Lagi-lagi Jasmine merotasi matanya dengan malas, tangannya memukul lengan Reiner dan berkata, "Salah kamu sendiri main nyosor-nyosor. Kesiksa, kan, sekarang?"
"Yang salah di sini itu kamu, Honey. Bukan aku."
"Loh, kok aku?" Jasmine tidak terima. Matanya setengah membulat sebagai tanda protes darinya.
"Ya jelas lah kamu, Jasmine. Suruh siapa kamu terlihat sangat menggoda? Jadinya aku tergoda dan tidak bisa berhenti nyentuh kamu."
Jasmine mendecakkan lidahnya pura-pura kesal. Bisa-bisanya Reiner menyalahkan Jasmine. Padahal Reiner-lah yang tidak bisa menahan diri.
"Dasar maniak," kelakar Jasmine sambil terkekeh.
Jasmine hendak bangkit dari tidurnya untuk pergi ke kamar mandi.
Tapi kaki dan tangan Reiner mengunci tubuhnya. Sehingga Jasmine mau tidak mau mengikuti kemauan Reiner untuk tetap berbaring.
Hingga setengah jam kemudian, barulah Reiner mau melepaskan Jasmine meski dengan berat hati.
Reiner lantas masuk ke kamar bay
Jasmine menggeleng tak percaya. Semua orang bisa mengatakan kalimat tersebut jika mereka sedang tersudutkan. Tak terkecuali Reiner. Bukti-bukti yang ditayangkan di televisi tadi sudah jelas bagi Jasmine"Banyak yang ingin aku jelaskan padamu, Jasmine," seru Reiner lagi. "Keluarlah. Kita harus bicara dan kamu jangan kekanakkan seperti ini!"Kekanakkan Reiner bilang? Jasmine mengelap air matanya menggunakan punggung tangan. Reiner tidak tahu sedalam apa luka Jasmine, tapi pria itu malah seenaknya bilang Jasmine kekanakkan?Gedoran di pintu terdengar lagi. Di luar sana Reiner merasa frustasi Berkali-kali dia mengusap wajahnya dan menjambak rambutnya sendiri dengan kasar."Buka pintunya, Jasmine! Beri aku waktu sepuluh menit untuk menjelaskan semuanya. Kaki kamu juga harus—"Kalimat Reiner langsung terhenti begitu mendengar suara tangisan bayi di dalam. Suaranya yang keras pasti sudah mengganggu tidur anak-anaknya.Dan akhirnya Reiner bena
Jasmine melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan secangkir teh manis hangat di tangannya. Anak-anak baru saja tidur Sehingga yang ingin Jasmine lakukan saat ini adalah bersantai, menikmati minumannya sambil menonton televisi.Namun baru saja Jasmine masuk ke ruang santai, dia dikejutkan oleh sebuah acara gosip di televisi yang memang sudah menyala sejak tadi. Nama Reiner disebut-sebut oleh presenter, membuat fokus Jasmine tercuri sepenuhnya.Tubuh Jasmine mendadak membeku, namun cangkir di tangannya terlihat bergetar saat Jasmine tahu, bahwa topik yang dibicarakan presenter tersebut adalah tentang kawin lari Reiner dan Luna, juga Luna yang keguguran saat mengandung anak Reiner."Tidak mungkin,” gumam Jasmine. Pandangannya tiba-tiba mengabur akibat genangan air di sudut matanya.Kamera lalu berpindah dari presenter kepada dua orang pria dan satu orang perempuan yang duduk di samping presenter. Entah siapa mereka, Jasmine tidak tahu."Pak Kris, di sini dikatakan bahwa anda dan Pa
