Home / Urban / PDKT di Sarang Monster / NOTE 4 TAKE A CHANCE

Share

NOTE 4 TAKE A CHANCE

Author: smooothis
last update Last Updated: 2025-11-25 21:40:01

Dimas duduk lemas di trotoar. Dari sakunya, ia mengeluarkan botol kecil berisi pil andalan anti mual; latihan bertahun-tahun membuatnya fasih menelan obat-obatan itu tanpa air. 

Setelah beberapa detik, ia memakai tameng andalannya: sebuah masker respirator industrial setengah wajah. Masker biasa? Gak level. Masker ini di sisi kanan kirinya nempel dua kartrid yang isinya karbon aktif, arang sakti yang tugasnya nyedot semua bebauan. Mau asap knalpot, comberan, sampai aroma sate legendaris di ujung jalan—semua di-end dari realita.

Hadirin sekalian, perkenalkan: Dimas. Seorang sarjana yang baru hunting kerjaan, dibekali ijazah dan sebuah kutukan bernama hiperosmia. Baginya, indra penciuman bukanlah anugerah, melainkan neraka personal di mana setiap bau menyengat bisa berevolusi. Di dalam otaknya, asap kendaraan bisa jadi raksasa bersenjata gada dan aroma pete menjadi monster tanaman yang siap menembakkan peluru penderitaan.

Dengan satu tarikan tegas spidol hitam, Dimas mencoret satu nama perusahaan teratas dari daftar lapangan kerja yang panjang. Lalu matanya bergerak turun ke baris kedua. “Layla Badar–Toko Parfum.”

Dua kata itu seolah menatapnya balik dengan keji.

Toko. Parfum.

Dua kata terkutuk. 

Otak Dimas seketika memutar trailer game horor yang tidak pernah ingin ia mainkan. Judulnya: Perang Dunia Aroma III. Ribuan botol parfum berubah jadi artileri, meluncurkan rudal aroma mawar berduri; gas air mata dari bubuk kayu manis menyesakkan napas yang pedihnya sampai ke hati. 

Di balik maskernya Dimas menghela napas panjang. 

Ia menutup stopmap birunya dengan tenang. Seketika itu juga, seluruh semangat juangnya—yang memang dari awal cuma seiprit—menguap total. Monyet-monyet di kepalanya menuntut Dimas untuk segera bersenang-senang. 

Urusan masa depan besok aja. Saatnya main game kita.

***

Berlindung di balik maskernya, Dimas berjalan santai melintasi pepohonan rindang sambil menikmati alunan soundtrack anime dari headphone-nya. Pemuda ini tinggal di Jogja. Yang musim kemaraunya kadang suka hujan, bikin hawanya lebih dingin dari biasanya. Kota ini meski kulturnya kuat, gampang sekali menyerap pengaruh dari luar, berhubung banyak pendatang dari ujung barat sampai ujung timur yang memaksakan diri untuk menuntut ilmu di kota ini. 

HP-nya bunyi. Dimas tersenyum. Ada panggilan dari ‘Kera Dufan’.

Dimas menatap layar ponselnya sejenak. Wallpaper-nya adalah gambar tokoh terfavorit. Ninja cewek super cantik ultra bahenol Mai Shininjapi, karakter kuat dengan gerakan secepat kilat yang bisa ngeluarin api karena saking hot-nya. Untuk memiliki kecepatan seperti itu tidak ada pilihan bagi gadis ini selain memakai pakaian seminimal mungkin. Logis kan? 

Dimas menekan tombol hijau. “Setia, ngegame yuk?”

Ngegame ndasmu! Gimana lamaran hari ini? Sukses?” Suara Setia nyembur dari seberang, berusaha bersaing dengan deru klakson. 

“Oh, sukses!” jawab Dimas dengan nada optimis. “Gagal total dengan sukses!” 

“Lah? Emangnya jurus ‘Menjilat’ gue nggak manjur?”

“Manjur. Si HR-nya sampe hype banget. Cuman ya masalahnya idungku ini lho, sampai muntah aku di depan dia.”

