Semua keluarga sangat bahagia dengan adanya pernikahan ini, banyak sanak saudara yang juga hadir untuk menyaksikan pernikahan anak perempuan pertama dari pasangan Fauzan dan Amira. Riyani Saraswati, seorang gadis mungil yang cantik dan juga pintar. Riyani bekerja di sebuah perusahaan ternama sebagai General Manager, akan melangsungkan pernikahan dengan kekasih Rian Andriyano, putra dari pasangan Budi dan Dara.
Riyani begitu cantik dengan balutan kebaya putihnya yang sederhana ditambah dengan riasan natural semakin memancarkan pesona kecantikannya, kini Riyani sudah duduk di samping Rian untuk melangsungkan ijab qobul.
"Kamu begitu cantik sayang, rasanya aku tidak rela kamu diliat semua orang" ucap Rian sambil melirik.
Riyani tersenyum manis ke arah Rian dengan malu malu.
"Bagaimana, saudara Rian apakah sudah siap?" ucap penghulu.
"InsyaAllah siap pak" kata Rian.
"Baik, sekarang jabat tangan saya ya. Mari kita mulai ijab qobulnya" kata penghulu.
Rian pun mengangguk sembari menikmati tangan penghulu.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, saudara Rian Andriyano dengan Riyani Saraswati binti Fauzan dengan mas kawinkan seperangkat alat sholat dan Logam Mulia dibayar tunai" ucap penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Riyani Saraswati binti Fauzan dengan mas kawin itu dibayar tunai" ucap Rian.
"Bagaimana saksinya, sah?"
SAHHH,
Alhamdulillah, kini Riyani dan Rian telah resmi menjadi pasangan suami istri. Riyani menangis haru kemudian mengecup tangan Rian dengan khidmat.
Pesta resepsi pun kini telah usai, dan para tamu juga sudah mulai pulang. Hanya masih ada beberapa tetangga dan saudara yang masih setia duduk di depan.
"Mau mandi dulu mas?" tanya kepada Rian.
Aku memutuskan memanggil suamiku demgan sebutan mas karena menurutku akan kurang sopan jika aku memanggil suamiku langsung dengan nama.
"Iya sayang, mas mau mandi" kata mas Rian.
"Tunggu sebentar ya sayang" bisik mas Rian yang membuat pipiku jadi merona.
15 menit kemudian mas Rian masuk ke kamar muncul segar karena habis mandi, dia menghampiriku yang sedang duduk di depan meja rias.
"Sayang" ucap mas Rian sambil memeluku dari belakang.
"Iya mas" jawabku sambil menunduk karena malu.
Kemudian raihlah daguku sehingga mata kami bertatapan, "Kamu cantik sekali sayang" Ucap mas Rian. Akhirnya terjadilah malam panas yang indah kami berdua.
Mataku mengerjab berkali-kali ketika sinar matahari masuk melalui celah jendela kamarku, aku merasa seperti ada yang menindih perutku. Stelah aku berbalik ternyata ada mas Rian disampingku, aku tersenyum ketika mengingat tentang kejadian semalam.
"Selamat pagi sayang" ucap mas Rian sambil mengecup pipiku.
"Pagi mas" jawabku malu.
"Kenapa malu malu sayang" ucap mas Rian tersenyum.
"Mas Rian" jawabku sambil menunduk.
"Lihat mas sayang, jangan menunduk hei. mas ingin melihat wajahmu" goda mas Rian.
"Sudah ah mas, aku mau mandi" kataku.
Tiba tiba aku ditahan "hei mau mandi?" goda mas Rian sambil menaik turunkan alisnya.
Aku langsung berlari ke kamar mandi lalu mengunci pintu, kudengar suara kekehan dari mas Rian.
Selepas kami mandi dan sarapan, kami duduk diteras rumah sambil berbincang santai sambil menikmati udara. Tiba tibaku karena melihat ada telepon dari kantorku, aku langsung mengangkatnya karena takut ada sesuatu yang penting.
"Halo" ucapku.
