Gladys sedang duduk sembari mengupas buah apel. Dia masih mencoba mengingat kejadian semalam. Rasanya sangat aneh, dia bisa sampai melupakan kejadian yang membuatnya dia pingsan.
“Aaaw!” Gladys meringis kesakitan, sampai-sampai dia menjatuhkan pisau yang sedang dipegangnya. Kenapa setiap dia berusaha mengingat memori dalam otaknya, kepalanya ini selalu berdenyut? Biasanya dia tak pernah seperti ini sebelumnya.
“Kamu kenapa?” tanya Keenan yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat Gladys. Laki-laki itu langsung berlari ke arah Gladys dengan ekspresi khawatir.
Untuk sesaat Gladys termangu saat melihat ekspresi wajah Keenan yang seperti itu. Semengkhawatirkan itu kah kondisi Gladys? Sampai-sampai laki-laki kejam itu memasang ekspresi wajah yang sangat tidak biasa? Apa dia sedang sekarang sedang dalam mode waras? Tapi jika dia khawatir seperti ini, hati Gladys terasa menghangat.
“Dys?”
Sekejap Gladys menggelengkan kep
‘Oh, Tuhan! Kenapa keberuntungan tidak berpihak padaku hari ini?’ batin gadis bersurai pendek.Gladys menatap dengan tatapan cemas, ketika melihat sosok laki-laki yang dia kenali itu datang menghampirinya. Dengan sekejap mata, dia sudah bisa mengetahui bahwa laki-laki itu tidak suka dengan apa yang sedang dilihatnya. Gladys dan Aidan hanya bisa mematung sampai laki-laki itu benar-benar berdiri di samping sang gadis.“Sedang apa kalian?” tanya laki-laki itu penuh selidik dan kecurigaan.“Sedang mengobrol. Apa kamu tidak lihat?” timpal Aidan dengan tatapan tajam. Seolah tak ingin kalah dari aura Keenan yang terkesan sangat mendominasi sekitar.“Harus sambil pegangan tangan?” Mata Keenan mengarah pada tangan Aidan yang sedang mencengkram pergelangan tangan Gladys.Dengan secepat kilat, Aidan melepaskan cengkramannya. Laki-laki itu membuang muka, merasa kepergok oleh sepupu … ah tidak, karena ini d
Ya, Keenan tentu butuh beradaptasi. Tak mudah baginya untuk lepas dari kebiasaan aneh yang sudah dia geluti bertahun-tahun. Tapi demi Gladys, dia akan mencoba untuk sedikit demi sedikit mengurangi hobi anehnya itu.Jika ditanya alasan kenapa Keenan mau melakukan hal itu. Jawabannya, karena Keenan benar-benar sudah menaruh hati pada Gladys. Entah sejak kapan benih rasa sayang itu muncul di hati Keenan. Dan … Keenan baru merasakan perasaan hangat seperti itu. Sepertinya Gladys memiliki daya tarik sendiri bagi Keenan. Selain itu, dia juga merasa bersalah pada Gladys.“Gladys, walau kamu menolak. Aku akan tetap memaksa. Maaf, karena aku tidak bisa melepaskanmu.” Sosok laki-laki itu kemudian beranjak dari sofa dan kemudian langsung menuju meja kerjanya.“Apa kamu menyayangiku?” tanya Gladys. Dia harus tahu perasaan Keenan sebenarnya, sebelum dia menjawab.Mendengar pertanyaan Gladys, laki-laki itu menoleh. “Sebaiknya kita a
Gladys merasa perasaannya tidak enak. Sejak kedatangan Giselle ke kantornya, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Feeling-nya mengatakan bahwa wanita paruh baya itu ada maksud lain ke sini, bukan sekedar menyapa anaknya.Tak lama kemudian, wanita yang mengenakan blazer abu-abu itu keluar dari ruang kerja Keenan. Raut wajahnya terlihat sangat marah. Ketika wanita itu melirik sinis ke arah Gladys, gadis itu langsung menganggukkan kepalanya.“Terima kasih, sudah datang, Bu,” ucap Gladys yang tiba-tiba merasa terintimidasi. Tatapan itu sama seperti tatapan Keenan jika sedang marah. Sebenarnya ada apa ini?Giselle tak menggubris Gladys sama sekali. Wanita itu langsung berlalu begitu saja. Sungguh Gladys merasa merinding ketika mendapati tatapan seperti itu. Masalahnya tatapan itu lebih membunuh dari pada tatapan Keenan.“Ah, kenapa Bu Giselle terlihat marah seperti itu? Dan … ternyata ibu dan anak sama saja,” gumam Gladys yan
