Share

Penebusan Dosa Istri Kedua
Penebusan Dosa Istri Kedua
Penulis: Saydh5

BAB 1

Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. 

“S-siapa kamu—”

Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. 

“Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.

Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.

Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. 

Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. 

‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa yang hendak ia lakukan padaku?’ 

Ingin sekali ia bertanya kenapa diperlakukan seperti itu. Namun, ia takut satu gerakan di bibirnya akan membuat lelaki itu menembak kepalanya langsung.

Lelaki itu mendongakkan dagu Dzurriya ke atas dengan ujung pistolnya. 

Dengan sinis, dia berbisik, “Kalau bukan karena Alexa, sudah lama kamu mati di tanganku, Jadi tunggulah Alexa! Dia yang paling berhak menghukummu. Selama itu, aku tak akan membiarkanmu mati, apalagi kabur.” 

Dzurriya hanya menelan air liurnya. Bola matanya ikut bergetar.

Suaranya yang berat dan dingin itu membuat keringat dingin mengucur di sekujur tubuh Dzurriya. AC yang menempel di dinding seolah hanya pajangan saja. 

Dzurriya menggeleng pelan. “Apa maksudmu?”

“Jangan berlagak bodoh!” bentak lelaki itu, bersiap untuk menarik pelatuknya. 

Matanya melotot bengis ke arah Dzurriya yang terlihat panik dan tegang.

Dzurriya mengumpulkan kekuatannya, dan membalas lelaki itu. “S-siapa kau? K-kenapa kau mengancamku?! Apa salahku?!” 

“He!” hardik balik lelaki itu. “Jangan pura-pura bodoh! Aku gak bisa dibohongi!” 

“Aku tidak berbohong, aku benar-benar tak ingat apapun,” ucap Dzurriya seketika menangis.

Tanpa diduga, lelaki itu mendekat dan mencengkeram dagunya, “Kamu kira dengan kamu menangis, aku akan melunak? Jangan harap! Sekali pembunuh tetap pembunuh! Aku akan terus mengawasimu, jadi berhati-hatilah!”

Brak!

Seketika kedua kelopak mata Dzurriya langsung terpejam. Tangannya yang sedari tadi kaku, langsung mencengkeram sisi sprei, tempat ia terbaring lemas. 

Itu bukan suara tembakan, melainkan suara pintu yang dibuka dengan kasar. Seorang lelaki berkemeja hitam pun masuk, dan langsung mendekati lelaki yang masih menodongkan pistol ke arahnya. 

“Ibu Alexa memanggil Anda, Pak Ehsan.” Dalam keheningan kamar, Dzurriya masih bisa mendengar apa yang ia bisikkan.

Ehsan, lelaki berkacamata itu terdiam sejenak, mulutnya tersungging senyuman tipis. Ia menyerahkan pistol yang sedari tadi dipegangnya kepada lelaki itu.

“Bawa dia,” ucapnya sambil bergegas keluar dari ruangan tersebut.

Lelaki yang seperti bawahannya itu mengangguk patuh, lalu dengan segera menarik paksa satu tangan Dzurriya. Ia juga tampaknya tidak peduli, apakah tangan Dzurriya masih tersambung selang infus atau tidak.

“A-apa-apaan ini?!” pekik Dzurriya, kaget bercampur takut.

Dzurriya terus memberontak, sampai lelaki itu tampaknya tidak punya pilihan lain selain mengangkat tubuh Dzurriya dan memanggulnya di pundak sebelah kanan. 

Entah akan dibawa ke mana Dzurriya sekarang. Namun, karena tubuhnya masih lemah dan juga lelaki itu sangat kuat, lelaki itu sama sekali tidak terpengaruh.

“Turunkan aku!” pekik Dzurriya.

Brak!

“Ah!”

Dzurriya memekik ketika lelaki itu menurunkannya dengan kasar di sebuah kamar rawat lainnya. Kamar ini jauh lebih mewah dan terang. Namun entah kenapa, Dzurriya malah semakin terintimidasi.