"...."
"Iya maaf tapi aku masih cuti" ucapku.
"...."
"Ya sudah, lewat lewat email saja nanti biar saya cek dulu" jawabku sambil mematikan telepon.
"Ada apa sayang?" tanya mas Rian.
"Tidak apa apa mas, hanya ada sedikit kendala saja dikantor. barusan sekertarisku menelepon" jawabku
"Memangnya ada apa, kamu masih cuti kok masih diributi masalah pekerjaan terus? tanya mas Rian.
"Tak apa mas, Kemana-mana ya" ucapku tersenyum.
Tak terasa ternyata hampir dua jam aku mengecek pekerjaanku, setelah urusanku selesai aku bertemu suamiku diteras yang masih berhubungan dengan papah dan juga saudaraku, "sayang?" tanya mas Rian.
"Sudah mas" kujawab.
"Ri, apa kalian akan pindah ke rumahnya Rian?" tanya papa.
"I-iya pah, rencananya kami memang mau pindah kesana" jawabku ragu
"Oh, iya nggak apa apa Ri. Papah hanya tanya saja kok, kamu harus selalu ikut kemanapun suamimu pergi dan yang paling penting kamu harus nurut apa kata suamimu ya jangan pernah membantahnya karena surgamu sekarang ada pada suami." ucap papah menasehatiku.
"iya pa"
Tak terasa kini sudah satu minggu setelah pernikahanku, sekarang saatnya aku dan mas Rian pindah ke tempat suamiku sesuai rencana kami. Aku hanya membawa beberapa barang yang menurutku penting saja, karena kupikir jarak antara rumahku dan rumah suamiku tidak terlalu jauh jadi jika ada sesuatu yang dibutuhkan aku bisa pulang dulu ke rumah untuk mengambilnya. Kami pun berpamitan dengan kedua orang tuaku serta saudaraku yang lain. Akhirnya kami pun sampai dirumah Mas Rian.
Tok tok
"Assalamu'alaikum"
"W*'alaikumsalam, eh kalian sudah sampai toh" ucap bu Dara.
" Iya bu, kami sengaja nggak ngabarin dulu. Mau buat surprise" ucap mas Rian sambil tersenyum.
"Ayo ayo masuk Yan, nduk sini sini" ditarik tangan untuk masuk ke dalam ruang tamu.
"Gimana kabar mamah papahmu nduk, sehat semua?" tanya ibu mertua
"Alhamdulillah sehat semua bu, ibu sendiri bagaimana?" jawabku
"Alhamdulillah ibu juga sehat nduk, Yan kamu dan istrimu sudah makan belum? itu tadi ibu masak banyak. Sana pada makan dulu" kata ibu mertua.
"Kami sudah makan kok bu barusan" jawabku sambil tersenyum
"Oh, ya Silvi dimana bu kok nggak kelihatan dari tadi?"
"Oh Silvi, biasa tadi pergi pamit katanya mau mengerjakan tugas" jawab ibu mertua.
"Assalamu'alaikum"
"W*'alaikumsalam" jawab kami dari dalam.
Ternyata adikiparku, Silvi baru saja pulang dengan dandanan yang menurutku. Ah kurang sopan untuk dilihat kaum adam.
"Baru pulang Sil?" tanya mas Rian.
"Iya mas. Eh ada mba Riani juga" kata Silvi.
"Iya, kami sudah pindah kesini mulai hari ini" jawabku tersenyum kikuk.
"Oh" kata Silvi.
"Aku masuk dulu ya mbak, mas, bu. capek sekali" kata Silvi
"Iya" jawab ibu mertua
"Kalian juga istirahatlah, pasti capek kan" kata ibu mertua.
Akhirnya aku dan mas Rian pun masuk ke kamar kami, dan mulai kubereskan pakaian pakaian serta barangku ke lemari. Setelah itu aku pun menyusul suamiku yang sudah tidur di kasur dengan pulas. Aku tersenyum sambil membocorkan wajah suamiku yang tampan, aku tak menyangka ternyata kami sudah resmi menjadi pasangan suamiku yang sah. Tak lama pun akhirnya aku pulas menyusul mas Rian ke alam mimpi.