Harap bijak dalam membaca~Happy reading, kak~***“Argh!” Keenan menggeram lantas memukul kemudinya, saat mobilnya baru saja terparkir di garasi rumahnya. “Sial! Aku malah menginggat perempuan jahanam itu!” berang Keenan.Mengungkit kejadian lima belas tahun lalu, membuat Keenan mengingat kembali kejadian mengerikan itu. “Argh!” erangnnya lagi sambil menjambak rambutnya sendiri. Dia kembali mengingat perempuan muda berumur awal tiga puluhan, yang tak segan menyiksanya kala itu.“Ah, Shit!” teriaknya frustarasi. Ah, niat Keenan mengungkit kejadian itu untuk menggretak pamannya. Tapi sebaliknya, dia yang terjebak dengan masa lalunya sendiri. Sial, ternyata senjata makan tuan.Keenan segera keluar dari mobil dengan hati yang masih bergejolak. Karena emosinya terpancing, membuat Keenan ingin menyalurkan emosinya. Tapi … dia sudah berjanji pada Gl
Harap bijak dalam membaca~ Happy reading~ *** Rasa perih dan sakit kini dirasakan oleh Gladys. Dia juga bisa merasakan bokongnya sedikit panas. Apa-apaan ini? Kenapa Keenan dengan tiba-tiba melakukan spanking pada Gladys. Ya! Dia menampar bokong Gladys dengan tiba-tiba. Plak! “Eugh!” Gladys tersentak ketika tamparan itu melayang untuk ketiga kalinya. “Ah … Keenan,” desah Gladys ketika tangan Keenan yang satunya memilin puncak kecokelatan pada salah satu aset kembar Gladys. Lagi-lagi Keenan melakukan hal itu beberapa kali. Sampai … entahlah, tiba-tiba ada perasaan aneh yang menjalar di dalam tubuh Gladys. Dia merasa hasratnya naik. Awalnya dia hanya merasakan sakit dan perih. Namun, sekarang dia merasakan perasaan senang dan ketagihan. Gladys selalu mendesah saat Keenan melakukan spanking. Benar, ada sensasi yang berbeda. Dia enggan mengakui hal ini, tapi … jujur saja Gladys menyukainya. Dari segala
“Aku juga harus ikut?” Gladys bertanya disela-sela makan malam antara dirinya dengan Keenan. Pasca malam itu hubungan mereka semakin dekat. Tanpa disadari Gladys sudah menaruh hati pada laki-laki itu. Begitu pun sebaliknya, sepertinya Keenan juga menaruh hati pada Gladys.Keenan hanya mengangguk sambil menyantap hidangan makan malamnya.“Kenapa harus aku? Kenapa nggak Mas Erza?” tanya Gladys bingung.“Sudahlah, aku penginnya kamu. Jadi menurut saja.” Jawaban Keenan tidak memecahkan masalah bagi Gladys.Memang, Gladys sering menemani Keenan untuk tugas perjalanan dinas keluar kota. Tapi kali ini rasanya berbeda. Tadi Keenan mengatakan, bahwa akan menyusun proyek baru dan hanya orang-orang terpilih saja yang bisa menemaninya. Entah siapa saja orang-orang terpilih itu, tapi Gladys adalah salah satunya.“Jangan beritahu apa pun pada Erza. Kamu diam saja dan ikuti perintahku,” tandasnya.Gladys pun
Gladys merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran king size. Dia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Pikirannya kini mulai berkelana, memikirkan banyak hal. Dia menarik napas dalam. Ternyata keluarga Keenan menyimpan banyak misteri.Pasca Keenan menceritakan sedikit tentang keluarganya, diam-diam Gladys mencari informasi tentang Wardhana Grup. Walau pun tak banyak yang dia dapatkan. Tapi dia bisa menyimpulkan satu hal. Kemungkinan besar Andrean —ayah Keenan— meninggal karena mempertahankan file yang ada di dalam hard disk itu.“Ternyata file itu benar-benar penting. Wajar saja Keenan mengerjakan ini sendirian.” Gladys memijit keningnya, dia merasa sedikit pusing. “Tapi apa benar Pak Adrian lah yang mengincar file tersebut? Rasanya tidak mungkin,” imbuhnya.“Ah ….” Gladys mendesah. Dirinya semakin penasaran dan ingin mencari tahu lebih dalam mengenai kejadian lima belas tahun lalu
Saat ini baik Keenan atau pun Gladys, sedang sama-sama penasaran dengan masa lalu diantara mereka. Lima belas tahun lalu ternyata mereka memiliki masa-masa yang sulit. Tapi kenapa Gladys bisa sesantai itu sekarang? Apa karena dia kehilangan ingatannya? Ah, Keenan merasa iri pada gadis itu. Sepertinya lebih baik dia juga hilang ingatan. Agar dia tidak merasakan luka dari masa lalunya, yang masih membekas dengan jelas di hati dan juga ingatannya.“Kamu kenapa lihat aku begitu?” tanya Gladys yang merasa sedang diawasi oleh Keenan.Iya, sedari tadi memang Keenan menatap Gladys.“Oh … nggak. Ngomong-omong, Gladys,” panggil Keenan dan Gladys hanya menarik sudut bibirnya, menyahut panggilan dari Keenan. “Kamu yakin tidak memiliki trauma?” tanya Keenan lagi. Dia ingin mencoba memancing Gladys. Baginya, mana mungkin sebuah trauma bisa dilupakan begitu saja.“Kenapa bertanya itu lagi? Trauma apa, sih? Aku nggak punya