Dentang jarum jam terasa begitu berisik di telinga Axel. Sejak pagi di merasa perasaannya tidak enak. Seakan-akan ada hal besar yang akan terjadi, tapi dia tidak tahu apa itu.Sudah berulang kali dia mengubah posisi tidur, berharap matanya segera terpejam.“Aaakh!” Axel menggusar rambut dengan kasar. Dia kesal karena rasa kantuk yang sangat tetap tidak bisa membuatnya tidur pulas. Matanya sudah pegal karena terus terjaga. Sedangkan jam di nakas sudah menunjukkan pukul 01.00.“Astaga, udah lewat tengah malam. Ada apa, sih, ini?”Axel beranjak turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Mungkin saja setelah membasuh wajah dia bisa tidur. Saat keluar dari kamar mandi, Axel merasa ada yang nyeri di ulu hati."Agni!”Entah kenapa tiba-tiba dia teringat dengan Agni yang entah ada di mana. Lamunannya kini mencoba mengingat setiap momen indah yang pernah mereka lewati bersama selama delapan belas tahun bersahabat.Agni yang bawel, manja, tapi kadang pemarah. Gadis itu pengertian, lucu, tapi ka
Soraya dan Mia tersenyum puas melihat hasil karya tangan mereka di wajah Agni.“Waaau, baru kali ini aku puas sama kerjaanku sendiri,” ucap Mia membuat Agni mendecih. Meski dia akui riasan tersebut sangat membuatnya terlihat cantik, tapi hatinya tidak sejalan dengan apa yang orang lain lihat. Tidak ada kebahagiaan sama sekali yang terpancar di wajahnya. “Iya, Nona Agni cantik banget,” puji Soraya menimpali.“Sudah selesai?” tanya Damar yang langsung masuk ke kamar Agni tanpa mengetuk pintu.Dia langsung tersenyum saat melihat Agni sudah selesai dirias.“Ayo kita berangkat, atau keluarga Tian akan marah.”Soraya sekali lagi merapikan penampilan Agni, sedangkan Mia membereskan semua peralatan mereka yang berantakan di ranjang dan meja rias.Dengan langkah gontai Agni mengikuti Damar yang sudah membuka pintu mobil.Sekali lagi Agni memutar bola mata. ‘Bahkan mobil pun kiriman dari Tian.’Damar sama sekali tidak punya andil apa pun dalam pernikahan keponakannya tersebut. Dia hanya terima
Dalam satu sentakan Tian menarik kasar tangan Agni hingga gadis itu bangkit mengikuti Tian. Langkah kakinya beberapa kali terseok-seok saat Tian menggeret paksa tangannya. Kini dia tahu kalau Tian sedang kesal. Meski begitu tidak ada sedikit pun niat dalam hatinya untuk meminta maaf.Tian melepas tangan Agni saat sudah berada di depan gedung tempat resepsi.“Tolong jangan buat malu aku. Terserah kalau kamu belum menyukaiku, tapi sebagai istri kamu harus menjaga kehormatan suami, kan?” tegas Tian. Dia meraih lagi tangan Agni yang tadi dilepaskan. Tetapi kali ini dengan pegangan yang lembut penuh cinta. Agni bungkam. Dalam hati dia membenarkan ucapan Tian yang mengatakan seorang istri harus menjaga kehormatan suami.Mau tidak mau akhirnya Agni mengikuti langkah Tian menuju panggung pelaminan yang begitu megah. Lagi-lagi tatapan para tamu begitu takjub pada pasangan pengantin baru tersebut."Wah, mereka sangat serasi.” Pujian berasal dari beberapa wanita sosialita.“Istri Tian cantik se
Tanpa sepengetahuan Tian yang masih betah berada di bawah selimut, Agni meneteskan air mata. Ternyata berada jauh dari Axel sangat menyakiti hatinya. Pun ia tidak kuat jika terus bersitentangan dengan Tian.Niat hati menjauh untuk melupakan, menyimpan sendiri rasa cintanya yang begitu besar di dasar hati. Tetapi pada kenyataannya sungguh sangat menyakitkan. Rasa rindunya makin hari makin meluap. Entah sampai kapan dia bisa menanggung semua ini sendiri. Napasnya sesak setiap kali bayangan Axel dan dirinya dulu melambai seolah ingin diingat. Karena sudah tidak tahan lagi akhirnya Agni kembali masuk ke kamar mandi untuk melampiaskan tangisnya. Tian yang menyadari gerak Agni menjauh pun keluar dari selimut yang tadi menutup seluruh tubuh. Dia melihat Agni masuk ke kamar mandi."Seharusnya aku yang marah, kan? Tapi kenapa dia yang marah sama aku?" gumam Tian.Karena penasaran, Tian menyusul Agni ke kamar mandi. Kunci yang rusak akibat didobrak Tian tadi membuat pria itu bisa masuk dengan