Tiga minggu kemudian.Sidang pertama untuk kasus penipuan Luna baru saja selesai dilakukan sepuluh menit yang lalu. Semua barang bukti yang dimiliki Reiner ditunjukkan saat proses persidangan berlangsung.Reiner perlu bersabar karena Luna masih harus menghadapi persidangan lagi sampai sidang pembacaan putusan dilaksanakan. Di mana saat itu akan diputuskan seberapa berat hukuman untuk Luna."Terima kasih ya, Reiner. Akhirnya aku bisa melihat kamu lagi di sini." Luna tersenyum sambil menatap Reiner dengan tatapan sedihnya.Sedangkan Reiner hanya menatap Luna tanpa ekspresi apa pun di wajahnya. "Aku cuma berharap kamu menyadari kesalahan yang kamu buat, Luna. Terima saja hukuman untukmu setelah ini."Luna masih tersenyum lalu menggeleng. "Tapi aku tidak akan menyesali perbuatanku, Reiner. Karena kesalahanku itulah yang sudah membuat kamu ada di sisiku selama bertahun-tahun," ucap Luna getir. "Terima kasih ya, kenangan kita akan selalu jadi kenangan te
Lagi-lagi Jasmine merotasi matanya dengan malas, tangannya memukul lengan Reiner dan berkata, "Salah kamu sendiri main nyosor-nyosor. Kesiksa, kan, sekarang?""Yang salah di sini itu kamu, Honey. Bukan aku.""Loh, kok aku?" Jasmine tidak terima. Matanya setengah membulat sebagai tanda protes darinya."Ya jelas lah kamu, Jasmine. Suruh siapa kamu terlihat sangat menggoda? Jadinya aku tergoda dan tidak bisa berhenti nyentuh kamu."Jasmine mendecakkan lidahnya pura-pura kesal. Bisa-bisanya Reiner menyalahkan Jasmine. Padahal Reiner-lah yang tidak bisa menahan diri."Dasar maniak," kelakar Jasmine sambil terkekeh.Jasmine hendak bangkit dari tidurnya untuk pergi ke kamar mandi.Tapi kaki dan tangan Reiner mengunci tubuhnya. Sehingga Jasmine mau tidak mau mengikuti kemauan Reiner untuk tetap berbaring.Hingga setengah jam kemudian, barulah Reiner mau melepaskan Jasmine meski dengan berat hati.Reiner lantas masuk ke kamar bay
Jasmine membolak-balik kartu nama Wisnu di tangannya. Sebelum pergi sore tadi, Wisnu sempat memberinya kartu itu.Katanya, jika Jasmine membutuhkan Wisnu, Jasmine bisa menghubungi nomor teleponnya atau datang langsung ke alamat tempat kerjanya."Sudah siap?" Reiner keluar dari kamar mandi.Jasmine mengangguk. Lantas memasukkan kartu nama Wisnu ke dalam dompet. Setelah itu Jasmine menghampiri Reiner dan menerima uluran tangannya. Jasmine merasakan genggaman tangan Reiner cukup erat."Titip dulu anak-anak ya, Mei. Kalau mereka nangis tidak mau minum ASI di botol, telepon aku saja," ujar Jasmine pada Mei di ruangan bayi. "Aku cuma jalan-jalan di luar kok.""Siap, Bu. Jangan khawatir." Mei mengangguk patuh.Jasmine lantas membawa sebelah tangannya yang terbebas untuk merangkul lengan Reiner. Mereka keluar dan berjalan santai menyusuri jalanan di halaman rumah Reiner yang sangat luas.Udara malam terasa menyegarkan. Lampu-lampu yang berjaj
Luna melirik ke arah penjaga. Setelah memastikan mereka tidak memperhatikan mereka, Luna semakin memajukan badannya.Dia membisikkan sesuatu kepada Alvin. Yang membuat kedua alis Alvin terangkat dan tersenyum usai mendengar penuturan Luna."Woww ...." Alvin berdecak kagum. "Aku sangat terkesan oleh keberanianmu.""Aku sudah menyiapkan hal ini sejak dulu. Jadi, kamu bisa membantuku?""Aku mau bekerja denganmu, bukan untuk membantumu. Tapi untukku sendiri." Alvin tersenyum miring. "Jadi hal pertama yang harus kulakukan, adalah menghubungi seseorang di Paris?" tanyanya mengonfirmasi."Ya. Kamu harus ingat baik-baik nama dan alamatnya," pungkas Luna. Sebelum akhirnya petugas memberitahu bahwa waktu berkunjung sudah habis.**Jasmine menatap Wisnu dengan tatapan setengah tak percaya. Pasalnya, penampilan sang kakak angkat itu terlihat jauh berbeda dengan yang terakhir kali Jasmine lihat. Tubuh Wisnu tampak gagah. Persis seperti tubuh seora