Hanya hitungan menit, sambungan telepon telah terhubung dan Grace berbicara dengan James. Tanpa ada yang disembunyikan, Grace mengatakan semuanya apa yang dia dengar dari bibir mungil Sherly. James hanya bisa menghembuskan napas gusar, ketika mendengar penuturan Grace yang sama dengan apa yang dia dengar dari para pegawainya. Setelah mengakhiri panggilan, dan mengembalikan ponsel milik pegawainya, James berpamitan dan meminta mereka menikmati suasana pesta sederhananya. James fokus mencari Sherly yang membuat ulah, disaat yang tidak tepat. "Rima, Sherly pergi tanpa berpamitan!" ujar James lesu, ketika sampai dalam kamarnya untuk mengambil ponsel yang ketinggalan. Kini, wajah Rima yang terlihat pucat pasi mendengar penuturan suaminya. Dirinya merasa bersalah, karena tidak mengindahkan ancaman Sherly tempo hari, jika dia akan mengacaukan pernikahannya, jika dia berani duduk bersanding dengan papanya. "Mas, apakah penikahan ini salah?" tanya Rima, yang membuat james nampak sangat kesa
James melihat istrinya yang berbicara sendiri, dan langsung fokus pada ponselnya. Kemudia memperhatikan baik-baik apa yang dia lihat. "Mas, aku tahu dia ada di mana?" ujar Rima girang. "Kamu yakin?" tanya James yang juga fokus pada layar ponselnya. "Aku dari tadi menghubungi teman-teman sekolah Sherly tidak menemukannya, masa kamu hanya diam dan main ponsel bisa ketemu?" lanjut James bingung. Rima ingin sekali mencium suaminya, karena gemas. Bagaimana bisa, bos besar tidak tahu cara menggunakan ponselnya dengan baik dan cermat. James kembali sibuk dengan poselnya, yang sudah terhubung dengan beberapa teman Sherly. Rima anya diam melihat suaminya yang masih berlum percaya dengan apa yang dia ucapkan. "Payah!" keluh James setelah mengakhiri panggilan. "Mas, Sherly di sini!" ujar Rima, dengan menunjukkan ponsel miliknya. James yang sedang sibuk mencatat nomor teman Sherly lainya, yang dia minta saat menelepon tadi. Jadi terganggu konsentrasinya. Lalu, menanyakan ada apa. "Aku sud
"Mas, kita harus cepat ke sana!" Kini Rima yang kebakaran jenggot, ketika melihat anak gadisnya berpose dengan baju yang teramat sexy."Kenapa?" tanya James yang fokus pada kemudinya.Rima hanya meminta James untuk cepat datang ke Kelab yang mereka tuju dan memperingati suaminya untuk berhati-hati dalam mengemudi, agar tidak terjadi hal yang tidak diingainkan."Iya, maaf. Aku terlalu mengkhawatirkan Sherly," ujar James.Tubuh James seakan-akan kaku, mengingat kelakuan anaknya yang ada di Kelab malam. Pikirannya tetap tidak fokus, takut Sherly mengalami hal yang tidak-tidak."Semua karena aku, Mas!" lirih Rima."Tidak, pelan-pelan kita perbaiki. Semuanya butuh proses untuk lebih baik dan menerima satu dengan yang lainnya!" James mencoba menguatkan Rima, agar tidak terpuruk."Iya, lebih baik kita istigfar sekarang, agar hati lebih tenang." Rima berusaha menyadarkan dirinya sendiri.James pun memperlambat laju kendaraannya, dan mengikuti Rima beristigfar. Tanpa mereka sadari, sudah sampa
"Singatku, jika remaja sudah berkumpul, maka mereka akan lupa akan waktu yang terus berputar." bantah James.Mereka berdua kembali memperhatikan semua pengunjung yang datang, mencari kemungkinan yang terlupa saat fokus mereka terbagi. Namun, tiba-tiba Rima menarik tangan James, sehingga langkah lelaki itu terhenti. Kemudian menanyakan ada apa pada Rima yang diam dan terpaku, menatap tajam ke arah sudut ruangan."Bukankah itu anak kita, Mas?" tanya Rima dengan bibir bergetar.James langsung mentap ke arah yang dituju oleh Rima, dan terlihat amarah di wajah James. Pemandangan yang tersji di depannya sungguh membuat James meradang. Tanpa menunggu, James langsung mendekati Sherly dan menarik tangan anak gadisnya yang sedang memegang segelas minuman keras. Dengan kasar, James membuang gelas itu. James benar-benar tersulut emosinya. Kemudian, James menarik tangan Sherly dengan paksa."Mas, tenang dulu. jangan seperti ini," cegah RimaJames mengabaikan istrinya, dan terus menarik anaknya yan