Mungkin karena ia melihat Ehsan yang berdiri di sebelah wanita yang memakai kursi roda. Kepala dan tangan wanita itu diperban juga, walaupun tidak separah Dzurriya.

Keduanya menatap Dzurriya penuh kebencian.

“S-siapa kalian….” Dzurriya terbata sambil menatap Ehsan dan wanita itu bergantian. 

“Ha!” Sengir wanita itu. “Ternyata benar selain bodoh, kau juga licik. Berani sekali kau membodohiku.”

“Sungguh, aku tak mengerti maksudmu…,” ucap Dzurriya berusaha meyakinkannya.

“Cukup! Lihat saja aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang aku rasakan sampai kau tidak akan mau hidup lagi di dunia ini!” ucap wanita itu dengan napas tersengal-sengal karena begitu marah.

“Memangnya apa yang kulakukan? Apa salahku?” tanya Dzurriya dengan suara paraunya yang ragu, berusaha memberanikan diri.

“Kau bertanya… apa kesalahanmu?” Wanita itu tertawa pahit sambil mendekati Dzurriya, lalu berteriak keras. “Kau sudah membunuh bayiku dan membuatku tak bisa punya anak lagi!” 

Wanita itu hampir saja menamparnya, kalau Ehsan tidak tiba-tiba memeluknya. “Sabar, Alexa…. Jangan mengotori tanganmu dengan menamparnya.” 

Dzurriya masih bingung dengan apa yang barusan di dengarnya. “K-kau pasti berbohong… aku bukan pembunuh…. Aku bukan pembunuh!” pekiknya histeris.

“Ya, kau pembunuh! Kau sudah membunuh bayiku. Kalau kau tidak muncul di jalan itu, aku tidak akan mengalami kecelakaan!” teriak histeris wanita bernama Alexa itu berang.

Mata Dzurriya membulat. Kata-kata wanita itu memunculkan sekelebat bayangan yang membuat kepalanya berdenyut sangat nyeri.

Dalam bayangan itu terlihat sebuah cahaya terang dari sebuah mobil yang melaju cepat ke arahnya dan…

“Argh!” Dzurriya berteriak sambil memegangi kepalanya yang nyeri.

Namun, bukan kata-kata menenangkan diri atau obat, ia justru merasakan rahangnya dicengkram kuat oleh tangan besar Eshan, “Hentikan akting burukmu ini!”

“Belum puas kau membunuh anak kami dan membuatnya kehilangan harapan untuk menjadi seorang ibu, Hah! Dasar wanita tak tahu diri!” lanjutnya memaki sambil menghempas kepala Dzurriya.

Dzurriya mencoba bangun, kakinya yang tertatih-tatih berlutut di hadapan Alexa dengan tulus. “Aku tak tahu apa yang kulakukan, tapi sungguh aku minta maaf… Maafkan aku… maafkan aku!”

“Kamu minta maaf, tapi kamu tidak mengakui kesalahanmu?” Sekali lagi, Eshan mencengkram dagu Dzurriya.

“Sungguh! Aku tak ingat apa-apa?” Dengan sisa tenaganya, Dzurriya berteriak.

“Gak waras!” 

“Sayang!” Sergah Alexa, seketika membuat cengkeraman lelaki itu melemah. “Aku yang akan menghukumnya!”

Dzurriya menoleh, dan mendapati Alexa sedang berusaha menghapus air matanya. Mata Alexa yang memerah menatap lurus Dzurriya. “Aku yang akan membuatnya membayar setiap detik kesakitan yang telah ia timbulkan pada kita!”

Dzurriya menelan air liurnya, seraya air matanya terus mengalir. Ia tidak bisa membayangkan hukuman kejam apa yang harus ia terima untuk membayar itu.

“Menikahlah dengannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status