"Aku memang orang baik, tetapi aku tak semurah hati Tuhan yang bisa mengampunimu!"Revan Perwira, dikenal sebagai pemimpin Organisasi Mafia terbesar di Indonesia bernama Cincin Hitam. Ia dikenal oleh seluruh anggota dunia hitam dengan sebutan The Young Maestro berkat ide Revan yang menjadikan Cincin Hitam sebagai organisasi yang disegani.Organisasi yang Revan pimpin difitnah telah melakukan pembunuhan terhadap salah satu anggota dewan. Mereka menemukan bukti sebuah cincin berwarna hitam yang terpasang di salah satu orang yang ditangkap polisi. Organisasi Cincin Hitam menjadi buronan dan Revan mulai bersembunyi dalam gelap.Hidupnya mulai terpuruk ketika kepolisian mulai membuka lembar kasus tentang pembunuhan tersebut dan mengeluarkan perintah tentang penangkapan seluruh anggota Organisasi Cincin Hitam. Ia terpaksa berhadapan dengan Tiara, kekasihnya yang seorang detektif di kepolisian tersebut.Bisakah Tiara menangkap kekasihnya tersebut? Lalu apa siapa sebenarnya yang memfitnah Cincin Hitam?
Lihat lebih banyakSingapura, 28 Oktober 2031
Di salah satu sudut tersembunyi di Singapura, kawasan yang terkenal dengan perkampungan kumuh di tengah daerah industri megah dan gedung pencakar langit. Di tempat itu terlaksana pertemuan rahasia antar pemimpin organisasi dunia gelap se-Asia Tenggara.
Aku datang bersama dengan ajudanku, Reno Zagreb dan beberapa pengawal yang sengaja kubawa karena tingkat kerawanan daerah tersebut. Kupijakan kaki di tanah kotor, berlumpur dan tergenang tersebut dengan pasrah.
“Seharusnya mereka sudah berada di sini, kan?” tanyaku.
Reno yang berada di sampingku hanya bisa mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Kulihat waktu mulai bergulir dengan cepat dan belum ada satu kepala yang datang untuk menyambutku. Sungguh penghinaan yang besar!
Aku melanjutkan langkahku menyusuri setiap gang sempit dan gelap di daerah tersebut. Sesekali pandanganku tidak bisa lepas dari bayang-bayang kehidupan suram warga yang menetap di lingkungan seperti ini.
“Bagaimana bisa mereka hidup di keadaan seperti ini?”
“Entahlah, Tuan Revan, tapi setelah aku menelusuri daerah ini sebelumnya, mereka adalah pekerja buangan yang tidak mendapatkan kewarganegaraan,” ungkap Reno.
“Mereka imigran gelap?” tanyaku dengan penasaran.
“Sepertinya begitu, mereka datang dari berbagai negara dan bercampur di daerah ini.”
Pantas saja, aku menduga hal itulah yang terjadi. Mereka harus bertahan hidup di sini mau tidak mau, karena mereka tidak mempunyai tempat lain untuk pulang.
Tiba-tiba seorang pria berambut gondrong dan hanya mengenakan celana pendek memberikan surat kepadaku. Kuambil dan langsung kubuka dengan segera karena terpampang jelas cap dari salah satu organisasi mafia dari Malaysia.
Tiga puluh langkah ke depan dan belok kanan di pertigaan kedua, kau akan melihat sebuah gedung dengan nama La Vidre, batinku.
“Ada apa?” tanya Reno.
“Kita sudah dekat, mereka memberitahuku melalui surat ini,” ungkapku.
Reno hendak mengambil surat yang kupegang tetapi langsung kutangkis dan kusimpan rapat di dalam saku jas hitam. Mereka berjalan tepat di belakang tubuhku dengan penuh kewaspadaan, tampaknya mereka khawatir dengan pesan ancaman yang ada di surat tersebut.
Seperti dulu ketika aku bermain bajak laut untuk mencari harta karun. Kini aku disuruh untuk masuk untuk menghadiri pertemuan dengan perintah yang konyol. Namun, ini lebih baik daripada harus berputar-putar dan terus mengotori sepatuku.
Persis seperti apa yang dikatakan dalam pesan, sebuah gedung layaknya gedung pertemuan menjulang di depanku. Furniture-nya cukup kusam dan kuno, beberapa bagian rumah yang terbuat dari kayu mulai terkoyak dimakan rayap.
