Share

Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat
Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat
Penulis: CheRy

Tuduhan Suamiku

Plak!

Prang!

Ragaku terhuyung ke belakang karena tak siap dengan tamparan di pipi, sehingga bokongku sukses mendarat di lantai dapur yang keras. Mangkuk kaca berisi sup daging pun melayang dan jatuh terburai. Isinya berserak bersamaan dengan kepingan pecahan kaca. Bahkan, pecahan dari mangkuk ada yang menyabet kaki. Perih.

Aku kaget bukan kepalang mendapat perlakuan secara tiba-tiba dan kasar seperti itu. Apa ini? Kualihkan pandangan pada sosok tersebut. Netra membeliak tak percaya. Mas Reno?

Ya, Mas Reno—suamiku. Pria tampan berperawakan tinggi dan tegap itu sedang bertolak pinggang menatapku nyalang.

"M-mas?! Ada apa? Kenapa pulang-pulang malah nampar Malaya?" tanyaku dengan suara yang bergetar menahan rasa sakit di pipi sekaligus di hati.

Bekas tamparan Mas Reno kutekan kuat. Rasanya panas dan sedikit perih. Sejak kapan Mas Reno tiba? Mengapa aku tak mendengar suara deru mesin mobilnya? Apa karena terlalu asyik dengan kesibukan di dapur, sampai-sampai suami pulang pun aku tak menyadari? Dengan masih terduduk netraku kembali menyusuri lantai yang penuh tumpahan sup. Sayangnya, batinku.

"Kau keterlaluan Malaya. Sungguh keterlaluan! Apa kurangnya aku di matamu sampai tega ngelakuin ini semua?! Bahkan, kau sanggup mencoreng nama baik keluargaku! Kenapa, hah?!" bentaknya menudingku dengan telunjuk tepat ke arah wajah.

Deg

Ada yang berdenyut di sudut hatiku saat Mas Reno dengan gamblangnya menyebut kata 'Kau' padaku, padahal seumur-umur berumah tangga dengannya kata itu begitu 'Tabu' di telinga kami berdua.

Netra lelaki yang kupanggil 'My love' itu memerah dan berair. Napasnya naik turun tak beraturan dengan cepat. Rahang yang tampak mengeras itu mengatup rapat. Aku sangat takut—takut melihat ia yang seperti bukan dirinya. Sungguh, aku benar-benar tak mengerti. Suamiku itu pergi pagi untuk mencari nafkah dengan kehangatan, mengapa malamnya pulang dengan penuh api dendam kemarahan, padahal ia adalah sosok yang sangat lembut dan penyabar.

Sekesal apa pun Mas Reno terhadapku, ia tak akan pernah memasang raut muka semenakutkan itu. Pun, selama kami berpacaran hingga menikah tak pernah ia berlaku kasar. Jangankan memukul seperti ini meninggikan suara saja tak pernah ia lakukan.

Tapi kini, tangan yang suka mengelus pipi dan membelai rambut hitam legam panjang milikku itu, tangan yang suka menautkan jari jemari jika kami saling berjalan bersama, malam ini, ya, malam ini mampu melakukan kekerasan terhadap fisikku.

"T-tapi kenapa, Mas? Malaya beneran nggak ngerti kenapa mas bisa marah sampai segitunya. Beri penjelasan, Mas," tanya dan ucapku dengan suara lemah dan bergetar sembari berusaha menahan tetesan bening dari pelupuk mata. Aku benar-benar syok diperlakukan seperti ini.

"Jangan banyak drama! Pura-pura nggak tau dan sok polos! Aku yakin, kau sebenarnya sudah tau kenapa aku begitu marah dan sanggup menamparmu!" cebiknya menatapku tajam.

"Mas ... Malaya beneran nggak tau apa-apa. Kalaupun Malaya melakukan kesalahan, beritahunya, kan, bisa baik-baik."