Tok tok
Ku dengar suara pintu kamarku diketuk, setelah dibuka ternyata ibu mertuaku. Dan ternyata hari juga sudah petang.
"Ri, tolong kamu masakin ayam ya untuk makan malam nanti. Ibu mau ke warung dulu ada yang kelupaan belum dibeli." kata ibu mertua
"Oh, iya bu" jawabku
Aku langsung menuju dapur untuk memasak, tiba tiba saja "mbak, buatin minum dong aku haus." ucap Silvi.
bersambung....
Esok menjelang, semua rencana yang telah Riri susun untuk menyembunyikan anak mereka berubah total. Pagi pagi sekali semua keluarga Riri dan orang tua Kevin sudah datang ke rumah sakit, bahkan George. Ayah kandung dari Kevin pun langsung meluncur dari kuar negri begitu dikabari jika cucunya sudah lahir dan selamat, ya kemarin setelah Riri melakukan operasi George memang sudah dikabari tapi karena ada sesuatu mendesak belum sempat ia pulang ia mendapat kabar jika cucunya tidak selamat. Ia begitu syok namun yang membuatnya kembali syok yaitu ketika Kevin kembali mengabarinya jika sang anak sebenarnya masih hidup.Tidak hanya George, tapi Maria dan juga seluruh keluarga Riri juga syok mendengar kabar itu. Awalnya Riri masih bersikeras untuk menyembunyikan fakta ini untuk sementara, tapi Kevin berhasil meyakinkan dirinya jika keamanan sang anak akan semakin terjamin jika keluarganya diberitahu sehingga semakin banyak orang yang bisa membantu menjaganya. Dan bagaimanapun juga sikecil butuh
Kevin mengurai pelukan sang istri, ia menatap wajah teduh Riri yang masih dihiasi oleh air mata. Kemudian mengecup pelan kedua kelopak mata sang istri, dan mendekapnya kembali dengan sayang."Aku minta maaf ya, terima kasih karena kamu telah memikirkan keselamatan anak kita. Maaf karena aku sudah gagal dalam menjaga kalian."Riri membalas pelukan Kevin dengan erat, hatinya merasa teduh. Ia bersyukur karena sekarang laki laki ini telah mengerti akan posisi Riri yang memang mengharuskan melakukan itu semua."Tolong ingat satu hal Ras, kalau aku sampai kapanpun gak akan pernah bisa berpaling dari kamu. Kamu dan anak anak kita begitu berharga bagiku, aku akan berusaha menjaga kalian dengan baik meski nyawaku sebagai taruhannya aku rela."Riri merasa terharu setelah mendengar ucapan suaminya, ia tak menyangka jika sang suami akan berbicara seperti itu. Lagi ia merasa sangat bersyukur bisa bersama dengan Kevin, orang yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya serta anak anaknya."Sudah, a
CeklekSuster mendorong kursi roda Riri ke dalam ruang rawatnya, Kevin tengah menatap sang istri dengan tatapan datarnya. Namun ia tetap membantu memindahkan istrinya itu ke ranjangnya kembali, suster pergi dari sana dengan membawa kursi roda yang telah kosong."Kamu habis dari mana?" tanya Kevin khawatir."Aku cuma habis cari angin karena tadi gak bisa tidur lagi, kebetulan ada suster yang bertugas ngecek infus aku makanya sekalian aku minta cari angin." jawab Riri yang tak mau melihat ke arah Kevin, sebab ia habis menangis tadi karena bertemu dengan anaknya."Cari angin? Malam malam begini? Terus kenapa kamu gak bangunin aku aja Ras?""Emangnya kenapa? Aku gak mau bangunin kamu sebab kamu terlihat begitu kelelahan, tidurmu nyenyak banget aku jadi gak tega.""Sayang, lihat aku! Kamu habis nangis?" tanya Kevin yang memaksa Riri untuk melihat ke arahnya."Aku cuma lagi keinget semuanya saja kok." kilah Riri."Maafin aku Ras." Kevin mengira jika Riri tengah teringat dengan anak mereka
"Jadi selama ini kalian berdua bersekongkol untuk membohongiku?" tanya Riri, ia menatap nanar ke arah Kevin dan Tasya yang tampak menyesali perbuatannya."Maafkan aku sayang, aku tak bermaksud ingin menyakitimu, aku hanya ingin melindungimu." ujar Kevin sedangkan Tasya hanya menunduk."Kenapa Vin, bahkan anak kita sudah tiada. Kembalikan anakku!!!" ucap Riri dengan mata memerah."Kau sudah membunuh anakku, Vin. Aku membencimu, benci sekaliaku tak ingin bersamamu lagi." Riri menumpahkan segala emosi yang ada dalam jiwanya, ia melihat raut penyesalan dalam wajah kedua orang didepannya itu. Dia menangis sesenggukan disana, ia merasa dibodohi oleh suaminya sendiri. Ia ingin suaminya juga merasakan bagaimana rasanya menjadi dirinya."Sayanggggg...." Kevin berusaha menggapai Riri yang masih saja terus menangis. Sementara Tasya dan dokter Lucas sudah terlebihbdahulu oergi dari ruangan itu mereka ingin memberikan waktu bagi keduanya menyelesaikan masalah mereka."Pergilah, aku ingin sendiri.
Riri termenung seorang diri dibrangkar tempat tidurnya, entah apa yang membuat pikirannya begitu kacau. Usai kejadian yang baru saja terjadi diruangannya, tentang Jihan yang berusaha untuk melenyapkannya dan juga kedatangan Tasya yang menolong dirinya. Ia berpikir untuk apa Tasya menolong dirinya? Bukankah jika Tasya memang ingin merebut Kevin darinya seharusnya dia membiarkan Jihan melakukan hal tersebut kepadanya, tapi mengapa ini kebalikannya?"Apa yang sebenarnya dia rencanakan?" gumam Riri.Ceklek"Sayang?" ucap Kevin."Sedang memikirkan apa?" tanya Kevin lagi."Tak ada, bagaimana keadaan kekasihmu?" tanya Riri membuat kening Kevin berkerut."Dia bukan keka......"CeklekBelum sempat Kevin meneruskan ucapannya, pintu ruangan tersebut kembali dibuka oleh seseorang. Satu pemandangan yang sangat tidak Riri duga, ia melihat seorang dokter lelaki yang masih muda tengah mendorong kursi roda dimana Tasya duduk diatasnya."Dia?" tanya Riri bingung."Dia siapa, kok bisa sama Tasya?" tanya
DughBrukAww"Tasya." teriak Riri yang melihat Tasya terjatuh karena tendangan dari Jihan. Dia ingin menolong Tasya namun ia tidak bisa dengan cepat langsung turun dari ranjang sebab ia masih belum pulih benar.Ya orang yang telah menolong Riri dari niat jahat Jihan adalah Tasya, orqng yang dianggap sebagai rivalnya oleh Riri. Sedangkan Jihan mencoba lari dari ruangan tersebut tapi kakinya berhasil dicekal oleh Tasya menggunakan tongkatnya hingga membuatnya ikut terjerembab.Bruk"Sial!" Jihan kembali menendang Tasya membuat perempuan itu kembali tersungkur. Kemudian ia bangkit dan keluar dari sana meskipun dengan terseok seok.BrukJihan yang berpapasan dengan Kevin tak sengaja menabrak bahu lelaki itu ketika Kevin hendak masuk ke dalam ruangan sang istri, namun karena penutup hoodie itu dan posisinya Jihan menunduk sehingga membuat Kevin sedikit tak mengenali Jihan."Gimana sih jalannya." gerutu Kevin."Astaga! Ras, Tasya....Kamu kenapa?" pekik Kevin.Ia menghampiri sang istri terl