“Apa ini tempatnya?” tanya Reno.
“Sepertinya begitu.”
Kulirik beberapa orang di belakang punggungku, mereka semua tampak ketakutan ketika menghadapi sesuatu seperti ini. Suasana, keadaan, ketegangan, hampir semuanya mempengaruhi pikiran anak buahku.
“Apa mereka baik-baik saja? Para bocah-bocah itu?” tanyaku kepada Reno.
“Itu resikomu sendiri. Kalau dari awal kita ambil para anggota senior, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini.”
“Oh tampaknya kau mulai meragukanku, Reno. Apa aku benar?!” ancamku kepada Reno yang begitu tegang.
Sejak kecil, karena perundungan yang selalu kudapatkan sehingga membuatku mudah tersulut emosi ketika sedikit saja ada yang menyinggung atau tidak sependapat denganku. Mereka yang dulu berjuang bersama tentu paham betul sikap seorang Revan itu seperti apa.
“Tentu saja tidak, Tuan Revan. Maafkan aku,” pinta Reno, pria bertubuh besar dengan kepala plontos itu segera menundukan kepalanya di hadapanku.
“Kalau begitu lakukan sesuatu pada mereka, atau kau yang akan menanggung akibatnya sendiri!”
“Haha, jangan terlalu kasar pada mereka. Bisa-bisa anggotamu jadi berkurang.”
Terdengar suara pria yang begitu berat dari dalam rumah tersebut, lampu yang redup dan suasana yang cukup remang membuatku tak bisa memerhatikan dengan jelas wajah orang yang berjalan kearahku.
Aku akhirnya bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Pria berubuh besar dan gendut dengan cerutu yang menempel di mulutnya.
Sesekali pria itu menghembuskan asap cerutu tinggi-tinggi ke udara dengan senyum menyeringai yang tampak seperti mengejekku.
“Tak kusangka. Bapak besar obat-obatan hadir di sini, aku kira kamu akan menetap di dalam dan bermain dengan banyak wanitamu,” ujarku mengejeknya.
Orang-orang di sampingnya tampak tak terima dengan hinaanku, mereka langsung mengeluarkan senapan dari sarungnya dan mengarahkan benda itu ke kepalaku dengan cepat, ada sekitar 4 orang yang mengacungkan senapan.
“Sudahlah, aku juga tidak merasa tersinggung dengan apa yang ia katakan.”
Pria itu menyuruh anak buahnya untuk menurunkan senapan tersebut, pria yang kukenal dengan nama Hlong Liem itu dengan hangat menyambutku dan mengajak masuk ke dalam.
“Maafkan aku, mereka anak baru,” ucap Hlong seraya berjalan berdampingan denganku.
“Aku mengerti. Pertemuan ini tidak harus saling menumpahkan darah, kan? Lagi pula kita ini rekan bisnis, tidak elok saling bertikai,” ucapku.
Ia tersenyum seraya tertawa keras mendengar ucapan bijak dariku. Tentu saja ia akan bersikap baik mengingat bisnisnya tergantung dari bahan baku yang kujual padanya.
Hlong membuka pintu besar berukuran tiga meter di depanku, pintu yang begitu besar nan megah, dihiasi permata dan emas di setiap ornament-nya.
“Mereka sudah menunggu di dalam,” ucap Hlong.
Sungguh mempesona tampilan dari ruang besar yang berada di balik pintu megah tersebut, ruangan yang berlantaikan marmer dan pilar-pilar kokoh nan besar.
Aku bisa melihat beberapa orang yang sudah duduk kini terfokus kepadaku yang baru saja datang. Di antara mereka, aku bisa mengenali beberapa orang termasuk Nyonya Missa, dulu aku pernah bermitra dengan wanita itu untuk pengadaan senapan ilegal.
“Wah, tampaknya kekasihku baru sampai di sini. Yaampun, karena sudah lama tak bertemu, wajahmu selalu saja memesona diriku,” puji Missa
Wanita itu memang terkenal genit kepada lelaki tampan sepertiku, bahkan aku pernah mendengar kalau dia akan menyetujui kesepakatan apa pun jika dia berhasil memuaskannya selama 12 jam nonstop. Sunggu wanita gila!
“Aku punya banyak varian senapan baru untukmu, aku bisa mengirimkannya padamu percuma jika aku bisa mencicipi sejengkal milikmu yang kuinginkan itu,” goda Missa, membuat seluruh orang yang mendengar ucapan tersebut tersipu malu dan bukan tidak mungkin terangsang.
