°pov Jalu°
Aku tidak akan rela, jika Rosalinda jatuh ke pelukan lelaki lain, termasuk Gunawan.Apapun caranya, aku akan merebut Rosa kembali ke pelukanku.Saat aku melihat Rosa dan Airin berada di cafe, aku pun berusaha memberanikan diri, membujuk Rosa untuk kembali.Namun, lagi-lagi kecewa yang aku terima, ia bahkan tidak menghiraukan perkataanku, padahal aku begitu mengiba kepadanya.'Aku nggak akan menyerah, Rosa. Kamu nggak mau kembali kepadaku, maka tidak ada seorang pun yang berhak memiliki mu, kecuali aku.' kupacu semangat dalam diriku lagi, untuk berjuang merebut hati Rosalinda kembali. Tentunya secara diam-diam, agar Ratih tidak tahu perasaanku yang sesungguhnya. Saat ini, aku memang tidak memiliki kekuatan apapun, selain mengikuti perintah Ratih.________"Kak, ini Jalu, aku mau kakak kasih dia pekerjaan yang memiliki jabatan baik di kantor ini," ucap Ratih pada Arjun, Kaka tirinya yang kaya raya"Bu ..., Ibu kenapa?" Aku bertanya dengan panik, lalu langsung sigap membantu Ibu yang tengah terduduk, dengan gelas pecah berserakan di lantai.Ratih pun berlari ke dapur, matanya membulat sempurna melihat gelas pecah berserakan.Dan beberapa cemilan yang tumpah."Bu! Nggak becus banget sih, sampe lantai rumahku kotor! Cemilan mubazir jadinya." Ratih membentak Ibuku dengan kasar."Ratih, kamu punya tangan dan kaki, kenapa harus perintah Ibuku?" tanyaku yang tersulut emosi, dengan semua tingkah yang Ratih lakukan.Ratih berkacak pinggang. "Mas, kalian itu numpang! Tahu diri dikit dong, wajar aku suruh-suruh Ibu kamu. Biar berguna, jangan lagak seperti nyonya! Ingat ya Mas, aku bukan Rosalinda yang bisa Ibu kamu tekan.""Ratih, aku benar-benar kecewa sama kamu!" pekikku dengan berusaha menahan gejolak amarah di dalam dada."Kecewa saja terus, bodo amat." Ratih menyahut dengan pongahnya. Aku merasa hilang har
"Ros," sapa Gunawan yang hari ini datang berkunjung ke kantorku. Ya, Gunawan sudah tidak bekerja sebagai Asisten di kantorku lagi, ia mulai kembali fokus ke bisnis Ayahnya.Aku pun sudah mengangkat Sindi, sepupuku juga, untuk jadi Asistenku, menggantikan posisi Gunawan."Eh, Gunawan, silahkan masuk!" titahku, sambil melihat file yang menumpuk di atas meja."Kamu sibuk?" tanya Gunawan seraya berjalan mendekat, ia lalu duduk di depanku yang masih berkutat dengan kerjaan yang menumpuk."Sedikit, ada apa Gun?" tanyaku penasaran. Lalu kembali fokus menatap Gunawan."Malam ini ada waktu nggak? Aku mau ngajak makan malam saja, kalau kamu nggak keberatan." Gunawan berkata dengan santai, kutatap wajah itu sejenak, lalu mengulas senyum tanda setuju dengan ajakkannya."Kujemput jam tujuh malam," ujarnya lagi sambil berdiri.Aku mengangguk."Aku pamit, selamat bekerja, Rosalinda." Gunawan berlalu sambi
Mas Jalu nampak melemah, wajahnya memucat sempurna, tubuhnya seakan membeku melihatku bersama Gunawan bertukar cincin tunangan."Gunawan, selamat ya Nak, semoga lancar hingga hari 'H' Bunda dan Ayah selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian." Bundanya Gunawan memberikan selamat untuk anak kesayangannya.Gunawan merupakan anak pertama dari pasangan Tito dan Angel. Pengusaha properti sukses, dan banyak lagi usaha lainnya yang mereka kelola. Kebetulan Mamah dan Papahku bersahabat dengan kedua orang tua Gunawan sedari dulu.Gunawan memiliki dua adik, yang kedua perempuan dan paling bungsu laki-laki yang masih kuliah, sedangkan adik perempuannya masih di luar negeri. Adik perempuan Gunawan hobi melakukan traveling."Mas ..., ngapain kamu disitu?" teriak Ratih di sela-sela acara pertunanganku dengan Gunawan. Semua mata terarah kepada teriakkan Ratih."Gunawan, kamu bertunangan dengan wanita ini?" tanya Ratih seraya mendekat ke arah k
