Share

3. Siapa Kau?!

Penulis: Ocean Na Vinli
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 20:08:46

Ketika permintaan aneh meluncur bebas dari bibir Jessica. Pupil mata Jason lantas terbelalak sempurna.

Sementara yang ditanya, enggan menjawab, melainkan memejamkan mata sambil memegang kepala. Suara rintihan pun kerap kali keluar dari bibir tipisnya. Lelaki berjas hitam itu masih terlihat kesakitan.

"Jessica, apa kau sudah gila?!" kata Jason seraya melirik tajam Jessica.

Jessica reflek memutar sedikit kepala ke samping, kemudian melipat tangan di depan dada.

"Apa sih? Jessica tidak gila, Abang. Jessica mau Paman ini jadi Papa kita," ucap Jessica.

Jason berdecak kesal sejenak lalu berkata,"Astaga Jessica! Paman ini orang asing dan kita baru saja bertemu beberapa menit yang lalu, jangan berpikiran pendek, kita tidak tahu niat terselubungnya."

Mata Jessica sontak mengerling. Sekarang, sikap saudara kembarnya itu membuat dia muak.

"Abang benar-benar jahat! Abang tidak tahu berterima kasih, tadi Paman ini sudah membantu kita, tapi Abang malah berpikir yang tidak-tidak," ujar Jessica dengan penuh penekanan.

Mendengar penuturan Jessica. Jason terdiam selama beberapa detik kemudian membuang napas berat. Ya, dia sangat berterima kasih dengan kehadiran sosok di dekatnya ini tadi. Namun, tak dapat dipungkiri dia harus lebih berhati-hati terhadap orang asing.

"Tapi Jess—"

Jessica tiba-tiba menyela dengan mimik muka masam. "Sudahlah, kalau Abang tidak mau Paman ini jadi Papa kita, biarkan Paman ini hanya jadi Papa Jessica saja!"

Kerutan di dahi Jason langsung tercipta. Dia makin heran dengan perkataan adiknya itu. Jason hendak mengeluarkan pendapat. Namun, respons Jessica sekarang, membuat Jason hanya bisa menahan kesal.

Jessica menatap kembali pria tersebut, sejak tadi lelaki bermata hijau itu mengabaikan Jessica dan Jason. Sosok tersebut masih bergeming, dengan kepala tertunduk dalam tengah menahan rasa sakit yang perlahan mulai menghilang sekarang.

"Paman kenapa? Nama Paman siapa?" Jessica maju beberapa langkah kala menyadari ada sesuatu yang salah pada pelindungnya itu.

Sosok itu memegang kepalanya. Dia pun tidak tahu apa yang terjadi padanya dan mengapa pula bisa berada di sini saat ini. Saat hendak berusaha mengingat namanya. Bayangan aneh mulai menari-nari di benaknya sekarang.

"Maafkan aku Tuan Michael, ini semua salahku!"seru seseorang dalam ingatannya.

Dalam penglihatannya, dia berada di dalam kendaraan bersama seorang pria berambut blonde. Keadaan di luar tampak gelap gulita dan di sepanjang jalan hanya terlihat hutan belantara. Dia sesekali melontarkan timah panas ke belakang, di mana ada beberapa buah mobil menyerang ke arah mereka.

Lelaki itu kembali meringis lalu memejamkan matanya kala rasa sakit di kepala semakin menyerangnya.

Jessica tampak panik. Secepat kilat mendekat lalu mendongakkan kepala hendak berusaha melihat wajah sang pria. Bola mata mungil berwarna hijau lantas melebar saat melihat muka lelaki itu tampak sangat pucat. Kepanikannya bertambah berkali-kali lipat ketika baru sadar jika ada banyak bercak darah di jas hitam lelaki tersebut.

"Apa yang terjadi sama Paman? Nama Paman siapa?" tanya Jessica, kemudian tanpa sengaja memegang punggung tangan kiri sosok tersebut.

Jessica sangat penasaran dengan nama lelaki di hadapannya ini.

Lelaki tersebut perlahan membuka mata dan menurunkan tangan kanannya dari kepala, kemudian mengalihkan pandangan kepada Jessica. Kini, rasa sakit di kepalanya pun berangsur-angsur menghilang.

"Namaku Michael." Sosok itu menyakini bahwa namanya Michael. "Aku ...." Namun, lidahnya mendadak kaku kala ingin menjawab pertanyaan dari Jessica. Sebab dia juga bingung apa yang telah terjadi padanya. Ketika berusaha mengingat-ingat kembali malah rasa sakit yang dirasakannya.

"Shft ...." Michael menyentuh lagi kepalanya sambil mengeluarkan erangan.

"Paman, ayo ikut Jessica ke rumah, di rumah ada obat!" seru Jessica sembari menarik tangan Michael.

