Keesokan paginya berita tentang kejadian semalam membuat namanya dan nama butiknya terseret dalam berita surat kabar.
Saat membacanya Ayesha masih bisa bernapas lega karena apa yang terjadi padanya tidak sampai terekspos keluar. Bukan karena tidak ingin nama baiknya hancur, kini ia kembali menyandang nama Herlambang yang membuatnya harus menjaga nama baik suaminya juga.Alfan mengusap bahunya lembut dan mengatakan kalimat yang menenangkan, bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Mom, kudengar semalam mommy keluar. Ke mana?” tanya Arzen duduk di meja makan.Remaja itu sama sekali tidak tahu bahwa ada polisi yang menghampiri ke rumah mereka. Karena kebiasaan Arzen memang setelah masuk kamar, ia jarang keluar jika tidak perlu sesuatu.“Ya, mommy ada urusan.”“Are you okay, Mom?”“Sure, Son.” Melemparkan senyum tipis yang tulus.“Kamu tidak perlu cemas. Berita itu tidak akan keluar,” bisik Alfan pelan.“Aku haSetelah beberapa minggu berlalu, akhirnya berita tentangnya dan sang suami mereda dan tergantikan oleh berita panas lainnya.Butiknya telah kembali buka. Bahkan kini lebih banyak pengunjung yang datang dari kalangan pejabat dan beberapa istri-istri pengusaha.Tentu saja mereka bukan hanya datang karena sekadar tertarik dengan rancangan pakaiannya. Namun, beberapa dari mereka ada yang mencoba menjalin pertemanan.Entah itu benar-benar tulus atau menginginkan hal lain.Beberapa kali juga ia mendapatkan undangan untuk masuk ke dalam group sosialita.Ayesha hanya menanggapinya dengan senyum tipis seperti biasa.Setelah ujian selalu ada kebahagiaan. Tidak akan ada kehidupan yang akan berjalan lurus dan mulus. Selalu ada rintangan dan halangan.Begitulah kehidupan.Ayesha yang baru saja mengambil air dari dapur, tidak sengaja mendengar suara Dewi yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Ia menajamkan pendengaran untuk mengetahui isi obrolan tersebut. Namun, saat berjalan mende
Saya terima nikah dan kawinnya Queena Bulan Latief binti Jacob Al Latief dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas batangan seberat 100 gram dibayar tunai. Sah! Sah! “Alhamdulilah.” Suara itu terdengar menggema di dalam rumah mewah keluarga Latief ketika lelaki dengan perawakan tinggi dan wajah tampan itu mengucapkannya dengan lantang. Alfan Fatih Herlambang kini telah resmi menyandang status suami dari Queena Bulan Latief. Perlahan Bulan menoleh ke arah sang suami dan mencium punggung tangannya, diakhiri dengan Alfan yang memberikan kecupan di keningnya dengan sikap canggung. Suasana haru menyerbu dada Bulan. Ia masih tak menyangka bahwa kini statusnya telah berubah hanya dalam waktu singkat. Acara dilanjutkan pada malam hari dengan resepsi di sebuah hotel bintang lima. Suasana meriah dan mewah itu mengiringi perayaan pernikahan mereka. Tamu yang diundang juga sangat banyak karena dua keluarga besar itu merupakan salah satu pengusaha sukses dengan nama keluarga yang su
“Jangan terlalu banyak berpikir. Dokter mengatakan kamu tidak boleh terlalu stress.” Alfan duduk di sisi ranjang seraya menatapnya dengan perasaan bersalah. “Maaf semua ini karena aku,” sambungnya dengan helaan napas yang terdengar penuh tekanan. “Mari kita bercerai saja, Mas. Aku tidak mau ada di antara hubungan kalian berdua. Lebih baik kita akhiri saja sebelum semuanya menjadi lebih rumit.” Alfan menggeleng. “Lalu aku harus bagaimana? Jangan egois, Mas.” Bulan memekik dengan suara tertahan. Alfan tertunduk. “Kamu takut kehilangan warisan orang tuamu?” tanya Bulan menebak. Kebungkaman Alfan cukup menjawab semuanya. “Apa kamu tidak berpikir tentang perasaanku, hatiku dan hidupku yang telah kamu permainkan?” tuding Bulan dengan suara lemah. “Aku korb
Pada akhirnya setelah melihat bagaimana dua keluarganya berbahagia atas pernikahan mereka, Bulan urung mengatakan yang sebenarnya kepada orang tuanya. “Berikan kesempatan pada pernikahan ini, Bulan. Kita pasti bisa menjalaninya.” “Bagaimana dengan istrimu?” tanya Bulan. “Aku yang akan mengatakan semuanya. Ini semua salahku,” jawabnya. “Jika istrimu berarti untukmu, lalu apa artinya aku di antara kalian, Mas?” Suara Bulan kembali terdengar. “Aku masih belajar menerima semua ini, Bulan.” Pada akhirnya Bulan meminta waktu dan kesempatan untuk memikirkan ucapan Alfan, walaupun ia tidak yakin bahwa semuanya akan berjalan dengan baik. Karena ia tahu bahwa sejatinya tidak ada wanita yang mau jika suaminya dibagi dengan wanita lain, termasuk dirinya. Walaupun hubungannya dengan Alfan belum menumbuhkan debaran dan getaran di hati, sejujurnya Bulan ha
Bulan dan Alfan turun dari lantai dua. Mereka akan langsung pergi ke rumah pribadi milik Alfan. Kedua orang tuanya sudah menunggu di ruang tamu. Beberapa koper besar sudah dimasukkan ke dalam mobil lebih dulu. Bulan memeluk Mami Tari dan Papi Jacob secara bergantian. “Jaga dirimu baik-baik, Nak.” Mami Tari mengelus rambut panjangnya. “Mami juga. Jaga kesehatan dan berhentilah bekerja terus menerus.” “Iya,” jawab Mami Tari dengan senyum yang dipaksakan. “Aku akan sangat merindukan kalian.” Bulan berbicara dengan mata yang berkaca-kaca. Papi Jacob memeluk Alfan. “Titip putriku, Nak. Cintai dan sayangi dia seperti kami mencintainya.” Tapi kalian lebih mencintai pekerjaan dibandingkan aku anak kalian, batin Bulan. “Baik. Saya akan berusaha membahagiakan Bulan.
Bandung. Mobil yang dikendarai Alfan akhirnya sampai di sebuah rumah sakit swasta yang lumayan besar dan terkenal. Dengan sedikit tergesa, Alfan berlari menuju ke ruangan ibu mertuanya. Sedari tadi Zahra, sang istri terus saja menghubunginya. Panik, cemas dan takut adalah perasaan yang juga dirasakan Alfan. Ibu mertuanya sangat baik terhadapnya, bahkan ia sudah menganggapnya seperti ibu kandung sendiri. Oleh sebab itu bahkan Alfan rela menerima perjodohan dengan Bulan sebab alasan yang egois. Langkah kaki Alfan membuat seseorang yang ada di depan ruangan tersebut menoleh. Wajahnya sembab dengan bekas air mata yang masih basah di pipi. Wanita bertubuh mungil dengan hijab berwarna biru itu berlari dan memeluknya. Menumpahkan isak tangis di dalam pelukannya. “Aku takut, Mas.” “Ibu akan baik-baik saja, Ra
Setelah panggilan terputus Bulan melempar asal ponselnya ke atas ranjang. Tangannya menyahut kertas gambar yang tadi dipakai untuk menuangkan ide menggambarnya kemudian meremasnya dengan pelan dan melemparnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Mampukah aku bertahan sementara hatiku saja terasa sesak seperti ini? Tuhan, kenapa takdir yang kau berikan harus serumit ini? Astaghfirullah,” gumam Bulan seraya menekan dadanya dengan pelan. Bulan memilih masuk ke kamar mandi dan berwudhu, lebih baik ia menyerahkan semuanya kepada sang pemberi kehidupan. Percuma saja mengeluh dan meratapi nasib, sekuat apa pun kita melawan takdir, jika Tuhan sudah menuliskan skenarionya, maka manusia hanya mampu menjalaninya. Setelah selesai melakukan salat, masih terlihat jelas jejak air mata di kedua pipinya yang masih basah. Perlahan Bulan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya berharap semuanya akan
Hari-hari dilewati oleh Bulan dan Alfan dengan tempat dan waktu yang berbeda juga situasi yang hampir delapan puluh persen berbeda. Jika Alfan sibuk dengan keluarga kecilnya, maka Bulan tengah menikmati liburannya walaupun seorang diri. Bulan pasrah dan menjalani apa yang memang harus dijalani hingga Tuhan berkata berhenti. Ia telah memasrahkan semuanya kepada sang pemberi kehidupan. Sosok Bulan masih menjadi wanita masa kini dengan penampilan yang sangat fashionable. Namun begitu ia tak pernah lupa menjalankan kewajiban sholat lima waktu disela kesibukannya selama ini. Keluarga Latief adalah mualaf, mereka berpindah agama sekitar sepuluh tahun yang lalu. Tidak memakai hijab bukan berarti mereka lupa menjalankan kewajiban. Jangan melihat seseorang hanya dari luarnya saja, karena dalamnya hati seseorang kita tak pernah tahu. Bulan menerima perjodohan dengan A