Brakk!
Wanita berusia 28 tahun itu terlonjak saat wanita paruh baya membuka kasar pintu kamarnya, "Wah!! Tuan Putri sedang bersantai," cibir Dona. Tatapannya penuh dengan kebencian. Renata menghela nafas, mungkin jika wanita itu bukan mertuanya, dia pasti sudah berteriak memakinya. "Ada apa, Bu?" tanyanya dengan suara datar. "Dokumen penting Abimana tertinggal. Cepat antar dokumen itu sebelum jam 2. Jangan sampai telat!" titah Dona. Wanita itu melempar dokumen dengan kasar ke arah ranjang lalu pergi dan kembali membanting pintu. Renata menghela nafas dengan berat, lalu dia mengambil tasnya dan juga Dokumen sialan itu. Baru saja dia selesai mandi dan bersantai sebentar. Sekarang harus melaksanakan perintah mak lampir itu. Renata berjalan menuruni tangga dan mendekati Ibu mertua dan adik iparnya yang sedang duduk bersantai di ruang keluarga yang megah, "Bu ... Rena pinjam kunci mobilnya sebentar," ujarnya dengan sopan. Dengan acuh Dona mengulurkan kunci mobil, namun Nabila buru-buru merampasnya, "Enak saja! Mobilku lagi di bengkel, jadi kunci mobil ini aku yang pakai berangkat kuliah," ujarnya dengan judes. "Bagaimana jika berangkat bersama, Bil!" Nabila bangun dari duduknya dan mendorong bahu Renata cukup kasar. "Cih! Emangnya aku supirmu, Mbak!" Nabila mendelik dengan gigi berkertak. Nabila sangat benci pada Renata karena merebut Kakaknya dari Dayana. "Ayolah, Bill! Mbak mohon! Mbak ngga boleh telat," Renata menyatukan kedua tangannya dengan wajah memelas karena waktu sudah pukul satu lebih. Memang jarak antara rumah dan kantor Abimana bisa di tempuh sekitar 30 menit tapi itu kalau tidak macet. Nabila dengan wajah tengilnya tertawa hambar, gadis childish dan manja itu berkata, "Memang aku perduli!" ujarnya sambil bersedekap angkuh. Renata menggigit bibirnya dengan wajah kusut, jika bocah tengil itu bukan adik iparnya. Wanita yang sebenarnya galak dan judes itu pasti sudah menerkam dan mencabik-cabuk tubuh Nabila. Dona yang merasa terganggu dengan pertengkaran putri dan menantunya akhirnya membuka mulutnya. "Cukup, Ren! Ga usah belagu kamu! Kamu bukan model lagi. Jadi sebaiknya kamu naik angkutan umum atau Abimana akan kehilangan kontrak besarnya, gara-gara kamu telat." Renata berjalan mendekati mertuanya, "Ibu bilang kalau aku tidak boleh telatkan," ujarnya berusaha membujuk Dona. Wanita itu sempat terdiam, ucapan Renata memang benar. Dokumen itu sangat penting dan keinginannya akan segera terwujud. "Bil ... " panggil Dona dengan tatapan malas. Renata merasa lega, walaupun mertuanya itu selalu bersikap seperti orang gila. Tapi, setidaknya sekarang dia sedikit waras. "Gak akan!" Nabila memekik lalu berlari menuju kamarnya dengan membawa kunci mobil. "Ipar sialan!" umpat Renata dalam hati. Lagi dan lagi, Renata hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan menahan kesal. Jika dia tidak terikat dengan permintaan mendiang Ayahnya untuk menjadi istri berbakti dan menantu yang baik. Renata tidak akan sudi di tindas seperti ini. "Cepat pergi!" Dona memekik dengan mata melotot. Renata akhirnya pergi dengan wajah masam dan berkali-kali mengerjabkan matanya yang terasa panas. Wanita itu mengambil ponselnya dan menelfon taksi online. Renata menunggu taksi di depan gerbang rumah suaminya yang megah. Setelah menunggu sekitar 15 menit, taksi itu datang. Renata membuka pintu taksi dan masuk. Setelah memberitahu tujuannya, wanita itu berkata, "Pak ... tolong ngebut!" "Baik, Bu!" ujar sopir taksi itu. Sopir taksi itu benar-benar ngebut, Renata bahkan berpegangan dengan kuat saat mobil itu melaju dengan kencang, wajah wanita itu pucat pasi dengan perut terasa diaduk-aduk. Waktu yang harus di tempuh sekitar 30 menit, kini hanya di tempur 20 menit. Setelah sampai dan membayar ongkos, Renata turun dengan kaki bergetar, perutnya bergejolak. Dengan susah payah dia berjalan