“Aku tidak tertarik. Aku lebih senang membayarnya dengan uang daripada tubuhku. Apa kamu pikir aku gigolo?!” bentakku dengan keras.
Bukannya merenung karena salah, Missa justru tertawa kencang seolah-olah mengejekku. Beberapa anggota yang pergi bersamanya juga tampak tengah menahan tawa, apa mereka sama genitnya dengan Missa?
“Yaampun … aku sudah lama tidak mendengar gigolo dari seorang anak muda,” ucap Missa.
Tak lama, datang seorang pria berpakaian serba hitam dengan topi fedora yang sama hitamnya. Selendang berwarna putih terpasang di kedua bahunya menandakan kalau dia adalah orang penting di dunia mafia.
Ketika pria itu turun tangga, seluruh ketua mafia se-Asia Tenggara segera bangkit dari tempat duduknya dan berdiri tegap seolah-olah menghormati pria tersebut.
“Siapa dia itu?” tanya Reno seraya berbisik kepadaku.
“Dia Ketua dari Perhimpunan Mafia Asia, Dong Yon Ji.”
Pria itu duduk di kursi yang disediakan sebelumnya. Seluruh pemimpin organisasi mafia juga ikut duduk bersamaan dengan Dong di kursi mereka masing-masing. Pandangan pria itu langsung tertuju kepadaku yang beberapa bulan lalu pernah bertegur sapa beberapa kali ketika perjalanan ke Hong Kong.
“You … I remember you when we met in Hong Kong last month, Glad to see you here,” puji Dong Yon Ji kepadaku.
Seluruh pemimpin organisasi Mafia sontak memandangku dengan tatapan penuh ketidakpercayaan, beberapa ada yang menatapku dengan wajah iri dan juga bangga, aku tidak bisa menjelaskan raut wajah mereka satu persatu.
“Thank you, I appreciate that.” Aku menundukan kepalaku, sunggu suatu kehormatan bagi seorang pemimpin organisasi bisa dikenal oleh Pemimpin Perhimpunan Mafia se-Asia, Dong Yon Ji.
“Alright, let's start the meeting!”
Kamis, 21 Oktober 2021 Setelah menghabiskan kurang lebih lima bulan menulis –terkendala tugas perkuliahan dan sebagainya. Serial PARTNER IN CRIME resmi tamat kemarin malam, rasanya begitu lega dan menyenangkan bisa memberikan hasil akhir yang sesuai dengan keinginanku. Namun, cerita ini masih menyimpan beberapa kekurangan dan plothole di berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis meminta maaf sebesar-besarnya jika ada cerita atau scene yang tidak dijelaskan secara detail. Tentu hal ini berkaitan dengan alur cerita agar tidak melenceng dan tetap di jalur utama kisah Revan dan Tiara. Dasar dari ide saya membuat cerita perselisihan ditambah dengan romansa antara Mafia dan Polisi tak lain adalah nuansa yang baru, menciptakan kisah baru yang segar dan anti mainstream di kalangan pembaca yang banyak didominasi oleh cerita-cerita CEO, silat, dan sebagainya. Saya memang tipikal orang yang menyukai perbedaan dalam suatu perkumpulan, platform membaca online adalah perkum
*** Satu minggu kemudian Pergantian kepemimpinan di Cincin Hitam terjadi. Tanpa hadirnya aku, dewan komite yang sudah kubentuk mengesahkan Violet sebagai penerus organisasi Cincin Hitam yang terselubung sebagai organisasi masyarakat pembela rakyat kecil. Mereka katanya menyambut dengan baik pergantian kepemimpinan tersebut, bersuka cita dan membuat pesta meriah untuk merayakannya. Itulah yang kudengar dari Nathan yang belakangan sering mengunjungiku, lebih sering ketimbang Violet. “Baguslah. Keadaan pemerintah juga semakin membaik, meski Yudha tidak naik menjadi Plt Presiden, tetapi ia tetap memegang kendali parlemen menggantikan Stefano,” balasku. Perkembangan tubuhku semakin membaik dari hari ke hari, Dokter sudah memperbolehkanku makan-makanan keras dengan syarat harus dikunyah secara halus. Bahkan dengan kondisiku yang seperti ini, dalam beberapa hari ke depan aku mungkin diperbolehkan untuk pulang. Pagi itu, udara hangat m
***Sudah dua hari aku terbaring di kasur rumah sakit. Dokter