Amarah Ratu Ambarwati
Dua ajian sakti itu menghantam jaring hitam yang menuju ke arah mereka. Namun sayangnya, ajian itu lenyap setelah menghantam Jaring Setan Ireng milik para perampok."Hahaha ajian kalian tidak akan berguna pada Jaring Setan Ireng milik kami! Menyerah saja dan bersiaplah menikmati indahnya surga yang akan kami berikan!" ucap Lake Swara disusul gelak tawanya yang keras. Jaring itu pun mengurung dua gadis yang berteriak marah.Jaka Geni yang tengah terlelap terbangun seketika mendengar teriakan Ratu Ambarwati yang disertai tenaga dalam. Dengan cepat dia ambil Pedang Barong Ireng milik Gondo Sula. Lalu segera dia mengintip apa yang sedang terjadi. Dia terkejut melihat kolam tempat mandi dua pengawal cantiknya itu telah dikerumuni para perampok."Apakah mereka manusia? Sial, disaat seperti ini, kenapa harus ada masalah..." Jaka menggaruk kepalanya sesaat. Kondisi dia yang tak punya tenaga dalam membuatnya tak bisa merasakan aurGondo Sula telah sampai di Lembah Gerhana Bulan. Dengan nafas memburu dia masuk ke dalam kawasan Perkumpulan Gerhana Bulan itu dengan menuruni tebing terjal. Saat dia melewati tebing yang curam itu, dia melihat tumpukan tulang belulang manusia di bawah batu besar yabg seperti sengaja di tata rapi di sana. Sesaat Gondo memperhatikan tulang tersebut dan mengira-ngira apa yang terjadi pada mendiang orang-orang pemilik tulang tersebut. Dia pun terus melangkah menyusuri jalan besar yang di apit dua tebing curam. Suasana terasa sepi dan lengang. Gondo tak merasakan sedikit pun hawa kehidupan. Namun langkahnya menjadi pelan saat dia melihat jejak bekas pertarungan. Dia hanya bisa menduga bahwa Jaka Geni telah bertarung dengan sesuatu yang kuat. Sesampainya di gapura langkahnya terhenti. Puluhan pendekar berdiri rapi di halaman sebuah pondok besar. Mata Gondo Sula menyapu semua area tempat itu. Hanya ada puluhan orang yang terdiam terpaku tersebut. Gondo Sula benar-benar bingung, apa yan
Kalan Jaya dan Kalan Taka terkejut mendengar ucapan Jaka Geni. Mereka tak pernah berpikir jauh tentang Mahkota milik Raja Jagat Lelembut. "Kami baru sadar kali ini, mahkota itu memakan usia Raja bukan karena kekuatan Raja yang memakan usianya sendiri." ucap Kalan Taka. "Benar, pantas saja setelah Raja tidak lagi memakai Mahkota itu, Raja menjadi sehat kembali." timpal Kalan. Jaka Geni menepuk jidatnya. "Kalian ini bisa berpikir tidak si?" tanya Jaka bingung dengan pemikiran dua makhluk itu. "Jaka Geni, kau sungguh cerdas! Jika tak ada dirimu kami mana tahu sebab dari penyakit Raja kami!" puji Kalan Jaya. "Benar! Kau telah membuat tugas kami selesai dengan mudah setelah ratusan tahun! Hahaha" ucap Kalan Taka di susul tawanya yang menggelegar. Pendekar Tangan Gledek hanya melongo melihat kebodohan dua makhluk itu. "Apakah kalian tahu nama mahkota itu dan asal usulnya. Aku bisa mendengarnya dengan sabar." u
"Ada apa?" tanya Jaka Geni melihat dua makhluk itu melotot ke arahnya. "Apa hubunganmu dengan Tabib Dewa!?" tanya Kalan Jaya dengan nada menyelidik. Jaka Geni menatap dua makhluk itu silih berganti. "Aku hanya mencarinya untuk meminta tolong. Salah satu temanku terkena ajian Gondol Mayit milik Topeng Mas. Itu yang membuat aku membunuhnya karena dia melakukan tindakan buruk kepada wanitaku!" ucap Jaka membuat dua Kalan itu saling tatap. "Topeng Mas memang anak iblis dari Padepokan Gaib Pantai Selatan. Meski aku tidak menyalahkannya melakukan hal itu kepada wanita, tapi kami sekarang memaklumi dirimu yang telah membunuhnya. Kau adalah pria sejati. Berani bertaruh nyawa melawan orang sepertinya!" ucap Kalan Taka. "Apakah kalian mengenal dia? Sepertinya kalian tidak merasa asing dengan Topeng Mas." kata Jaka. "Di dunia gaib, siapa yang tidak kenal makhluk seperti dirinya. Dia sudah menjelma menjadi setengah manusia setengah dem
