Share

BAB 9 PERGULATAN AMARAH

#Pergulatan Amarah

Bu Zahra tiba-tiba melepas pegangan tangan Firda. Dia melangkahkan kakinya kearah anak lelakinya itu  dengan gontai, air mata yang meleleh dia sapu dengan tangannya. Gejolak bathinnya bergemuruh meluap-luap didada mertua Firda itu

Firda hanya memandangi mertuanya yang telah pergi dari sampingnya itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan mertuanya itu.

"Plak!"

Tamparan keras dilayangkan bu Zahra di pipi Gunarso hingga empat kali. Laki-laki itu sangat kaget karena tiba-tiba ibu yang melahirkan  ada didepannya. Dia tidak menyadari jika ibunya mengawasi sejak tadi . Gunarso pasrah tak berkutik dihadapan ibunya.

"Lho siapa kamu kok tiba-tiba menampar suamiku, dasar wanita tua nggak tahu adat," teriak Zana melihat suaminya ditampar tanpa melawan.

"Apa katamu, coba ulangi!" 

Bu Zahra menatap tajam penuh dengan emosi yang menguasai hatinya, mencoba mengenali perempuan yang memakai rok seksi pendek dengan tanktop warna biru itu.

 

"Kamu itu siapa? berani-beraninya melakukan itu pada suami tampanku ini. Jika dia sampai terluka kulaporkan kau pada polisi," ujar Zana dengan pedas kepada bu Zahra yang menatap dengan tajam kearahnya itu.

"Kamu yakin pingin tahu siapa aku, pelakor ?" ujar bu Zahra hingga giginya gemeretak menahan amarah.

""E ... eh ... eh malah menyebutku pelakor. Dia ini suamiku tahu," ujar Zana dengan muka sok genit menggamit lengan Gunarso.

Gunarso menyibakkan tangan Zana kemudian membentaknya dengan suara yang sangat keras, "Zana diam!"

"Bagaimana saya bisa diam, kau dilecehkan didepanku seperti ini," Zana tetap bersikukuh tetap ingin bicara dengan wanita yang ada didepannya.

Selama ini memang Gunarso  tidak pernah memberitahu juga mengenalkan Zana  pada ibu yang sangat di cintainya itu, begitu pula sebaliknya.

'Diam, Zana! Sekali lagi Gunarso membentak candiknya itu

 "Mana ponselmu, Mas. Aku mau laporkan wanita tua ini ke kantor polisi dengan tuduh pencemaran nama baik," ujar Zana berapi-api.

"Sudah ... cukup Zana," teriak Gunarso

"Tidak Mas, pokoknya harus lapor biar nggak kurang ajar wanita tak tahu diri itu," cerocos Zana seperti kereta api.

Ayo laporkan polisi, aku sama sekali tidak takut dan kau Gunarso lelaki yang tak tahu diuntung jangan pernah datang kerumahku lagi sampai kau jelaskan siapa perempuan murahan itu," ujar bu Zahra sambil menunjuk muka anaknya dengan kasar penuh amarah.

"Firda kemari nduk, Kau benar lelaki tidak tahu diri ini layak untuk tidak dihargai," ujar bu Halimah sambil menunjuk Gunarso

Firda yang sedari tadi menatap sedih perdebatan antara mertua dan anaknya itu tak bisa bicara, lidah terasa kelu, mata terasa buram dikaburkan oleh air mata yang terus mengembang di pelupuk matanya. 

Wanita itu masih bersandar di cagak  dinding bulat kokoh  tak jauh dari ruangan VIP agar tubuhnya tidak limbung dan tetap kuat menghadapi kenyataan pahit di hadapannya itu. Dia paksa kakinya  melangkah gontai menuju mertuanya itu sesekali sambil mengusap air mata yang terus merembes berontak ingin keluar dari pelupuk matanya.

"Ka- kamu disini juga dik," ujar Gunarso pada Firda terbata-bata

"Ia aku disini menyaksikan seluruh perbuatan baik suamiku tercinta yang sedang terbuai asmara candik kesayangannya. Aku bahagia melihat suamiku yang baik hati dan bijaksana serta menafkahi aku berlimpah ruah sedang menikmati kehidupan barunya," ujar Firda menyindir dengan tatapan kosong ke arah Gunarso.

"Dik, ini tidak seperti yang kau lihat. Dia hanya sebuah kesalahan saja," ujar Gunarso pucat pasi sambil memegang dua  bahu Firda.

