Naya semakin gugup ketika mobil yang ia tumpangi sudah memasuki area mansion megah yang 5 tahun lalu ia tinggalkan. Tidak ada perubahan sedikit pun dari mansion tersebut, semuanya tetap terlihat sama seperti saat ia tinggalkan. Levin berdecak kagum dengan mata berbinar melihat bangunan megah nan besar itu."Mama, rumahnya mirip istana!" seru Levin tanpa mengalihkan pandangannya dari bangunan itu. Naya hanya tersenyum sambil mengusap puncak kepala putranya. Entahlah, Argio memintanya untuk menginap di mansion ini. Awalnya ia memilih menginap di hotel untuk sementara waktu, ia tidak berani pulang ke Surabaya. Takut Rio akan berbuat hal lebih. Sopir yang mengendarai mobil sedan hitam mewah itu berhenti tepat di depan pelataran mansion."Sudah sampai, Nona," ucap sopir berusia 30 tahunan itu menoleh ke belakang.Naya mengangguk lalu segera keluar dari mobil bersama putranya. Kedatangan mereka berdua sudah di sambut oleh para pelayan yang berjejer rapi di dekat pintu mansion. Seorang kep
Naya mendorong Argio hingga tautan bibir mereka berdua terlepas. Wajah wanita itu semakin memerah serta rasa malu yang semakin mendekap dirinya. Argio menyeringai menatap Naya yang tampak salah tingkah. "Aku ingin tidur," ucap Naya buru-buru masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan Argio.Naya mengusap kasar bibirnya yang menyisakan saliva mereka berdua. Seharusnya ia menghindar dan menolak ciuman Argio tapi seolah akal sehatnya sudah menipis membuat ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Argio menatap kepergian Naya dengan pandangan yang sulit diartikan.Wanita itu ikut berbaring di samping putranya setelah membereskan piring-piring kotor di atas meja. Baru hendak memejamkan matanya suara langkah sepatu membuat Naya menoleh ke belakang."Apa boleh aku ikut bergabung tidur dengan kalian berdua?" tanya Argio melepaskan jas yang melekat ditubuh kekarnya.Sepertinya pria itu akan tidur sangat nyenyak bila tidur satu kasur dengan mereka berdua."Tidak bisa. Sangat salah bila kamu tidur sat
Di tengah kegelapan malam Argio melangkah masuk ke dalam hutan Muson yang disebut oleh pesan dari nomor asing itu. Suara hewan malam membuat suasana semakin mencekam ditambah gemuruh angin cukup kencang dan awan hitam pekat menutupi sinar rembulan. Dengan dibantu pencahayaan dari senter Argio semakin melangkah masuk ke dalam hutan.Wajah pria itu tampak datar, namun auranya sangat mengerikan. Tidak ada sedikitpun ketakutan dalam benak Argio kecuali perasaan menggebu-gebu ingin segera sampai ke tempat tujuan. Beberapa menit berjalan hingga langkah Argio terhenti pada pabrik gula terbengkalai, dari luar saja tampak mengerikan seperti bangunan berhantu. Argio melangkah mendekati bangunan tersebut. Secercah cahaya terlihat dalam pabrik terbengkalai itu, sudah pasti ada orang di sana. Baru hendak melangkah masuk ke dalam pabrik tersebut dua pistol sudah di todong di sisi kanan dan kiri kepala Argio. "Seperti ini cara mainannya," gumam Argio melirik dua pria yang menatap mengintimidasi pa
Rio yang tertawa penuh kemenangan, kini suara tawa itu langsung lenyap ketika suara tembakkan membuat pria itu langsung tumbang. Aldo membidik Rio tepat di jantungnya. Sepuluh anak buah Argio masuk ke dalam bangunan itu setelah melumpuhkan dua anak buah Rio dengan mudah."Tuan Argio!" Aldo langsung menghampiri sang tuan muda yang sudah tak sadarkan diri.Ikatan di tubuh Naya langsung dilepaskan oleh salah satu anak buah. Wanita itu langsung mendekati Argio. Ia menggoncang tubuh pria itu berharap Argio sadar tapi apa mau dikata kondisi Argio tidak baik-baik saja saat ini. Tembakkan yang Rio berikan membuat Argio kehilangan banyak darah hingga kesadarannya menghilang. "Argio bangun. Bangun!" Naya memeluk tubuh besar Argio tanpa memperdulikan pakaiannya yang melekat darah segar milik pria itu. Rasa sedih dan bersalah merambat dalam benak Naya saat ini. Andai tidak menyelamatkan dirinya Argio tidak akan seperti ini. Rasa takut kehilangan mencengkram kuat hati Naya. "Kalian angkat Tuan