“Goblok! Beneran muntah?” Terdengar ledakan tawa sampe keselek-selek. “Udahlah, Dim. Nggak usah cari kerja aneh-aneh. Mending ikut gue aja, jadi affiliate TikTok, gajimu bisa lebih gede dari UMR.”

“Males ah, Set. Aku mana bisa ngomong depan kamera.”

Setia berdecak. “Heran gue. Sarjana Komunikasi kok nggak bisa ngomong. Ijazahmu buat lap bokong aja sana.”

“Heh, biarin! Aku kan sarjana S dot Kom dot AI. Skripsiku aja yang ngerjain robot semua.”

Duo sahabat ini terus saling menghina dengan gembira. 

Langkah Dimas membawanya ke sebuah taman kota. Dari balik maskernya, ia mengamati lanskap area itu: ada yang lari-lari kecil, ada yang nonton drakor di tablet, dan ada yang gelar tikar sambil makan-makan.

Tapi populasi terbesarnya jelas: para pasangan bucin yang duduk di bangku-bangku, dunia serasa milik berdua.

Di bangku di bawah pohon rindang, seorang cowok berbisik di telinga pacarnya, membuat si cewek tertawa geli sambil memukul pelan bahunya. Mereka duduk sangat dekat, bahu bersentuhan, berbagi sepasang earphone dengan kabel yang sama.

Dimas menghela napas.

Uap hangat dari napasnya langsung memantul di dalam respirator silikonnya, terasa pengap dan membuatnya semakin terisolasi. Sebuah keinginan kecil tumbuh di dadanya. 

Kapan, ya, bisa gitu sama seseorang?

Lamunannya terpecah saat pandangannya menangkap sosok lain. Agak jauh darinya, duduk sendirian di bawah pohon, seorang gadis sedang membaca buku tebal yang sampulnya terlihat artistik. Kacamata berbingkai tipis bertengger di hidungnya, dan rambutnya yang ikal diikat seadanya, membiarkan beberapa helai jatuh membingkai wajahnya yang sedang konsentrasi. Cantik, tapi tidak mencolok.

“Baru liat cewek, ya?" Terdengar suara cempreng dari ponselnya.

Dimas kaget setengah mati. "Eh? Ng-nggak!"

"Gampang ditebak!” komentar Setia, lalu nadanya berubah jadi usil, “Gede nggak?” 

“Apanya?”

“Ya ‘aura’nya, lah. Apa lagi?”

“Babi lu.” 

Setia terkekeh. “Sekarang dia lagi ngapain?”

“Lagi ngeliatin aku,” jawab Dimas polos.

“HAH?! APA?!”

“HAH?! APA?!” Dimas latah tersentak. Dia buru-buru noleh, memastikan tidak ada orang lain di belakangnya. Gadis itu memang menatap ke arahnya.

“Ngeliatin gimana?” Desak Setia.

“Tadi! Sekarang nggak lagi …. Eh, dia lihat sini …, eh, nunduk lagi. APA MAKSUDNYA INI?!” Dimas panik. 

“O … berani curi-curi pandang, ya ….” Setia detektif cinta mode on. “Bro, dia benerin rambut, nggak?”

Dimas nyipitin mata. Gadis itu baru saja menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. “Iya, iya, barusan!” bisiknya panik.

“Senyum-senyum sendiri?”

Setelah mencuri pandang untuk kesekian kali, Dimas melihat gadis itu menunduk, sudut bibirnya jelas-jelas terangkat. “IYA, SET, IYAAA!”

“SAMPERIN, GOBLOK! GASSSS! Cewek itu suka sama elu.”

“Tapi aku kan pake masker! Nanti kalo aku buka terus dia ilfeel gimana?”

Jeda sesaat, lalu Setia memberinya nasihat bijak, “Njing, gue tahu lu tu udah pengen punya pacar dari dulu. Kapan lagi? Take a chance, lah.” Ada kepeduliaan yang tulus dalam nadanya.

“Nggak tahu, ya, ragu, e.”

“Daripada besok die gue pacarin, lho? Siapa tahu, kan? Lu tau sendiri daya jelajah gue kayak apa.”

Dimas berpikir sejenak. Ancamannya serius. Babon satu ini pernah macarin SEMUA cewek yang aku kenal tapi lebih banyak dari yang aku nggak kenal. Kalo sampe gadis anggun itu dalam pelukan monyet biadab ini …

“Ok, Set, aku maju.” 

