Dua Nyai Terluka! Matahari mulai condong ke arah barat. Nyai Laras mulai merasakan sakit di bagian kepalanya. Meski ajian sakti lawan tidak secara langsung mengenainya, namun dia bisa merasakan akibat dari benturan tenaga dalam tersebut. Terdengar suara tawa dari arah depan. Adinata tertawa melihat keadaan Nyai Laras. Wajahnya terlihat biasa saja meskipun tadi tubuhnya terdorong sesaat. Memang dia adalah orang sakti, tapi Nyai Laras juga orang yang sakti. Adu kanuragan tetap saja tidak semudah dia membunuh orang biasa. "Kau hebat nyai, seperti yang ku perkirakan. Kau bisa menahan ajian Tinju Sakti Banaspati milikku hikhihik tapi, dalam beberapa waktu ke depan, kau akan mengalami demam tinggi. Meski kau bisa menghentikan ajian tersebut, tapi kau tidak bisa menghalau kekuatan banaspati milikku yang pecah di udara... Hikhikhik" ucap Adinata sambil mengelus janggutnya. Nyai Laras mencoba alirkan tenaga dalam ke seluruh tubuh. Area panas tersebut hanya dirasakan di bagian kepalanya s
Nyai Laras menerjang dengan jurus sakti. Kedua tangannya bergerak cepat menyambar ke arah kepala dan dada Adinata. Dengan tawa tengilnya Adinata menghindari semua serangan Nyai Laras dengan mudah. Malah dengan kurang ajar, lelaki berjuluk Pendekar Rawa Biru itu sesekali mencolek pinggang Nyai Laras yang membuat wanita itu semakin kalap. Kali ini kaki Nyai Laras melesat ke arah perut Adinata, namun lagi-lagi serangan itu berhasil dihindari lelaki berpakaian biru itu. Nyai semakin geram melihat wajah orang tua itu yang selalu tertawa cekikikan seolah tengah bermain-main dengannya. Tanpa tanggung lagi Nyai Laras kerahkan ajian Jari Langit miliknya. Melihat wanita itu benar-benar ingin membunuhnya dengan ajian sakti yang cukup terkenal itu, wajah Adinata sedikit berubah. "Hm, ajian Jari Langit ya... Sudah lama aku tidak melihat ajian sakti itu. Baiklah akan aku uji kemampuan ajian yang terkenal sakti itu hikhikhik" ucap Adinata lalu tangannya berputar di depan dadanya satu kali. Dan
Saat pertarungan terjadi di gerbang Selatan dan gerbang Timur, di dua gerbang lainnya yang sepi juga terjadi bentrok antar pendekar. Di sebelah Utara dimana Nyai Laras, Nyai Sari dan Anggita bersama ratusan prajurit jaga, di serang dua pendekar hebat yang dulunya pernah menjadi penjahat kelas atas di dunia persilatan. Di gerbang Barat juga diserang oleh dua pendekar hebat lainnya bersama beberapa pendekar muda. Di gerbang barat ini, Patih Sela Amarta lah yang menjaga pos yang tadinya di jaga oleh Jaka Geni. Kita akan melihat apa yang terjadi di gerbang Utara terlebih dahulu. Dimana Nyai Laras dan Nyai Sari tengah berhadapan dengan dua pendekar tua. Yaitu yang pertama adalah Pendekar bernama Adinata alias Pendekar Rawa Biru. Yang berasal dari Padepokan Rowo Ombo. Pendekar ini dikenal dengan ajian Segara Tiga Arah, Raungan Dari Rawa, Tinju Sakti Banaspati, dan Terjangan Seribu Kaki. Dan satunya lagi adalah Gentala alias Pendekar
Matahari mulai bergulir ke ufuk barat. Dentingan senjata semakin terdengar ramai. Teriakan amarah, teriakan kematian bercampur menjadi satu suara di sore itu. Lawe Segara yang sudah berubah wujud menjadi besar menerjang ke arah pasukan pertahanan. Sekali pukul dua orang terlempar dalam keadaan buntung kepalanya! Kobaran api yang membakar para musuh ini membuat aroma daging terbakar yang sangat sangit. "Lemparkan semua tong yang tersisa. Sebentar lagi Sesepuh Satya Ning Jagat akan datang! Berikan dia kejutan bahwa kita telah membereskan sebagian pemberontak!" perintah Resi Swara. Para pelontar telah siap dengan tong apinya. Segera saja mereka lepaskan tong minyak itu ke udara. Disusul ratusan panah milik para Srikandi. Ledakan terjadi saat tong itu jatuh di atas tanah yang di susul kobaran api yang menjalar membakar apa saja yang di lewatinya. Para prajurit musuh berteriak kepanasan.
Saat perang pecah di gerbang Selatan, dari Gerbang sebelah Timur ribuan pasukan Panglima Karna yang dipimpin Lawe Segara bergerak maju mendekati barisan pertahanan Sigaluh. Barisan pertahanan kerajaan Sigaluh di penuhi persenjataan lengkap. Ribuan prajurit khusus juga di tempat kan di sana. Sesepuh yang memimpin adalah Empu Ragil Swara atau dikenal sebagai Resi Swara. Salah satu resi sahabat dari Resi Sumbing. Resi Swara terkenal dengan kesaktiannya yang bisa membuat lawannya terpental sebelum mendekati tubuhnya. Ajian ini disebut Tameng Dewa. Sebuah ajian sakti yang berguna sebagai pertahanan. Ajian ini bisa digunakan untuk menahan puluhan bahkan ratusan musuh di sekitar Resi Swara. Lawe Segara berhenti dengan jarak seratus tombak dari barisan pertahanan kerajaan yang ada di hadapannya sana. Matanya menatap nanar ke arah ribuan prajurit kerajaan yang telah siap dengan persenjataan lengkap. Tiba-tiba ada seorang prajurit melapor kepada Lawe Segara.
Dengan perasaan heran Ki Sapta mencoba lagi ajian Kipas Neraka Hitam miliknya. Saat satu sinar hitam melesat ke arah Pendekar Sinting, tiba-tiba serangannya seperti menembus tubuh Bantara. Pendekar Sinting tertawa cekikikan. "Hei orang bodoh! Apa kau pikir serangan mu itu bisa mengenai diriku? Dasar bodoh!" ucap Bantara sambil tertawa cekikikan. Ki Sapta menatap sekitarnya. Terlihat semua orang tengah bertempur. Sapta merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Saat tadi dia mendengar suara Bantara, meski dia tahu Bantara ada di hadapannya dan berbicara kepadanya, namun Ki Sapta merasakan suara itu tidak keluar dari mulut orang tua itu. Setelah beberapa saat lamanya dia berpikir, akhirnya Ki Sapta menyadari sesuatu, dia telah terjebak ajian Kala Mudeng. Ki Sapta terus berpikir bagaimana caranya keluar dari ajian Kala Mudeng itu sebelum tubuh aslinya terbunuh. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa di dalam ajian sakti milik Pendekar Sinting