Pov Ratih•Ah, Berani sekali Ibu Mas Jalu cerewet kepadaku. Nggak tau apa, kalau aku lebih cerewet darinya, hanya saja saat itu aku diam, menahan diri.Kupikir, dengan mengencani seorang CEO yang romantis seperti Mas Jalu. Hidupku pun akan bahagia.Salah siapa sebenarnya? Salah Rosalinda. Setiap anniversary yang ia rayakan bersama Mas Jalu, yang saat itu masih berstatus suaminya. Selalu saja bergelimang hadiah mewah dan mahal, wanita mana yang tidak tergiur? Nggak ada, semua wanita akan iri pada kebahagiaan Rosa.Terlahir menjadi anak orang kaya itu memang takdir manis bagi Rosa, tetapi, tidak harus semua kebahagiaan itu ia borong.Setidaknya aku juga ingin, mau tidak mau, aku ambil suaminya.Awalnya memang bahagia, itu yang aku rasakan. Bagaimana tidak bahagia, Mas Jalu selalu menghujaniku dengan uang dan uang. Apapun yang aku mau, selalu ia berikan.Namun sayangnya, kebahagiaan itu Hannya beberapa bulan sa
°pov Jalu°Flashback"Bu, maafkan Jalu, ya. Sudah membawa Ibu dalam kesusahan." Aku berucap pilu menatap wanita yang melahirkanku itu, wajahnya nampak menyimpan beribu beban, kerutan pun mulai tampak di wajahnya yang dulunya begitu ia rawat ketika aku mampu memberikan apapun kemauannya.Sejak kepergian Bapak, Ibu bekerja seorang diri membesarkanku tanpa kenal rasa lelah. Sejak itulah aku bersumpah akan membahagiakan Ibuku sepanjang hidupnya.Apapun yang Ibu mau, selalu aku turuti, termasuk menjual tanah milik Rosa.Aku memberitahu Ibu, kode brankas kami. Agar ia leluasa untuk mengambil apapun yang ia mau. Harta Rosa, ya hartaku juga.Sebab itulah, aku membebaskan Ibu berlaku sesuka hatinya.Aku terlalu percaya diri, bahwa Rosalinda begitu bucin kepadaku.Meski kadang Ibu keterlaluan kepada Rosa, Rosa selalu tegar dan diam, itulah yang membuat aku yakin. Bahwa Rosa, cinta mati kepadaku. Ia bahkan tidak
•pov Ratih•"Gun, bisa bicara berdua nggak?" tanyaku pada Gunawan yang masih berada di gandengan Rosa.Gunawan menatapku sesaat, lalu ia kembali menatap wanita yang berada di sampingnya."Silahkan, jika mau bicara!" ucap Rosa menatap Gunawan."Ah, nggak, aku hanya terkagum memandangi kamu malam ini. Cantik!" bisiknya kepada Rosalinda, dengan mendaratkan kecupan mesra di pipi wanita itu. Tentu saja pemandangan itu, membuatku panas, hatiku meronta-ronta. Rasa ingin aku mengamuk, memaki dan menghancurkan wajah Rosa yang kini memandang remeh kepadaku.'Aku tidak kalah, aku tidak akan pernah kalah, Rosalinda. Buktinya saja Mas Jalu bertekuk lutut kepadaku, mustahil jika Gunawan tidak mampu kutaklukan.' batinku memberi semangat, agar aku lebih memperkuat hati lagi, untuk merebut yang memang menjadi hakku.Gunawan itu memang milikku dari awal, kami berpisah hanya karena salah paham. Aku mengira ia hanyalah laki-laki yang
pov Ratih°Lima bulan berlalu, kuputuskan untuk mencari pekerjaan kembali, sebab Kak Arjun beserta Ibu kudengar pindah ke luar negeri.Tega sekali, mereka bahkan tidak berpamitan kepadaku, aku benar-benar tidak ada artinya lagi di mata Ibu.Kini, aku harus berjuang hidup seorang diri, bahkan teman-teman yang dulunya selalu ada untukku, satu persatu mulai menjauh.Dinda, merupakan tetangga, sekaligus teman sedari kecil hingga dewasa yang selalu setia menemaniku. Kini mulai menjauh, saat ia mengetahui, bahwa aku merebut suami sahabatku sendiri, Rosalinda.Semua teman-teman memang mengenal Rosalinda sebagai sahabatku. Ya, sahabat yang kukhianati.Saat aku mulai menumbuhkan semangat dalam diri, aku mulai berpikir untuk mencari pekerjaan.Dirumah peninggalan Ayah, yang isinya hampir kosong tanpa perabotan mahal lagi, sebab satu-persatu telah aku jual untuk bertahan hidup.Kak Arjun sudah tidak pernah mengirim uang lagi k
°Pov Ratih°Hari ini aku bergegas menunggu di depan pagar rumah, Amira berjanji akan menjemputku hari ini. Katanya, ia sudah membuat janji dengan laki-laki yang bernama Pak Burhan.Setibanya Amira didepan rumah, aku langsung masuk menuju mobilnya.Amira tersenyum sumringah menyambutku masuk ke dalam mobilnya."Kamu cantik! Penampilan yang memukau, semoga Pak Burhan langsung tertarik." Ia berucap dengan senyum mengembang, namun dengan pandangan yang lurus ke depan, fokus mengemudikan mobilnya.Gemercik gerimis hujan, menemani perjalanan kami menuju tempat yang di janjikan. Sebuah cafe bergaya klasik, dan sangat terkenal dengan berbagai menu yang lezat dengan harga fantastis.Sesampainya mobil Amira membawa kami ke halaman parkir Cafe Resto dan Bakery. Aku dan Amira pun berjalan menuju ruangan khusus, yang sudah Pak Burhan pesan, menurut Amira, Pak Burhan selalu hati-hati dalam melakukan pertemuan.