“Nah, gitu dong!”

Dimas mulai berjalan pelan ke arahnya. Satu langkah. Ia membuka maskernya. Dua langkah. Jantungnya serasa mau lompat keluar. Gadis manis itu sepertinya sadar ia sedang dihampiri. Pipinya tampak sedikit merona. Tiba-tiba, ia mengeluarkan sesuatu yang mengerikan dari dalam tasnya, sebuah botol kecil. Sebuah botol parfum. 

Dalam gerak lambat, Dimas melihat Gadis itu menyemprotkan cairan wangi itu ke pergelangan tangan dan lehernya. Psst! Psst! Awan aerosol berisi partikel-partikel neraka menyebar di udara. Melahirkan monster bunga mawar pemakan daging lengkap dengan tentakel-tentakel berdurinya yang siap mencekik mangsa.

Dimas berhenti. 

Mundur satu langkah. 

Memakai maskernya kembali. 

Balik badan. 

Kabur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 7 ANOMALI

    Gadis itu tampak tenggelam sepenuhnya dalam misi absurd menuntun seekor bekicot ke tempat aman. Seluruh dunianya seolah menyempit, hanya tersisa dia dan si hewan berlendir itu.Namun bagi Dimas, magnet sesungguhnya ada pada sosok bergamis hitam di depannya.Apalagi kalau dilihat dari samping seperti ini. Dimas bisa melihat dengan jelas bagaimana setiap kali kelopak mata gadis itu mengerjap pelan, barisan bulu matanya yang lentik ikut berayun lembut—seperti kipas sutra yang menyihir.Aku harus ngomong sesuatu nggak, ya? Tapi apa? Nanti kalau dia ilfeel gimana? Dalam keputusasaan itu, batinnya menjerit. Woy! Setya, di saat-saat penting gini kamu di mana?! Nama "Setya" yang terlintas di benaknya itu bekerja seperti saklar yang dinyalakan mendadak.Eh, tadi kan telponan sama dia?Dimas tiba-tiba teringat pada ponselnya. Ia menengok ke belakang. Beneran.Di sana, tergeletak pasrah di atas kerasnya trotoar, “setan gepeng” itu tampak mengenaskan. Layarnya menghadap ke atas, menampilkan ret

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 6 GADIS BERCADAR

    Otak Dimas langsung sibuk memproses semua file gosip yang pernah ia dengar. Katanya mereka itu punya “geng” sendiri. Kalau diajak salaman pasti nolak, ngobrol cuma sama yang sejenis, terus kalau ngeliatin orang tatapannya galak. Hidupnya kaku, isinya cuma pengajian sama aturan-aturan ketat. Mereka nggak nongkrong di kafe, nonton bioskop, maraton anime, dan tentu saja, nge-game semaleman.Dimas baru ingat, barusan ada bubaran acara di masjid yang ia lewati; gadis ini pasti salah satu dari mereka. Dimas nggak pernah sekalipun punya minat, apalagi rencana, untuk berinteraksi dengan kaum ini.Tapi sekarang, di sini, salah satunya sedang berdiri di depannya. Habis menyelamatkan nyawanya. Gara-ga

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 5 BEKICOT

    “GUOBLOOOK AS#XB%*^@!” Dimas berjalan lemas mendengarkan caci makian koleksi kebun binatang Setia dengan pasrah. Mungkin dia memang pantas mendapatkannya. Ya, kan? Nggak ada harapan lagi buat punya cewek, batinnya getir. Mereka semua wanginya kayak monster.Bagi Dimas, semua aroma berbahaya. Tapi musuh-musuhnya punya kasta.Bau sampah, keringat abang becak, atau pipis kucing? Itu cuma level kroco. Monster yang serangannya tumpul. Dimas masih bisa menahannya dengan bernapas pendek-pendek.Tapi parfum?Beda level. Mereka adalah penipu ulung. Di hidung orang normal, parfum adalah wewangian yang menyenangkan. Tapi di sensor hiperosmia Dimas, campuran zat kimia sintetis itu bermutasi menjadi makhluk yang jauh lebih mengerikan.Contohnya monster si cewek di taman tadi.Kepalanya mungkin berbentuk mawar raksasa yang cantik, tapi kelopaknya bukan lembaran bunga indah, melainkan mulut besar dengan ribuan gigi tajam. Batang-batangnya yang penuh duri bakal menusuk hidung dan memeras paru-paru