"Kesalahan yang kau nikmati, kan Mas? Hingga beranak, kau pikir siapa yang mengirim photo adegan mesra dan cabul ke ponselmu kemarin itu. Aku berharap saat itu kamu mengatakan dengan mulutmu sendiri tetapi kau tidak menggunakan kesempatan dengan baik," ujar Firda panjang lebar.

"Apa kau pikir kamu akan bahagia jika bersanding dengan wanita itu. Jika itu membuat kamu bahagia aku akan pergi darimu mulai hari ini," ujar Firda pada suaminya

"Hai kamu siapa lagi ? Apa kau mau mengambil suamiku," ujar Zana dengan berapi-api mengetahui suaminya memegang bahu Firda dengan penuh cinta dan kasih sayang itu.

 Tangan Zana  langsung menjambak rambut Firda dengan kuat karena dia terbakar rasa cemburu didadanya, baginya Gunarso adalah segalanya.

 Firda pun membalas karena merasa sakit rambutnya yang ditarik dengan kuat serta di acak-acak oleh Zana. Mereka sudah lupa jika masih berada dirumah sakit hampir semua orang yang berlalu lalang mengawasi.

Dua wanita ini bergumul saling menjambak dan menindih berguling-guling di teras ruang VIP itu. Semua mata yang lewat di area itu memandang dan berhenti. Mereka berbisik-bisik mengatakan perkelahian antara istri sah dan pelakor.

Gunarso mencoba memisahkan mereka, satu cakaran dan tamparan mendarat di wajah gagah kharismatik itu. Lelaki itu mendekap dengan erat Firda  di dadanya agar Zana tidak terus menyerang.  

Bu Zahra mendekati Zana

"Plak!" 

Tamparan keras dilayangkan dipipi Zana dua kali kanan dan kiri. Wanita itu meraba pipinya yang panas kemudian menangis tergugu dengan suara keras.

"Mas Gun, kenapa kau membela wanita itu? Kau lihat wanita tua ini menyerang dan menganiaya aku," ujar Zana mengadu ditengah tangisnya.

"Kalau kamu nggak mau diam aku pergi darimu dan tak akan kembali lagi, wanita yang kau sebut tua dan kurang ajar itu adalah wanita yang melahirkan dan membesarkanku, paham Kau!"  pekik Gunarso sambil melotot kearah Zana. 

Zana melongo, tulang-tulang ditubuhnya seakan lepas dari raganya hingga dia terduduk dilantai tanpa  ekspresi.

Berjuta penyesalan menghampirinya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Seharusnya wanita itu jadi jalannya untuk meraih simpati justeru hari ini berkonflik.

Gunarso masih mendekap dan memeluk erat melindungi Firda didada bidangnya , wanita itu masih terisak dan sangat terluka bathinnya. Biasanya dada bidang ini selalu menenangkan jiwanya tapi tidak untuk hari ini. 

Seluruh air matanya membasahi kemeja Gunarso. Lelaki itu memeluknya penuh penyesalan, disaat dia menepuk-nepuk bahu istrinya netra matanya menangkap karangan bunga besar tertulis namanya dan Zana Karunia. Lelaki itu menghela napas panjang menyadari jika istrinya telah mengetahui semua perbuatannya.

Karangan bunga itu masih dikerubuti banyak orang serta  dijadikan  obyek  selfi. Rasa malu Gunarso  sungguh tidak tertahan hingga sampai dasar hatinya, dia tidak mengira jika akan seperti ini.

Firda melepaskan pelukan suaminya dengan kasar kemudian mendorong suaminya menjauh dari tubuhnya. Meskipun Gunarso berusaha menenangkannya tapi Firda terlanjur terluka dan sakit hati. 

Istrinya berlari  meninggalkan Gunarso tanpa arah  dan mertuanya dia dia tinggal begitu saja.

 Dia abaikan rasa panas di pipinya bekas cakaran Zana, rambutnya yang berantakan dibiarkan lepas begitu saja. Sesekali langkahnya diiringi isak tangis yang sulit dia hentikan. 

Dia berhenti diujung lorong rumah sakit, menata nafasnya yang masih tersengal-sengal. Seluruh raganya seakan remuk, tiba-tiba dunia terasa gelap dan tubuhnya melayang entah dimana.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Adindatsaa
sungguh keterlaluan si Zana
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status