Aku menekan nada bicara selembut mungkin. Berusaha menahan gejolak di dada walau hatiku sudah terlanjur sakit. Bagaimana pun ia suami yang harus aku hormati. Mas Reno orang yang lembut, pasti dengan kelembutan ini ia akan menyadari kesalahannya yang menegurku dengan kekerasan. Manalagi kurasakan ujung bibir yang semakin perih, membuatku tak bisa membuka mulut lebih lebar. Penasaran, kuraba di mana rasa sakit itu muncul dengan punggung jari telunjuk. Benar saja. Noda merah telah berada samar di sana. Sepertinya ujung bibirku robek.

"Tadinya aku nggak percaya Malaya. Kutepis semua kabar dan berita tantang tingkah lakumu di luaran sana. Tapi apa yang aku dapatkan! Pengkhianatan! Kau berkhianat, Malaya! Kau perempuan ular! Kau perempuan busuk!"

"Mas!" teriakku kecewa. Lelaki yang paling kusanjung itu begitu tega mengucapkan kata-kata yang tak pantas padaku. Demi Tuhan, aku tak pernah berkhianat di atas janji suci pernikahan kami. Apa alasan Mas Reno bisa berkata dan berpikiran sepicik itu terhadapku?

Buliran bening tak mampu lagi kubendung. Akhirnya ia jebol juga. Bagai curahan air dari langit buliran itu terus saja membanjiri pipi. Dalam mata mengabur, kulihat Mas Reno membuka tas kerjanya dengan tangan bergetar dan terburu-buru.

"Apa ini? Siapa dia? Sudah berapa lama kalian saling berhubungan?!" teriaknya sambil melempar sesuatu ke arahku.

Aku yang masih bergeming di lantai dengan pikiran yang berkelana tiba-tiba tersentak kala benda yang dilemparkannya mengenai wajah. Pedas di pipi dan sakit di bokong tak lagi kuperdulikan. Lembaran-lembaran yang beterbangan di udara, kini menjadi fokusku.

Plek.

Selembar foto jatuh di bawah kaki. Cepat kupungut salah satunya. Mataku membulat seketika begitu melihat apa yang tercetak di dalam foto.

"Astaghfirullah. A-apa ini?"

Terlihat di sana seorang wanita yang sedang terbaring telentang dengan hanya ditutupi selembar selimut putih. Dari leher, bahu dan tangannya polos terbuka. Wanita itu terlihat kelelahan. Di sampingnya seorang pria juga ikut tertidur dengan posisi tertelungkup. Tangannya melingkar di perut sang wanita. Wajah mereka saling berhadapan hingga tak ada jarak yang memangkas di antaranya. Intim. Itulah yang bisa dideskripsikan jika se-siapapun melihat foto itu.

Pria yang ada di foto membelakangi, hingga tak kelihatan dengan jelas wajah siapa itu. Namun, tidak dengan wajah sang wanita. Ia benar-benar terlihat dengan sangat jelas dan dia adalah ... aku sendiri.

"A-apa maksudnya ini, Mas?" jeritku histeris membuang foto seraya beringsut ke belakang dengan bokong. Tubuhku gemetar begitu juga dengan kedua tangan, turut gemetar seraya menjambak rambut. Takut—aku benar-benar takut dengan apa yang barusan kulihat.

Tersadar dengan sekelilingku yang penuh dengan tebaran foto, kuraih kembali beberapa lembar untuk memastikan. Sama saja. Semua itu adalah foto-foto yang menampilkan wajahku dengan pose beraneka. Lelaki yang bersamaku pun tetap tak kuketahui siapa orangnya. Seluruh posenya membelakangi kamera, hanya wajahku saja yang tersorot.

"Kau bertanya apa?! Seharusnya aku yang bertanya padamu, Malaya. Apa ini!? Kau berselingkuh di belakangku, hah?! Kau berani berbuat mesum lalu mengabadikannya seperti ini?! Menjijikkan Malaya. Sangat menjijikkan! Kusangka kau wanita terhormat, tapi ternyata kau tak ubahnya seperti wanita penjaja kenikmatan di luaran sana!"

Deg

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status