menuju tong sampah dan memuntahkan isi perutnya, "Hoek! Hoek!" "Shitt! Aku hampir mati," gumam Renata sambil mengelap mulutnya. Wanita itu duduk sejenak di pinggir jalan dengan tatapan banyak orang. Dia terlihat seperti gembel. Setelah beristirahat sebentar, Renata berjalan menuju kantor suaminya dengan tampilan acak-acakan, wajahnya terlihat kuyu dan rahangnya terasa sakit. Renata menatap sejenak ke arah gedung pencakar langit itu dan masuk ke dalam. Renata tidak peduli dengan penampilannya dan tatapan semua orang saat dia berjalan di lobi kantor yang luas itu. Semua karyawan mengenali Renata sebagai istri CEO dan mantan model. Mereka dengan hormat menunduk dan Renata membalas dengan senyum dan anggukan. Ting! Pintu lift terbuka, Renata masuk ke dalam dan menekan tombol lantai 10. Sesampainya, Renata berjalan menuju kantor suaminya lalu mengetuk pintu. Tok! Tok! Merasa tidak ada jawaban, Renata akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu. Namun matanya seketika terbelaklak, dia seperti tersambar petir. "Abi!!" pekiknya. Abimana sedang memangku seorang gadis muda, mereka berciuman dengan mesra. Abimana melepas tautannya lalu berdecak kesal. Sedangkan gadis tidak tahu malu itu turun dengan wajah pucat. Dia merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Abimana ataupun Dayana menatap wanita dengan penampilan berantakan itu, rambut panjang bergelombangnya terlihat kusut, wajahnya juga terlihat berminyak dan kusam. Kelebihannya cuma satu, tubuhnya tinggi dan langsing. Renata menatap Dayana dengan tatapan tajam dan jijik. "Hei, jalang kecil! Keluar dari ruangan suamiku!" pekiknya sambil menunjuk ke arah gadis itu.Karena terlalu bahagia, Renata langsung setuju, "Janji!"Renata kembali mencium bibirnya sekilas namun Abimana menahan tengkuknya. Mereka berciuman dengan mesra di bawah sinar matahari.Renata pun jatuh ke dalam jebakan Abimana. Tiga permintaan itu seperti belenggu yang akan membuatnya tidak bisa melepaskan diri.Mungkin karena selama tiga tahun selalu diabaikan, Renata menjadi terlalu bahagia. Hanya di sogok dengan taman bunga favoritnya, dia langsung luluh. Padahal, seperti kata pepatah, "Janganlah berjanji saat bahagia."Aktifitas mereka terhenti saat ponsel Abimana berdering. Renata pun mendorong pundak pria itu lalu berbisik, "Ponselmu."Abimana tampak tidak puas, lalu merogoh ponselnya di saku. Pria itu berdecak saat tertera nama ibunya di layar. Renata menghapus bekas lipstik di bibir Abimana lalu berkata, "Angkat! Jangan jadi anak durhaka." Renata hendak turun, namun Abimana menahan pinggangnya. Wanita itu pun menyandarkan kepalanya di pundak Abimana dengan manja. Abimana m
Abimana hanya berdehem, lalu berjalan dengan aura kemarahan yang menguar dari tubuhnya. Dia berjalan menuju taman belakang, "Tanaman itu?""Sudah datang," jawab Reino.Setelah sampai, Abimana duduk sambil menyilangkan kakinya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menggigitnya lalu merogoh saku. Saat hendak menyalakan pemantik, dia tertegun saat salah satu tukang mengeluh, "Sayang sekali, bunga-bunga ini sangat indah."Sorot mata Abimana meredup, dia mengamati para tukang mencabut satu persatu tanaman bunga Lily. Ada perasaan tidak rela yang mulai menjalar di hatinya.Dia pun teringat masa lalu.Setelah operasi pencakokan ginjal. Abimana remaja duduk di taman rumah sakit. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan tahi lalat di sebelah ujung bibirnya tersenyum manis padanya. Dia menyodorkan setangkai bunga Lily putih. "Sudah sembuh?"Gadis itu sudah duduk di sebelahnya. Dia memakai gaun berwarna putih, rambut panjangnya tergerai dan mata gadis itu sangat jernih. Mata Abimana berbinar lalu ber