Cukup lama mereka mengobrol bersama. Hingga lahirnya waktu makan malam. Agni merasa tidak nyaman di rumah mertuanya. Apalagi Tian sejak tadi sama sekali tidak acuh padanya. Jadi dia merasa serba salah harus bersikap bagaimana.“Ajak Agni istirahat di kamar, Tian. Mungkin dia lelah,” tawar mama Tian yang langsung diangguki oleh sang putra.Tian melenggang begitu saja, Agni yang tahu diri pun bangkit dari duduk dan mengikuti Tian dari belakang setelah menundukkan tubuh kepada kedua mertuanya tanda pamit.Agni terkesima pada kamar Tian yang tapi, bersih dan wangi. Padahal sepertinya Tian orang tidak terlalu memperhatikan penampilan, tapi tidak menyangka kamarnya seperti itu.Tian masih tidak mengatakan apa pun pada Agni. Dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Meninggalkan Agni yang tidak tahu harus berbuat apa di kamar suaminya yang masih begitu asing. Alhasil dia hanya duduk di sofa panjang yang ada di salah satu sudut. Berhadapan dengan televisi layar datar di hadap
Rumah Tian tidak terlalu jauh dari rumahnya. Hanya berjarak sekitar setengah jam dengan mengendarai mobil. Papa dan mama Tian tidak ikut mengantar karena ada hal penting terkait pekerjaan papanya. Jadi hanya mereka berdua saja.Pagar besi yang menjulang dibuka oleh seorang petugas keamanan membuat mobil Tian langsung masuk tanpa menunggu lama. Kendaraan roda empat itu langsung masuk ke garasi. Agni mengikuti Tian turun dari mobil dan menuju pintu utama yang sudah terbuka.“Silakan masuk, Tuan, Nyonya.” Seorang wanita perih baya mempersilakan mereka masuk.“Makasih, Bik. Ini Agni, istri saya.”Agni langsung mengangguk dan tersenyum ramah. Ternyata di rumah ini sudah ada pembantu. Pasti Tian sudah mempersiapkan semua ini sejak lama. Hati Agni menjadi gamang karena dia tahu sama sekali tidak bisa memberi kebahagiaan seperti yang diinginkan Tian dan para suami lainnya.Dia menatap punggung Tian yang menjauh. Ada rasa bersalah yang menyelinap di hatinya. “Ayo, Nyonya. Masuk.”“I-iya, Bik.
“Agniii!”Axel terbangun sambil berteriak memanggil nama Agni. Tubuhnya sudah basah oleh peluh yang mengalir di sekujur tubuh.“Astaga, untung cuma mimpi,” lirihnya pelan seraya mengusap wajah kasar.Ternyata dia sedang mimpi tentang Agni. Mungkin karena terlalu sering memikirkan wanita itu, jadi alam bawah sadarnya menyimpan memori satu nama hingga terwujud dalam alam mimpi yang terasa sangat nyata bagi Axel. Pemuda tampan berusia dua puluh tiga tahun itu segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Dia ingin mencuci muka menghilangkan kegundahan akibat mimpi yang dialami barusan. Axel memandang wajahnya sendiri di cermin. Sisa-sisa keringat masih menempel di wajahnya. Dia mengingat lagi semua yang terjadi di mimpi tadi. Dari Agni yang berpenampilan berbeda, sampai seorang laki-laki yang mengaku suaminya meski Agni tidak menolak atau pun membenarkan.Wajah laki-laki yang sempat memukulnya dalam mimpi tadi tidak terlalu jelas. Jadi Axel tidak tahu siapa pria tersebut.“Apa kamu me
“Ya bagus, dong? Siapa tahu sebentar lagi bakalan ketemu beneran.”“Gue belum selesai,” kesal Axel. Arkan pun terkekeh geli sambil menunjukkan deretan giginya.“Di mimpi itu Agni udah punya suami. Dan ... dia beda banget. Nggak kayak Agni yang kita kenal selama ini.”Arkan mulai memasang wajah serius mendengarkan cerita sahabatnya tersebut.“Dia makin cantik, sih. Tapi mukanya kayak nggak bahagia gitu. Dan wajah cowok yang ngaku sebagai suaminya itu nggak jelas.”Arkan mengembuskan napas berat.“Lo sering mikirin Agni, ya?” tanya Arkan.Axel tidak menjawab, hanya menundukkan kepala seraya mengangguk lemah.“Sebenarnya mungkin itu yang bikin Lo sampe mimpiin dia. Kalo soal apa yang terjadi di mimpi itu ... bisa jadi itu bener, tapi nggak menutup kemungkinan itu malah sebaliknya dari yang terjadi di dunia nyata.”“Maksud Lo?” Axel menautkan alis tidak mengerti dengan ucapan Arkan.“Kemungkinan dia memang udah menikah dan dia kurang bahagia mungkin sama suaminya. Kemungkinan kedua dia be