wajah serius.“Dia minta maaf. Terus dia jujur sama gue, kalau dia emang gak suka sama gue sejak kecil. Makannya sekarang dia selalu ganggu kehidupan gue.” Lanjut Jolly bercerita.“Kok dari kecil, emang lo berdua udah kenal?” Birru merasa aneh. Pria itu mengerutkan dahinya.“Nah ini makannya. Ternyata dia anak ART di rumah g
“Lo ngapain?” Shega memutar badan ketika merasa ada yang mengikuti dari belakang. Shega mendapati Brandon di sana.“Gue mau kejar Lyly.” Sontak Brandon melanjutkan perjalanannya. Ia lari mengejar Jolly.“Lo gak usah kejar Lyly. gue pacarnya lebih berhak.” Shega berteriak, hal ini membuat Brandon menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik menghadap Shega.Ia menatap Shega amat dalam, nampaknya pria itu berbicara serius. Tidak terlukis kebohongan pada wajahnya.“Gue resmi pacaran sama Jolly dari kemarin malam. jadi mulai sekarang, lo gak usah deket-deket sama dia lagi.” Shega berucap dengan nada yang dingin. Kemudian ia melaluli Brandon begitu saja.Kalimat itu berhasil mematahkan hati Brandon. Perasaan sakit, sedih, hancur berkecamuk menjadi satu. Ini adalah hal yang paling ia takutkan. Melihat perempuan yang di cinta bersama orang lain. Setelah ini tidak ada alasan lagi untuk berjuang mendapatkan cintanya.Air mata menggenang di matanya. Kini ia tak bisa menahannya. Rasa sakit kian su
Pagi ini Jolly berangkat bersama Shega yang kini sudah menjadi pacarnya. Ia amat bahagia, sepanjang jalan Jolly tidak melepaskan genggaman pria itu. Tangan mereka kini saling bertautan.Namun sepanjang jalan wanita itu merasa aneh. Setiap orang yang melihatnya menatap dengan tatapan tajam. Hal ini membuat Jolly mengerutkan dahinya, ia merasa aneh.“Lyly, sekarang lo baik-baik aja kan? lo gak papa kan? please dengerin gue yah. Gue percaya sama lo, gue yakin itu bukan lo. Jangan dengerin omongan orang lain yah. Lo bodo amatin aja.” Sapa Qyara panjang lebar. Terlukis rasa panik di wajahnya. Sementara Jolly menatap temannya penuh arti. “Maksudnya apa?” Batinnya.“Lo kenapa sih?” Jolly bertanya.“Gue tau lo pasti terpuruk banget. Tapi gue sebagai sahabat lo, gua gak bakal ninggalin lo kok. Gue mau bantu lo nyari pelaku di balik semua ini.” Lanjutnya lagi.“Apaan sih? Orang gue gak papa.” Ujar Jolly santai.“Bentar, emang yang lo tau, Lyly kenapa?” Shega merasa ada yang janggal.“Lah lo gak
Shega terduduk pada kursi balkon kamar Jolly usai makan malam. Pria itu menatap kosong pada langit gelap nan pekat. Pikirannya kini di penuhi oleh perempuan yang kini terus mengejarnya. Shega juga memikirkan bagaimana perasaan yang sebenarnya. Akhir-akhir ini ia merasa tak suka jika Jolly dekat dengan pria lain, seperti Brandon misalnya. Apa mungkin ini rasa cemburu? Shega saja tidak tahu, bahkan tidak mengerti.“Buset! lo dari tadi di sini? Bunda nyariin noh.” Sapa Jolly. Wanita itu nampak gusar mencari pria bernama Shega ini.Tak ada jawaban, Shega masih saja menikmati lamunannya.“Shega! nyaut kek, elah.” Jolly nampak gusar.“Kamar lo udah bersih noh. Udah Bunda beresin.” Cerocos Jolly, wanita itu terus saja mengoceh.Malam ini Shega akan menginap di rumah Jolly. Itu pun karena Bunda yang memaksa. Bahkan sebenarnya Purwa menyuruh Shega agar tinggal bersama saja di rumahnya, agar pria itu tidak merasa kesepian. Namun Shega menolak, ia merasa tidak enak jika hidup dengan orang lain.
Hari semakin larut. Sementara Shega belum terbangun dari tidurnya. Jolly nampak gusar membangunkan pria itu berkali-kali, namun Shega tak kunjung membuka mata.“Shegaaa ... ayo banguuunnn ...” wanita itu bersi keras membangunkan pria yang tertidur pulas pada ranjang miliknya.“Sumpah lo kebo banget!” Ia semakin gusar.Muncul ide gila di otaknya, wanita itu tersenyum menyeringai.“Apa gue bales dendam sekarang aja ya.” Pikir Jolly, telunjuknya mengetuk pelan pada bibir mungilnya.“Hm ... gue bales perlakuan lo tadi sekarang juga,” ucapnya.Setelah berucap seperti itu, Jolly mengusap pelan pada dada bidang milik Shega. telapak tangannya menyelusuri di setiap sisi. Tak lupa leher jenjang pria itu Jolly usap dengan lembut.Jolly melirik Shega sesaat, ia amat kecewa karena perlakuannya tidak memberikan reaksi pada pria itu. Apa ia harus melakukan hal yang lebih intim lagi?perlahan Jolly membuka kancing baju yang Shega kenakan. Satu persatu ia buka, maka semakin terekspos dada beserta abs-