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 4 TAKE A CHANCE

    Dimas duduk lemas di trotoar. Dari sakunya, ia mengeluarkan botol kecil berisi pil andalan anti mual; latihan bertahun-tahun membuatnya fasih menelan obat-obatan itu tanpa air. Setelah beberapa detik, ia memakai tameng andalannya: sebuah masker respirator industrial setengah wajah. Masker biasa? Gak level. Masker ini di sisi kanan kirinya nempel dua kartrid yang isinya karbon aktif, arang sakti yang tugasnya nyedot semua bebauan. Mau asap knalpot, comberan, sampai aroma sate legendaris di ujung jalan—semua di-end dari realita.Hadirin sekalian, perkenalkan: Dimas. Seorang sarjana yang baru hunting kerjaan, dibekali ijazah dan sebuah kutukan bernama hiperosmia. Baginya, indra penciuman bukanlah anugerah, melainkan neraka personal di mana setiap bau menyengat bisa berevolusi. Di dalam otaknya, asap kendaraan bisa jadi raksasa bersenjata gada dan aroma pete menjadi monster tanaman yang siap menembakkan peluru penderitaan.Dengan satu tarikan tegas spidol hitam, Dimas mencoret satu nama

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 3 HOEK

    Kenapa aku sampe gemeteran sama toko parfum? Sebenernya udah lama aku musuhan sama semua bau. Nggak cuman parfum. Tapi trauma ini mendadak naik level gara-gara rentetan kerusuhan pagi tadi.Ingatan Dimas melayang mundur.Saat itu, di ruang HRD studio digital printing, Dimas berusaha duduk tegap. Di depannya ada om-om yang gayanya udah kayak yang paling punya kantor. Kakinya nangkring santai di atas meja, nunjukin sol sandalnya yang semulus pipi artis Korea. Di situ tertempel noda cokelat misterius. Mudah-mudahan bukan eek kucing.Si om HR membolak-balik CV Dimas dengan kecepatan siput, seolah sedang meneliti naskah kuno. Tatapan matanya kosong kayak isi dompet akhir bulan. Dimas melirik jam dinding di sebelah kirinya; sudah sepuluh menit lebih jarumnya bergeser dalam keheningan. Mumpung nganggur, ia pun mengamati sekitar. Ruangan ini ternyata multifungsi: ruang kerja, gudang, sekaligus sauna. Tumpukan kertas dan gulungan spanduk membentuk lanskap pegunungan di setiap sudutnya. Satu

  • PDKT di Sarang Monster   NOTE 2 TAKDIR

    “Waduh, ini mah K-Pop, Mas. Tampangnya sama semua,” keluh si abang ojol, semangatnya amblas.Mampus. Yang mana, nih?! Matanya melesat liar dari satu bus ke bus lainnya.Si abang ojol menunjuk ke depan, ke layar countdown timer lampu lalu lintas."Gawat, Mas," katanya sambil menelan ludah. "Itu bentar lagi ijo. Masalahnya, ini perempatan besar. Semua bus itu bakal mencar, Mas."Ia menoleh ke Dimas. "Mas cuma punya waktu 15 detik buat nentuin mau buntutin yang mana. Mas tadi sempet liat nomor jurusannya, nggak?"Dimas blank. Lupa memperhatikan detail seperti itu. Alhasil abang ojek langsung membuang muka sambil meluncurkan komentar-komentar tidak membangun.Dimas belum menyerah. “Bang, jalan pelan-pelan di samping bus,” nadanya tegas kayak komandan pasukan khusus. “Aku cek penumpangnya.”Rencana rempong itu pun dijalankan. Dimas bangkit berdiri di pijakan kaki belakang, berpegangan pada bahu si abang. Sesekali badannya goyang, berusaha menjaga keseimbangan. Motor mereka merayap pelan d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status