Dengan malas, Sherly naik ke dalam mobil. Lalu, membanting pintunya dengan keras. Rima sampai terkejut, dan hanya bisa mengelus dadanya. Melihat kelakuan ayah dan anak yang sedang terbalut emosi.James meminta Rima untuk naik, agar mereka bisa segera pulang, dengan ragu Rima naik dan duduk di kursi depan. Sebenarnya dia ingin bersama Sherly, mencoba melakukan pendekatan, tapi sepertinya itu tidak mungkin untuk situasi saat ini. James langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi setelah Rima duduk di sampingnya, rasa kesalnya dia salurkan dengan meninjak pedal gas.Perjalanan pulang terasa sangat lama, karena James sempat salah arah. Membuatnya harus putar balik, dan membuat Rima tersenyum."Mas," rayu Rima dengan bergelayut manja di lengan kekar James."Enggak malu sama Sherly lagi?" tanya James, menggoda istrinya.Rima hanya memberi kode dengan melihat ke belakang, yang di mana Sherly sedang terlelap karena kelelahan. James tersenyum, mengingat Rima tidak lagi cemberut padanya
"Di hari pernikahan kita, terlalu banyak hal tidak terduga yang terjadi!" Suara James terdengar sedikit bergetar, dia benar-benar merasa bersalah pada Rima."Mas, kamu menikah denganku bukan hanya untuk memenuhi hasratmu saja, kan?" tanya Rima, dan dibalas dengan cengiran dari James. "Tapi lebih condong ke anak-anak yang sulit diatur dan pergaulan bebas di era digital ini," ungkap Rima, selanjutnya.James diam dan fokus pada setirnya, ada rasa yang tidak nyaman yang dilontarkan oleh Rima, meskipun hal itu benar adanya.Mobil berhenti di depan rumah ibu James, dengan cepat lelaki yang masi tampan di usianya itu menelepon asisten rumah tangga yang bekerja di sana. Tidak lama, pintu dibuka dan James langsung membawa Sherly ke dalam rumah ibunya. Sedangkan Rima di minta James untuk menunggu di dalam mobil."Bik, tolong jaa Sherly, ya, Ibu sebentar lagi pulang. Saya harus kembali ke rumah mertua saya," pesan James."Iya, Mas," jawab asisten rumah tangga ibunya, kemudia mereka berjalan ber
James mendekat dan menggapai tangan sang mertua, kemudian salim takzim. Sejenak melirik sang istri dan menghela napas panjang."Maaf, ya, Bu. Membuat kegaduhan, disaat seperti ini," lirih James.Sang menrtua menepuk pnggung tangan James, dan meminta menantunya untuk bebersih dan istirahat. James pun langsung ke kamar setelah istrinya mengangguk mengiyakan ucapan sang ibu.Rima memapah ibunya masuk ke dalam kamar, dan membantu sang ibu untuk berbaring. Kepedihan terpancar di matanya yang pandangannya mulai kabur, Rima pura-pura tidak melihatnya, jika tidak maka dirinya akan menangis melihat luka sang ibu. Rima berpamitan untuk memersihkan wajah dan tubuhnya."Nak," panggil Bu Halimah, ketika Rima akan berlalu.Rima mengurungkan niatnya dan duduk di samping sang ibu. Menatap sayu pada orang tua satu-satunya yang dia miliki. Rima melihat ada kepedihan di mata ibunya, ketika pandangan mereka beradu."Kamu harus benafr-benar menjaga keluarga barumu, jangan menyerah jika sesuatu ada diluar
Rima memanggil suaminya dengan lembut, lalu mengajaknya duduk. Kemudian, Rima memegang tangan James dan meletakkannya di pangkuannya."Mas, jangan pernah mengatakan maaf lagi, kita mulai dari awal, ya." Rima menepuk tangan james yang ada di pangkuannya.James seperti seorang yang sedang patah hati, dia memasang wajah yang sangat tidak enak dipandang, meskipun masih terlihat tampan. James menyandarkan kepalanya di bahu Rima sebagai penopangnya, hal ini membuat hati Rima berdenyut. Tubu Rima mengirimkan signal yang tidak biasa atas sentuhan yang dilakukan oleh James.Rima membiarkan James melepaskan rasa beban yang selama ini, ada dipundaknya. Membagi semua tanggung jawab padanya."Beruntungnya aku mendapatkan kamu sebagai istriku di saat seperti ini, jika aku memilih wanita lain, mungkin akan marah dengan berbagai kejadian saat pernikahan dan malah membuatku marah, bukannya tenang," puji James pada sang istri.James menghembuskan napas berat, tepat mengenai leher Rima. Membuat bulu kud