Michael spontan beranjak masih dengan memegang kepalanya.

"Jessica, apa-apaan kau? Di rumah tidak ada obat untuk menyembuhkan lukanya. Lihatlah banyak bercak darah di tubuhnya!" Mendengar perkataan Jessica, Jason tentu saja langsung menolak. Sebagai seorang abang sekaligus pelindung. Dia tak mau membahayakan keselamatan Jessica dan mamanya.

"Ish, Abang! Kasihan Paman ini, anggap saja kita balas budi!" Jessica langsung protes.

"Tapi Jessica, ada banyak cara untuk membalas budi." Jason mencoba melunakan hati Jessica, memberi tanggapan dengan nada suara yang lembut. Dia tahu adiknya ini sangat keras kepala dan begitu sulit diberitahu. Namun, Jessica terlihat tetap bersikeras.

Jessica menggeleng kemudian menyeret Michael dan berjalan dengan cepat. Michael hanya diam saat tangannya ditarik oleh sosok yang ditolongnya tadi.

Sementara Jason, sorot matanya tajam dan urat-urat di wajahnya pun mulai muncul ke permukaan. Jason tengah menahan amarah yang membuncah di relung hatinya. Karena adiknya tidak mau mendengarkan perkataannya barusan.

Jason hanya mampu memandang tajam sejenak punggung Jessica dan Michael dari kejauhan. Setelah itu Jason pun mulai bergerak, menyusul adik keras kepalanya itu.

Tak lama kemudian, tibalah mereka di rumah Jessica dan Jason. Michael menghentikan langkah kaki tepat di halaman rumah, lalu mengamati sejenak rumah kecil beralaskan kayu tersebut.

Meskipun kecil, tapi halaman depan tampak bersih dan menyegarkan mata bagi siapa pun yang memandang. Terdapat pohon-pohon mungil dan tanaman bunga di sekitar.

"Ini rumah Jessica, ayo kita masuk ke kamar," sahut Jessica sambil menengadahkan wajah.

Michael tampak ragu-ragu. Namun, ketika teringat bahwa dia membutuhkan obat untuk meredakan rasa sakit. Michael memantapkan diri untuk mengiyakan ajakan.

"Apa ada gunting kecil untuk mengeluarkan peluru?" tanya Michael, setelah sadar ada peluru yang bersarang di beberapa bagian anggota tubuhnya tadi.

"Tentu saja ada! Ayo masuk, Paman!" Dengan cepat Jessica menarik tangan Michael saat melihat di belakang Jason sana, memandangnya dengan sangat tajam, seolah-olah Jason akan menelan hidup-hidup dirinya saat ini.

Sesampainya di dalam, Jessica menuntun Michael masuk ke kamar. Jessica membuang napas lega karena Moon, alias mamanya tidak ada di rumah saat ini.

"Ayo, Paman duduk dulu di sini." Jessica menarik Michael untuk duduk di tepi ranjang.

Michael menurut, lalu memperhatikan perempuan kecil yang pakaiannya tampak lusuh itu berlari kecil ke sudut ruangan.

"Paman jangan sungkan ya anggap saja rumah sendiri, ini Jessica ada obat untuk Paman."

Di kala Jessica sibuk membuka lemari. Michael justru mengamati kembali rumah Jessica. Meski di luar terlihat bersih tapi di dalam jauh dari kata bersih, ada jaring laba-laba di atas plafon serta rembesan air di dinding. Kemudian kasur berukuran sedang yang dia duduki terlihat usang dan lusuh.

"Paman, luka Paman nyeri tidak?" Jessica tiba-tiba berbalik sambil memegang kotak kecil berisi obat-obatan.

Michael dengan cepat menoleh ke arah Jessica. "Tidak, bawa lah ke sini kotaknya!" perintah Michael.

Jessica pun bergegas menghampiri dan tak lupa membawa kotak tersebut.

"Ini Paman,"kata Jessica lalu menyodorkan kotak kepada Michael.

Dengan cepat Michael meraih kotak tersebut, membukanya lalu mengambil salah satu gunting kecil. Michael hendak mengeluarkan sendiri peluru dari tubuhnya.

"Paman, kenapa bisa berdarah?" Sambil memperhatikan apa yang dilakukan Michael, Jessica pun duduk di tepi ranjang, bersebelahan dengan Michael.

"Tidak usah banyak bertanya Jessica, bisa saja Paman itu seorang pembunuh, lihatlah banyak darah di tubuhnya." Seketika, di daun pintu kamar, Jason berdiri tegap masih dengan wajah terlihat merah padam.

Kedua netra Jessica lantas membola sejenak dengan kedatangan Jason. Sedangkan Michael terlihat biasa saja. Namun, sudut bibirnya melengkung sedikit ke atas. Merasa perkataan Jason ada benarnya juga.

"Ck, dasar penganggu! Pergi sana!" balas Jessica dengan sangat ketus lalu kembali menatap Michael. "Jadi, apa yang terjadi sama Paman?"

"Paman juga tidak tahu, Paman lupa, geserlah sedikit, Paman mau membuka pakaian."

Begitu titah dikeluarkan, Jessica menggeser sedikit bokongnya sambil melirik sekilas Jason, yang masih berdiri di ambang pintu dengan urat-urat di wajah masih menegang.

Jessica memutus kontak mata lalu menoleh ke samping. Melihat Michael tengah membuka jas serta kemeja putih. Pemandangan pertama yang Jessica lihat adalah otot-otot di perut Michael. Mata Jessica terbelalak kala melihat ada beberapa peluru hinggap di pundak Michael.

"Astaga, banyak sekali pelurunya," komentar Jessica tiba-tiba, tanpa mengalihkan perhatiannya dari Michael.

Michael tak membalas, memilih sibuk mengotak-atik tubuhnya sendiri. Darah mulai mengalir pelan di kulit Michael kala peluru satu-persatu telah berhasil dikeluarkan. Michael sesekali mengeluarkan erangan.

Mendadak benak Michael dipenuhi tanda tanya besar sekarang. Michael merasa sebagian memorinya menghilang. Sebab dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi padanya.

"Abang, lihat kan luka di tubuh Paman!" Jessica menggerakkan bola mata ke arah Jason seketika.

"Tidak mungkin Paman seorang pembunuh, mungkin saja dia yang mau dibunuh orang!" sahut Jessica berapi-api.

Jason ingin membalas. Akan tetapi, perhatian bocah itu teralihkan dengan seseorang di luar kamar. Jason menoleh, melihat Moon ternyata telah sampai di rumah. Keringat lantas muncul di keningnya, ketakutan mulai menggerogoti tulang Jason sekarang.

"Jason, kalian dari mana saja tadi? Mama mencari kalian dari tadi," ujar Moon dengan kening berkerut samar.

Di dalam kamar, Jessica yang mendengar suara Moon langsung menegang.

Melihat ekspresi Jason, Moon pun mndekat sambil berkata lagi," Ada apa Jason?"

Saat tiba di depan pintu dan menengok ke dalam kamar. Wanita bermata hitam itu langsung membola dengan keberadaan sosok asing di dalam kamarnya.

"Siapa kau?!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   61. Tak Mau Mengusik

    Melihat pemandangan di depan, dengan sigap Moon mengalihkan pandangan ke samping. Sampai saat ini Moon tidak bisa menghilangkan perasaannya terhadap Michael. Namun, dia tahu diri, lelaki yang dia cintai telah memiliki istri dan anak. Dia tak mau menjadi orang ketiga di hubungan Michael dan Clara. Masih berdiri di situ, melalui ekor matanya, Moon dapat melihat Michael mengendurkan pelukan. Pasangan suami istri itu saling bersitatap satu sama lain. Moon memutuskan perlahan-lahan memundurkan langkah kaki, hendak keluar dari ruangan. Berlama-lama di sini membuat dada Moon bergemuruh kuat. "Clara bukankah sudah kukatakan untuk menunggu di dalam mobil?" tanya Michael. Tak menyadari bila Moon telah berhasil keluar dari mansion, dia mengendap-endap di antara kepulan asap, melewati kumpulan manusia di sekitar yang sudah menjadi mayat. Kembali ke dalam, Clara tak langsung menjawab, perhatiannya malah tertuju pada luka tembakan di perut Michael. Terlihat darah masih mengalir pelan dari permu

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   60. Menolong

    Mata Moon langsung melebar kala melihat Michael tertembak. Dia pun segera melontarkan timah panas pada David dan Maximus secara bergantian, sambil berdiri di depan Michael saat ini. Julian tak tinggal diam. Dia yang semula terduduk lemas di lantai, berdiri dengan cepat sambil ikut menembak dan menghampiri Michael yang tengah memegang perutnya sekarang. "Moon, kenapa kau ada di sini? Kau bisa menembak?" tanya Michael tanpa mengalihkan pandangannya pada Moon. Kedatangan Moon, membuat Michael sangat terkejut tadi. Sebelum menjawab, Moon mendengus kasar sejenak. Dia tak berniat menghentikan tembakan ke sisi Maximus dan David yang sekarang tampak kewalahan karena diserang dari segala arah, bukan hanya dia yang menembak, Julian dan anak buah Michael ikut menembak ke arah mereka. "Aku ingin membantumu Michael. Ya, aku bisa menembak, dulu saat aku menjadi model, pernah mengikuti klub tembak, sudahlah jangan kau pikirkan, sebaiknya kau keluar sekarang, aku akan membunuh Maximus!"

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   59. Penyerangan Balik

    Begitu mendengar suara yang tidak asing di atas, rahang Maximus langsung mengetat. Dia mengabaikan asap putih akibat ledakan tadi yang mulai masuk ke ruangan perlahan-lahan sekarang. Para anak buah Maximus lantas memandang satu sama lain, bersiap-siap untuk mendengarkan perintah dari Maximus. "Anak kurang ajar! Berani-beraninya dia!" umpat David mengepalkan tangan erat-erat. Maximus lantas mendengus kasar. "Kalian cepat berpencar, bunuh semua anak buah Michael, aku akan naik ke atas sekarang!" perintah Maximus sambil melirik David sekilas. Mereka pun berjalan ke salah satu sudut pintu rahasia ke sisi kanan. Diikuti Maximus dan David melangkah ke pintu rahasia yang lainnya. Sementara itu, di antara puing-puing rumah akibat ledakan bom tadi, Michael sedang berpencar ke seluruh ruangan, mencari keberadaan Maximus. Julian dan anak buah Michael yang lainnya pun melakukan hal yang sama. "Tetap waspada, aku yakin pria itu sedang bersembunyi,"kata Michael sambil menatap ke arah Julian.

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   58. Berita

    "Kau yakin di sana aman?" balas Michael mencoba mengikuti saran dari Clara. "Sangat aman, Michael. Kau tenang saja, di sana lebih aman, daripada di sini." Clara tiba-tiba mengalihkan mata ke arah Moon sekilas. "Rasanya sangat aneh bila ada seorang wanita tinggal bersamamu Michael."Michael enggan menanggapi, memilih memusatkan perhatian pada Moon. Berbeda dengan Moon, perkataan Clara terasa seperti sebuah sindirian halus baginya. Menurut Moon, itu hal yang wajar, yang dilakukan oleh Clara. Ia rasanya tak mau meminta pertolongan pada pasangan suami istri ini. Namun, posisinya sekarang tidak baik. Terlebih, nyawa kedua anaknya dalam bahaya besar. "Bagaimana Moon? Kau mau tinggal di sana bersama si kembar?" tanya Michael seketika. Moon tersenyum getir. "Boleh, yang penting Jessica dan Jason aman.""Baiklah keputusan sudah dibuat, Julian siapkan semua keperluan Moon dan si kembar, jangan sampai orang tahu keberadaan mereka," kata Michael kembali. Julian mengangguk. Tak berselang lama

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   57. Panas

    Moon mematung di tempat ketika tiba-tiba dari pintu lain muncul sosok yang amat dia kenali, Omar, adik tirinya. Dulu, ketika tinggal bersama Omar dikenal suka membuat ulah dan kerap kali menganggunya. Kini, pria berperawakan tinggi dan besar itu berjalan cepat ke arah si kembar sambil menodongkan pistol."Hai Moon, sudah lama tidak berjumpa, kau semakin cantik saja," kata Omar dengan seringai tajam membentang di wajah. Melihat hal itu, napas Moon mendadak tercekat. Kedua anak kembarnya dalam bahaya besar sekarang. "Lepaskan anak-anakku Omar! Apa maumu hah?!" teriak Moon, mencoba menggerakkan kaki. "Eits, jangan bergerak, jika kau maju selangkah lagi aku tidak akan segan-segan membunuh keponakanku yang lucu ini," ucap Omar. Setelah itu cepat-cepat menutup mulut Jessica dan Jason dengan lakban.Beberapa hari sebelumnya, Omar diperintahkan kedua orang tuanya untuk menculik Moon. Dia akan mendapatkan uang yang sangat banyak bila berhasil membawa Moon. Omar hampir saja putus asa karen

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   56. Merasa Bersalah

    Kedatangan Moon, membuat Michael dan Clara sontak terbelalak. Keduanya saling melirik ke arah pintu dengan ekspresi berbeda. Clara tampak keheranan sekaligus terkejut, mengapa ada wanita datang ke rumah suaminya saat ini. Sementara itu di luar pintu, Moon tertegun sambil menyentuh dadanya yang terasa perih akan pemandangan barusan. Moon tahu bila seseorang di dalam sana adalah istri Michael. Sebab beberapa hari yang lalu, Julian pernah menunjukkan foto pernikahan Michael."Siapa wanita itu?" tanya Clara seketika sambil menatap seksama wajah Michael. Ada percikan api cemburu terlihat di kedua bola matanya itu sekarang. "Namanya Moon, dia penolongku saat aku hilang ingatan, aku keluar sebentar ya, sepertinya Moon membutuhkan aku," jawab Michael singkat, tapi mampu membuat dada Clara terasa mulai panas. Namun, Clara berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan cemburunya di hadapan Michael. "Tunggu dulu Michael, jelaskan dulu padaku apa yang terjadi padamu selama ini?" tanya Clar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status