Kalan Jaya mengepalkan tinjunya. Dia tak habis pikir bagaimana bisa Kalan Jaya melindungi Jaka Geni yang seharusnya sudah mati di tangan nya. Kalan Taka tertawa keras melihat amarah kawannya itu. "Kau mau marah kepadaku? Aku tertarik pada bocah ini. Dia bisa menggunakan kekuatan Indra. Dan aku melihat ada kekuatan Brama dan juga Agni. Sungguh luar biasa. Sangat jarang bukan kita menemukan orang seunik dirinya. Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadanya. Kalau kau membunuhnya, itu akan membuat rencana ku gagal." ucap Kalan Taka lalu tertawa melihat wajah Kalan Jaya yang serba salah. "Puih! Sialan! Gara-gara dia dua jariku patah! Lihatlah!" kata Kalan Jaya sambil menunjukan jarinya yang melesak ke dalam. Tulangnya yang sekeras besi bisa dipatahkan oleh Pendekar Tangan Gledek! Kalan Taka melotot sejenak lalu tertawa terkekeh-kekeh. "Hebat! Baru sekali ini ada manusia bisa melukai seorang siluman sehebat dirimu! Apakah kau tidak penasar
Mata Kalan Jaya terbelalak melihat Jaka Geni yang masih berdiri tegak dengan aura petir menyelimuti tubuhnya. Dia mengucek matanya yang merah membara beberapa kali. "Tidak bisa di percaya! Kau masih hidup setelah di sambar gledek!?" seru Kalan Jaya dengan wajah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Kalan Taka seketika berdiri dan menatap takjub pada pemuda yang masih berdiri tegak itu. "Pemuda hebat! Ini hal yang sangat langka!" ucapnya sambil mengelus jenggotnya. Seruling di tangan Jaka bergetar. Dengan gerak cepat Jaka meniup sepuluh kali tiupan. Makhluk merah berkepala botak itu terkejut. Meski hampir tidak terasa gelombang serangan dari seruling itu, namun Kalan Jaya bisa merasakan aura bahaya yang mengincar tubuhnya. Dengan gerakan sangat cepat dia berkelit ke sana kemari menghindari serangan gelombang sakti yang tak terlihat. Di luar dugaan Kalan Jaya, Jaka Geni justru memanfaatkan kesibukan dirinya untuk menyerang dengan ajian Gledek Sambar Nyawa! Kecepatan Jaka ham
Mendapat dua serangan sekaligus membuat Jaka Geni tak ingin ambil resiko. Dia melompat di udara dan jungkir balik ke belakang. Dua tinju itu pun hanya menemui tempat kosong. Namun meski menemui tempat kosong, aura dari tinju yang masih berjarak beberapa jengkal saja itu menyeruak membuat batu-batu kecil berserakan. Itu pertanda pukulan dua orang itu sangat kuat. Jelas-jelas mereka berdua hanya menggunakan tenaga luar saja. "Aku mendapat lawan yang paling gila dalam hidupku!" batin Jaka. "Taka, biar aku yang urus orang ini! Kamu duduk saja!" ucap Kalan Jaya. Si botak Kalan Jaya menyerang dengan ganas. Sementara kawannya Kalan Taka duduk menonton pertarungan kawannya melawan Jaka Geni. Bagi Jaka itu suatu keberuntungan tak terduga. Karena jika mereka melawan bersamaan dia akan sangat kesulitan. Untungnya si botak ini terlalu sombong dan meremehkan lawan. Pertarungan pun terjadi antara Jaka Geni dan Kalan Jaya. Setiap pu