Para netizen mulai melakukan cocoklogi. Semua komentar membanjiri kolom komentar akun Dayana. Gadis itu tidak menyangkal dan tidak membenarkan juga. Membuat para nesizen menjadi semakin penasaran. Dayana sekarang sedang berada di studio musiknya. Gadis itu terkekeh dan ekspresinya terlihat culas. Jari lentiknya bergulir di atas layar, membaca satu persatu komentar yang membuatnya senang. "Anakku ini harus segera punya Ayah!" ujarnya sambil mengelus perutnya yang masih rata. Dayana sangat pandai bersandiwara. Setiap ada wartawan yang mengejarnya, dia akan selalu berkomentar dengan lembut dan rendah hati, "Doakan saja yang terbaik." Jawaban ambigu itu membuat semua orang semakin gencar menebak-nebak. Apalagi saat Dona, Ibu Abimana mengunggah foto dirinya sedang minum teh bersama Dayana di halaman rumahnya. Netizen semakin penasaran, iri sekaligus kagum kepadanya. Bukan hanya terkenal karena bakat dan visualnya. Sekarang Dayana masuk dalam jajaran musisi papan atas yang banyak mendap
Renata menggigit kepala Abimana dengan ganas, dia tidak terima gaun favoritnya di rusak. Itu hadian dari Devan. Abimana menarik kepalanya, wajahnya berubah masam, "Dasar vampir, kamu ingin kepalaku bocor?"Renata tersenyum sinis sambil menghapus darah di bibirnya. Gerakannya membuat Abimana menelan ludah. Dia pun menyambar bibir Renata dan melumatnya dengan lembut.Renata melotot, namun perlahan kelopak matanya turun dan sorot matanya melembut. Kemarahan Renata kembali menguap, dia bahkan sudah lupa bahwa dari tadi dia berteriak meminta cerai.Dua orang itu memejamkan mata. Dengan naluriah tangan Renata terangkat dan membuka kancing piamanya secara perlahan. Tangannya mengelus dada Abimana dengan erotis. Sentuhan itu membuat tubuh Abimana semakin memanas, lumatannya menjadi kasar dan menuntut.Pria itu mengangkat tubuh Renata dan membawanya ke ranjang tanpa melepaskan ciumannya. Di bawah kungkungan dan kendali Abimana, Renata merintih. Abimana mencium pipinya, matanya yang berkabut m
Nafas Renata terasa sesak, sekeras apapun dia menahannya air matanya tetap jatuh berderai. Namun Renata adalah wanita yang keras kepala. Dia mengangkat dagunya dan kembali menantang dan berkata dengan emosional, "Kenapa Abi? Sakit ya? Marah ya? Selama hampir tiga tahun kamu selalu meminta cerai padaku, mempermalukanku, menghinaku. Kamu kira aku tidak sakit hati dan marah. Sekarang aku hanya baru beberapa kali minta cerai dan kamu tidak terima. Aku benar-benar semakin membencimu."Abimana terkekeh, tapi ekspresi wajahnya semakin menyeramkan dan membuat Renata bergidig ngeri. Cengkramannya semakin kuat dan hampir meremukkan pinggang wanita itu. Lalu suaranya mengalun dingin, "Hanya karena ponsel, kamu sampai marah-marah. Kamu memang suka bikin ulah. Kamu lupa dengan janjimu tadi pagi?"Abimana pikir Renata anak kecil yang menangis karena mainannya hilang.Renata meringis sambil mencengkram pergelangan tangannya dan mencoba melepaskan diri. Namun semakin dia bergerak semakin kuat tangan
Abimana mengangkat sebelah alisnya, dia tersenyum, "Jadi kamu menghindar dariku karena marah ponselmu hilang."Renata menghela nafas, kepalanya menoleh, tatapannya begitu dingin dan acuh, "Cepat kembalikan ponselku! Ini sudah hampir tiga hari, ada hal penting yang harus aku lakukan."Abimana menaruh cangkir teh dengan cukup keras. Dia ingin menahan Renata, setidaknya sampai satu minggu. Abimana berdehem, lalu bertanya, "Apa?"Renata mengalihkan pandangan, "Itu urusanku!"Abimana bersandar dengan malas, tatapannya begitu sayu, "Kemari!" ujarnya sambil menepuk sofa di sebelahnya.Renata berdecak kesal, "Abi!!"Abimana mengulang ucapannya dengan lembut, "Kamu ingin ponselmu kan? Kemari dulu."Renata pun menghela nafas panjang, lalu bangun dan menghampirinya dengan enggan. Wanita itu menjatuhkan bokongnya cukup jauh darinya.Abimana tersenyum lembut lalu menarik pinggang wanita itu dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Jauh sekali si!" ujarnya dengan nada menggoda.Renata mencebik, mereka