Caesa beranjak dari dalam kamar tersebut, dengan membawa rasa kecewa dan marah yang bercampur jadi satu dalam benaknya. Orang tua mana yang tak kecewa saat tahu putranya sudah melakukan hubungan terlarang hingga membuahkan nyawa kecil. Naya menatap kepergian wanita paruh baya itu dengan wajah mendung. "Tidak apa-apa, jangan masukkan ke dalam hati ucapan Bunda yang menyakitkan mu. Bunda hanya kecewa, setelah itu dia akan memaafkan kesalahan kita berdua," ucap Argio berusaha menenangkan. Naya mendongak menatap Argio di sampingnya. "Aku takut orang tuamu membenciku," balas Naya tampak gelisah. Apalagi melihat sorot mata Caesa yang menyiratkan kemarahan padanya.Argio mengulas senyum lalu tangan kanannya mengusap punggung Naya lembut."Percayalah padaku, semuanya akan baik-baik saja. Yang patut disalahkan dalam masalah ini adalah aku."Naya menatap lekat wajah Argio. Pria itu tampak tenang seolah masalah yang tengah di hadapi sekarang tidak terlalu rumit. Cara bicara Argio terdengar lemb
"Tentu, pasti Naya menerimaku. Iya' kan Naya?" Argio menoleh menatap Naya di sampingnya.Wanita itu terdiam tidak menjawab pertanyaan Argio. Ia menatap semua orang yang memusatkan tatapan pada dirinya. Argio tampak tak sabaran menunggu jawaban yang keluar dari mulut Naya. Namun, raut wajah pria itu langsung berubah ketika Naya bangkit dari sofa lalu pergi begitu saja meninggalkan ketiganya yang menatap penuh keheranan pada Naya."Sepertinya Naya menolakmu," timpal Caesa tanpa memikirkan perasaan Argio. "Bun!" tegur Arga pada sang bunda.Raut wajah Argio yang berbinar-binar kini langsung berubah. Pria itu langsung bangkit dari tempat duduknya lalu menyusul Naya yang berlari menuju ke kamar di lantai dua. Naya menutup pintu kamar lalu menguncinya. Ia menyandarkan tubuhnya di belakang pintu dengan perasaan yang berkecamuk.Bukan, ia tidak menolak niat baik Argio hanya saja ia belum siap apalagi ibunya sangat membenci sosok Argio. Dan sekarang restu ibunya menjadi pembatas antara dirinya
"Naya!" Argio melangkah lebar mengejar Naya dan dengan cepat meraih pergelangan tangan wanita itu. Langkah Naya terhenti ketika Argio mencekal pergelangan tangannya."Aku tahu tidak mudah bagimu melupakan semua yang telah aku lakukan. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi meminta maaf atas luka yang pernah aku berikan," ucap Argio penuh menyesalan. Naya memejamkan matanya sejenak. Ia mengigit bibir bawahnya kelu. Argio menarik Naya hingga jarak mereka berdua semakin terkikis. Ia memegang dagu Naya lalu mengangkatnya agar menatap dirinya."Nay, mungkin aku tidak bisa mengubah masa lalu yang kita lewati menjadi manis, tapi aku berjanji akan membahagiakanmu di masa sekarang. Aku sangat-sangat menginginkanmu menjadi istriku bukan karna ada Levin diantara kita berdua. Tapi aku siap menunggumu selama apapun asalkan kamu menerima pernikahan yang aku tawarkan." Naya menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya. "Ini bukan hanya tentang penyesalan dan penderitaan yang kamu berikan, ta
Yang harusnya datang tepat waktu menghadiri pesta kini keduanya datang terlambat. Naya memasang wajah kesal ketika harus kembali di dandani para pelayan sedangkan Argio tampak puas setelah mendapatkan apa yang ia inginkan. Mobil yang keduanya tumpangi sudah sampai di sebuah mansion megah bak istana dengan arsitektur eropa. Mobil-mobil mewah berjejer rapi di parkiran khusus di area tempat acara yang berlangsung kini. Argio lebih dulu turun dari mobil sedan mewah lalu membuka pintu mobil untuk Naya. Perlakuan Argio tampak seperti pria manis yang romantis pada sang kekasih. Naya terdiam sejenak ketika pintu mobil terbuka dan Argio kembali menjulurkan sebelah tangannya. Ia mendongak menatap Argio yang tersenyum manis padanya. "Ayo cepat keluar, pesta sudah mulai," titah Argio. Mendengar itu Naya segera keluar dari mobil tanpa menyambut uluran tangan Argio. "Apa kamu masih marah?" Argio langsung bertanya seperti itu. Heran dengan sikap Naya yang tiba-tiba acuh. Wanita itu menghela na