yang memeriksaku sudah melakukan CT-scan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkiraan dokter pribadi yang kupanggil tempo hari.Tukak lambung, penyakit yang terjadi karena adanya infeksi di dinding lambung akibat bakteri. Ia menjelaskan penyebab terjadinya penyakit tersebut, salah satunya adalah konsumsi minuman beralkohol.Aku sadar. Belakangan ini, aku banyak minum-minuman beralkohol, aku kira aku baik-baik saja hingga kejadian ini terjadi.Untuk menjaga kesehatanku agar semakin membaik, Violet terus menemaniku di ruang perawatan ini, terkadang Nathan yang berjaga menggantikannya.“Parlemen sedang sibuk-sibuknya saat ini,” ucapku tatkala melihat pemberitaan di tv yang banyak mengulas seputar penunjukan Presiden pengganti David.Hingga saat ini, mereka masih belum menemukan keberadaan pria tua itu. Jika pun mereka berhasil, mereka hanya akan menemukan jasadnya y
“Mengorbankan hidup kalian untuk orang lain? Apa semudah itu kalian menyerahkan nyawa pemberian dari tuhan?!” bentakku.Aku benar-benar marah saat ini, tak hanya keluarga David tetapi Tiara juga ikut memohon ampun untuk nyawa pria tua penjahat tersebut.Aku berpikir, apa bagusnya dia dibandingkan dengan nyawanya? Dia juga tidak akan mengingat Tiara yang sudah menyelamatkan nyawanya.Sungguh sia-sia.Tiba-tiba kepalaku begitu pusing, telingaku berdengung dan pandanganku mulai berat. Tanganku bertumpu pada sudut meja untuk menahan agar badanku tidak ikut terjatuh.Sontak aku melepaskan senapan dari genggamanku dan langsung diraih oleh Tiara, wanita yang tadi memohon ampun kepadaku, kini berbalik mengacungkan senapannya padaku, mengancamku atas kejahatan yang jauh lebih banyak dibandingkan David.“Semua kejahatan di negeri ini berawal darimu. Aku tidak akan keberatan membunuhmu saat ini juga,” ancam Tiara.Wanita
“Kenapa aku harus pergi dari sini?” tanya David, bingung.“Aku tidak ingin orang-orang mengira kamu masih hidup. Aku akan memalsukan kematianmu dan kamu bebas hidup dengan identitas yang baru,” balasku. David terdiam mendengar penjelasanku, hanya itu satu-satunya pilihan yang kuberikan padanya jika dia ingin tetap hidup.Aku ajak dirinya keluar dari ruang tersebut dan berjalan menuju meja makan yang berada di lantai dasar. Namun, ketika hendak menuruni tangga, ia menolak ajakanku dan meminta waktu untuk memikirkan itu sendiri.Itu yang ia pinta dan aku menghargai keputusannya, lagi pula aku juga banyak berterima kasih atas pengakuannya di siaran tadi, tidak banyak orang berani yang mampu melakukan dan mengakui kesalahannya sendiri.Ia berjalan ditemani seorang pengawal yang sudah kutugaskan untuk tetap bersama David. Ketika aku tengah fokus memandang pria tua itu dari bawah, Nathan tiba-tiba mengejutkanku dengan ditemani beberapa o
***Pagi itu, terpaksa aku harus membawa Tiara ikut bersamaku. Ia tidak bisa memberikanku jaminan pasti kalau dia tidak akan memberikan pernyataan tersebut. Alhasil, semua rencana yang sudah kususun sejak awal tak berjalan lancar.“Kamu membawa lagi orang kemari?” tanya Nathan, pria itu datang menghampiri tatkala melihatku berjalan seraya menggendong seorang wanita, Tiara di dekapanku.“Kamu pasti mengenalnya,” ujarku.Pria itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, wajahnya menegang dan kedua bola matanya membulat tajam. Ia melihat kehadiran Tiara yang tak sadarkan diri di hadapan wajahnya, ia mengingat betul kalau aku tidak ingin bertemu dengan Tiara secara langsung.“Apa dia mengetahui identitasmu?” tanya Nathan, kesal menatapku tajam.“Ya begitulah, aku perlu melakukannya untuk membungkan mulut Tiara,” jawabku, lirih.“Apa kamu gila?! Dia bisa saja membocorkan keberadaan Pres
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen