#Pergulatan Amarah
Bu Zahra tiba-tiba melepas pegangan tangan Firda. Dia melangkahkan kakinya kearah anak lelakinya itu dengan gontai, air mata yang meleleh dia sapu dengan tangannya. Gejolak bathinnya bergemuruh meluap-luap didada mertua Firda itu
Firda hanya memandangi mertuanya yang telah pergi dari sampingnya itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan mertuanya itu.
"Plak!"
Tamparan keras dilayangkan bu Zahra di pipi Gunarso hingga empat kali. Laki-laki itu sangat kaget karena tiba-tiba ibu yang melahirkan ada didepannya. Dia tidak menyadari jika ibunya mengawasi sejak tadi . Gunarso pasrah tak berkutik dihadapan ibunya."Lho siapa kamu kok tiba-tiba menampar suamiku, dasar wanita tua nggak tahu adat," teriak Zana melihat suaminya ditampar tanpa melawan.
"Apa katamu, coba ulangi!"
Bu Zahra menatap tajam penuh dengan emosi yang menguasai hatinya, mencoba mengenali perempuan yang memakai rok seksi pendek dengan tanktop warna biru itu. "Kamu itu siapa? berani-beraninya melakukan itu pada suami tampanku ini. Jika dia sampai terluka kulaporkan kau pada polisi," ujar Zana dengan pedas kepada bu Zahra yang menatap dengan tajam kearahnya itu."Kamu yakin pingin tahu siapa aku, pelakor ?" ujar bu Zahra hingga giginya gemeretak menahan amarah.
""E ... eh ... eh malah menyebutku pelakor. Dia ini suamiku tahu," ujar Zana dengan muka sok genit menggamit lengan Gunarso.
Gunarso menyibakkan tangan Zana kemudian membentaknya dengan suara yang sangat keras, "Zana diam!"
"Bagaimana saya bisa diam, kau dilecehkan didepanku seperti ini," Zana tetap bersikukuh tetap ingin bicara dengan wanita yang ada didepannya.
Selama ini memang Gunarso tidak pernah memberitahu juga mengenalkan Zana pada ibu yang sangat di cintainya itu, begitu pula sebaliknya.
'Diam, Zana! Sekali lagi Gunarso membentak candiknya itu
"Mana ponselmu, Mas. Aku mau laporkan wanita tua ini ke kantor polisi dengan tuduh pencemaran nama baik," ujar Zana berapi-api.
"Sudah ... cukup Zana," teriak Gunarso
"Tidak Mas, pokoknya harus lapor biar nggak kurang ajar wanita tak tahu diri itu," cerocos Zana seperti kereta api.Ayo laporkan polisi, aku sama sekali tidak takut dan kau Gunarso lelaki yang tak tahu diuntung jangan pernah datang kerumahku lagi sampai kau jelaskan siapa perempuan murahan itu," ujar bu Zahra sambil menunjuk muka anaknya dengan kasar penuh amarah.
"Firda kemari nduk, Kau benar lelaki tidak tahu diri ini layak untuk tidak dihargai," ujar bu Halimah sambil menunjuk Gunarso
Firda yang sedari tadi menatap sedih perdebatan antara mertua dan anaknya itu tak bisa bicara, lidah terasa kelu, mata terasa buram dikaburkan oleh air mata yang terus mengembang di pelupuk matanya.
Wanita itu masih bersandar di cagak dinding bulat kokoh tak jauh dari ruangan VIP agar tubuhnya tidak limbung dan tetap kuat menghadapi kenyataan pahit di hadapannya itu. Dia paksa kakinya melangkah gontai menuju mertuanya itu sesekali sambil mengusap air mata yang terus merembes berontak ingin keluar dari pelupuk matanya.
"Ka- kamu disini juga dik," ujar Gunarso pada Firda terbata-bata
"Ia aku disini menyaksikan seluruh perbuatan baik suamiku tercinta yang sedang terbuai asmara candik kesayangannya. Aku bahagia melihat suamiku yang baik hati dan bijaksana serta menafkahi aku berlimpah ruah sedang menikmati kehidupan barunya," ujar Firda menyindir dengan tatapan kosong ke arah Gunarso.
"Dik, ini tidak seperti yang kau lihat. Dia hanya sebuah kesalahan saja," ujar Gunarso pucat pasi sambil memegang dua bahu Firda.
"Kesalahan yang kau nikmati, kan Mas? Hingga beranak, kau pikir siapa yang mengirim photo adegan mesra dan cabul ke ponselmu kemarin itu. Aku berharap saat itu kamu mengatakan dengan mulutmu sendiri tetapi kau tidak menggunakan kesempatan dengan baik," ujar Firda panjang lebar.
"Apa kau pikir kamu akan bahagia jika bersanding dengan wanita itu. Jika itu membuat kamu bahagia aku akan pergi darimu mulai hari ini," ujar Firda pada suaminya
"Hai kamu siapa lagi ? Apa kau mau mengambil suamiku," ujar Zana dengan berapi-api mengetahui suaminya memegang bahu Firda dengan penuh cinta dan kasih sayang itu.
Tangan Zana langsung menjambak rambut Firda dengan kuat karena dia terbakar rasa cemburu didadanya, baginya Gunarso adalah segalanya.
Firda pun membalas karena merasa sakit rambutnya yang ditarik dengan kuat serta di acak-acak oleh Zana. Mereka sudah lupa jika masih berada dirumah sakit hampir semua orang yang berlalu lalang mengawasi.
Dua wanita ini bergumul saling menjambak dan menindih berguling-guling di teras ruang VIP itu. Semua mata yang lewat di area itu memandang dan berhenti. Mereka berbisik-bisik mengatakan perkelahian antara istri sah dan pelakor.
Gunarso mencoba memisahkan mereka, satu cakaran dan tamparan mendarat di wajah gagah kharismatik itu. Lelaki itu mendekap dengan erat Firda di dadanya agar Zana tidak terus menyerang.
Bu Zahra mendekati Zana
"Plak!"
Tamparan keras dilayangkan dipipi Zana dua kali kanan dan kiri. Wanita itu meraba pipinya yang panas kemudian menangis tergugu dengan suara keras.
"Mas Gun, kenapa kau membela wanita itu? Kau lihat wanita tua ini menyerang dan menganiaya aku," ujar Zana mengadu ditengah tangisnya.
"Kalau kamu nggak mau diam aku pergi darimu dan tak akan kembali lagi, wanita yang kau sebut tua dan kurang ajar itu adalah wanita yang melahirkan dan membesarkanku, paham Kau!" pekik Gunarso sambil melotot kearah Zana.
Zana melongo, tulang-tulang ditubuhnya seakan lepas dari raganya hingga dia terduduk dilantai tanpa ekspresi.
Berjuta penyesalan menghampirinya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Seharusnya wanita itu jadi jalannya untuk meraih simpati justeru hari ini berkonflik.
Gunarso masih mendekap dan memeluk erat melindungi Firda didada bidangnya , wanita itu masih terisak dan sangat terluka bathinnya. Biasanya dada bidang ini selalu menenangkan jiwanya tapi tidak untuk hari ini.
Seluruh air matanya membasahi kemeja Gunarso. Lelaki itu memeluknya penuh penyesalan, disaat dia menepuk-nepuk bahu istrinya netra matanya menangkap karangan bunga besar tertulis namanya dan Zana Karunia. Lelaki itu menghela napas panjang menyadari jika istrinya telah mengetahui semua perbuatannya.
Karangan bunga itu masih dikerubuti banyak orang serta dijadikan obyek selfi. Rasa malu Gunarso sungguh tidak tertahan hingga sampai dasar hatinya, dia tidak mengira jika akan seperti ini.
Firda melepaskan pelukan suaminya dengan kasar kemudian mendorong suaminya menjauh dari tubuhnya. Meskipun Gunarso berusaha menenangkannya tapi Firda terlanjur terluka dan sakit hati.
Istrinya berlari meninggalkan Gunarso tanpa arah dan mertuanya dia dia tinggal begitu saja.
Dia abaikan rasa panas di pipinya bekas cakaran Zana, rambutnya yang berantakan dibiarkan lepas begitu saja. Sesekali langkahnya diiringi isak tangis yang sulit dia hentikan.
Dia berhenti diujung lorong rumah sakit, menata nafasnya yang masih tersengal-sengal. Seluruh raganya seakan remuk, tiba-tiba dunia terasa gelap dan tubuhnya melayang entah dimana.
Bersambung#POV FIRDAKelopak mata ini serasa berat kubuka seakan ada beban yang menindih diatasnya. Lamat-lamat ada sinar putih yang masuk di netra mata ini.Begitu mata terbuka seribu tanya dalam pikiran yang terus mengembara. Atap putih ini, jendela besar warna hijau toska yang beda dengan kamarku dirumah. Selang infus yang menggantung diatasku serta tangan yang begitu sulit kugerakkan."Dimanakah aku, disurgakah ini? Kenapa sepi sekali?""Kenapa badanku terasa sakit seperti ini, mengapa ada infus yang menggantung di atasku. Apa yang terjadi padaku ?"Batinku terus bertanya."Kau sudah sadar Miana sayang ?"Aku menoleh perlahan pada suara yang menanyaiku."Mas Bion?" pekikku kaget melihat lelaki berseragam dokter itu berdiri disamping ranjang."Ia aku, Sayang," ujar mas Bion sambil terus menatapku.Aku merasa risih dipanggil sayang seperti itu seakan-akan aku masih pujaan hatinya sa
Gunarso Hadi bertekat,"Satu persatu masalah dalam hidupku akan kuselesaikan dengan bijak."Saat membuka notifikasi tertangkap dalam netra matanya di layar ponsel membikin sesak dadanya yang tadi mulai longgar. Dia seakan tak percaya melihat nilai nominal dalam M-banking itu. Lelaki itu terduduk lemas di pinggiran ranjang dalam kamarnya itu. Belum hilang rasa kagetnya, notifikasi dalam layar ponsel muncul kembali."Ting!"Sekilas Gunarso menangkap tulisan yang masih berjalan itu mengenai laporan kinerjanya.Dengan gemetar tangan Gunarso memegang benda pipih warna biru langit seperti tanpa tulang. Matanya membeliak lebar memastikan nilai nominal yang tertera dalam notifikasi transfer bank dari perusahaannya yang hanya tiga juta rupiah saja seakan tak percaya."Aku harus menelep
GUNARSO BINGUNG#POV GUNARSOGila bener siapa laki-laki itu, tiba-tiba sudah akrab sekali dengan Firda pakai acara gendong-gendongan lagi. Sebenarnya apa yang terjadi pada Firda hingga dia nggak pulang dua hari ini.Kenapa kau telepon disaat yang tidak tepat begini Zana? Jika tidak kuangkat khawatir ada apa-apa dengan Aina. Jika kuangkat aku tidak bisa merebut Firda dari gendongan lelaki itu. Harga diriku sebagai laki-laki akan tercoreng.Aku hanya terdiam memegang tubuh Firda yang masih lengket pada lelaki itu."Ayo angkat ponselmu, bidadarimu sedang menunggu Mas, aku kan hanya setan, abaikan saja aku. Dia lebih butuh kamu sepertinya. Aku sudah ditemani dengan dokter Bion," gertak Firda.
Di Lantai 2Dion Aditama raharja membawa Firda kekamarnya dengan hati berbunga- bunga merasa dimenangkan oleh Firda dari suaminya.Begitu sudah memasuki kamar , Firda melihat suaminya pergi dia langsung berusaha melompat dari gendongan lelaki itu.Dion masih memeluknya dengan erat seakan sayang mau menurunkan wanita yang selalu mengisi hatinya itu. Dia pandangi wanita cantik dengan sejuta cinta terpancar dari wajahnya yang selalu menyunggingkan senyuman.Firda salah tingkah mendapat tatapan mesra dari mantannya itu, dia berusaha melepas pelukan Dion dan memintanya untuk menurunkannya.“Hai, turunkan aku. Jangan cari kesempatan,” kata Firda ketus sambil menyembunyikan semburat merah dipipinya itu.
Bu Zahra terpana sambil menatap wanita yang memakai setelan gamis warna daun kering itu. Berulangkali dia resapi untaian kata wanita yang selisih umurnya nggak beda jauh dengan usianya itu.Wanitu itu terus berterima kasih pada Gunarso yang telah berjasa mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk perjalanan umrohnya dengan fasilitas VIP.Belum habis kekagetannya, justeru yang di panggil bu Tukha oleh Gunarso itu mengira dirinya sebagai baby sitter untuk cucunya.Rasa pening kepala bu Zahra menyerang perlahan menusuk-nusuk kepalanya seakan ada rangkaian jarum yang terus tak berhenti gerak menghujam.Hati yang selama ini penuh kasih pada anak kesayangan yang bernama Gunarso berangsur melemah tak berdaya berganti rasa kecewa yang mendalam . Tetes demi tetes air mata berebut keluar dari manik mata lembut bu Zahra.Gunarso terdiam tanpa ekspresi, dia tidak berani bersit
Gunarso bergegas ke depan, matanya menatap kaget melihat siapa yang datang. Ternyata pak Tristan yang datang sang CEO di perusahaannya.Gunarso masih terkaget dari mana pak Tristan tahu rumahnya di Puri Cempaka Putih ini."Hai apa kabar Gun, lama kita tidak ketemu,""Eh ... iya ...Pak," jawab Gunarso terbata-bata merasa tertangkap basah karena sering mangkir kerja."Kemana saja Kau, hingga seluruh anak buahmu kutanya tidak ada yang tahu keberadaanmu," tanya pak Tristan menyelidik."Anu pak ... Itu anakku baru pulang dari rumah sakit," jawab Gunarso berlibet karena tegang.Pak Tristan membiarkan saja melihat Gunarso yang kebingungan celingak-celinguk bahkan sampai tidak memasukkan dirinya kedalam rumah."Sejak kapan kau pindah kesini? rumahmu bagus, kau pandai sekali investasi barang," ujar pak Tristan santai sedikit menyindir."Hampir dua tahun Pak," jawabnya singkat
POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]
Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij