POV REZA
Hari ini aku akan bersiap-siap pulang ke rumah Sinta, dengan menyebut akan bekerja ke luar kota pasti Kinan tidak akan mudah curiga dengan apa yang sudah aku lakukan padanya.Ya ... aku memang telah membohonginya, sejak mengenalnya di tempat kumuh, aku mengulurkan tangan dan meminta dia untuk menjadi kekasihku. Sejujurnya saat itu aku sama sekali tidak ingin menjalin asmara dengan Kinan, namun melihat kecantikannya membuatku tergoda dan ingin menyentuh tubuh sexsinya.
Kinan dan Sinta memang berbeda, walaupun aku telah memiliki keluarga di Surabaya dan sudah memiliki malaikat kecil dari hasil pernikahanku bersama Sinta. Tapi dengan percaya dirinya aku malah menginginkan sentuhan wanita lain untuk menjadi penghangat dekapan diwaktu tengah kesepian.Malah, pertemuanku dengan Kinan sama sekali tidak sengaja terjadi. Saat itu aku tengah menjalani suatu proyek besar di daerah Sukabumi, membangun sebuah perumahan mewah dan ketika sudah waktunya istirahat tanpa sengaja aku bertemu dengan Kinan yang tengah terduduk lesu, sementara hujan sangat deras mengguyur daerah ini.Aku menolongnya dan memberikan apa pun yang ia inginkan, dengan menyewa rumah untuknya. Apalagi setelah mendengar perkataannya yang memilukan tentang Mama tirinya yang begitu kejam, hatiku begitu tersentuh. Entah kenapa pada saat itu aku mulai jatuh cinta pada pandangan pertama.Mungkin orang menyebut, bahwa aku tengah puber kedua, dengan usiaku yang menginjak kepala tiga aku malah merasakan kesenangan menginginkan sentuhan perempuan lain. Apalagi aku dan Sinta tengah LDR dan membuatku merasa kesepian.''Maukah kamu menikah denganku, Kinan? Aku berjanji tidak akan pernah mengkhianati atau pun mengecewakanmu.'' ucapku ketika melamarnya untuk menjadi suaminya.Kinan tergugu, tatapannya seakan tak menyangka akan ucapan yang terlontarkan dari mulutku. Tapi setelah beberapa saat kemudian wajahnya yang manis tersenyum lebar dan mengangguk mengisyaratkan bahwa ia menerima cintaku dengan sepenuh hati.
''Aku mau, Mas, apalagi aku ingin mempunyai seorang suami yang menjaga dan menjadi imam yang baik untukku dan anak kita kelak. Apalagi kita sama-sama belum menikah. Jadi aku mau merekan separuh nafasku untuk bersanding denganmu di pelaminan dan kita mengarungi bahtera rumah tangga menjadi sakinah mawadah warohmah.'' jelas Kinan.
Kinan memang belum mengetahui bahwa aku telah memiliki seorang istri dan anak di luar kota. Aku pun tak ingin membeberkan statusku pada siapa pun bahwa aku telah memiliki keluarga. Apalagi mengingat masa laluku yang sangat kelam, pastinya detik ini juga ketika aku melamarnya akan mentah-mentah ia tolak dan pergi begitu saja dari hadapanku. Tapi dengan kebohongan ini Kinan sampai kapan pun pasti tidak pernah mengetahui masa laluku.''Iya, Sayang, kita memang belum sama-sama menikah sebelumnya. Aku bahagia sekarang sudah memiliki kamu, apalagi sampai akan menikahimu. Mulai sekarang kebutuhan dan lainnya akan aku tanggung karena sebentar lagi kita akan resmi menjadi sepasang suami istri dan kita juga akan bahagia selamanya,'' ucapku sembari memeluknya dengan erat.''Terima kasih Mas, berkat kamu aku bisa merasakan kebahagiaan kembali setelah kepergian kedua orang tuaku. Jika Mama dan Papa masih ada, mereka pasti senang melihat aku bisa berbahagia denganmu. Kamu memang sangat baik dan bertanggung jawab, cintaku tidak akan pudar walaupun ada masalah sedikit pun. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu, begitu pun kamu jangan pernah berniat meninggalkanku,'' ujarnya tersenyum gemas.
Aku hanya membalas dengan senyuman, mendengar perkataannya justru aku bukan lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Tapi ... ya, bagus. Itu pastinya jika suatu saat terbongkar Kinan pasti akan percaya penuh terhadapku.Aku memang tengah menjalani masa-masa mencintai wanita seperti Kinan, mengingat istriku yang sama sekali tidak bisa memuaskan dengan gampangnya aku mencari wanita lain untuk menjadi pelampiasan nafsuku. Aku memang tidak sepenuhnya serius dengan Kinan, menjalani kehidupan ini pun aku anggap seperti permainan yang begitu misteri. Jika sudah bosan dengan wanita idaman lain tinggal tinggalkan dan cari lagi.Kinan akan sama persis dengan apa yang telah aku lakukan pada Sania, aku pernah menjalin hubungan sampai menikahinya secara sirih tanpa sepengetahuan Sinta istriku. Tapi sayangnya, rumah tangga yang aku jalani bersama Sania hancur karena lelaki dari masa lalu Sania menghancurkan segelanya. Ya, dia bernama Anjas.
Tak ingin terbongkar bahwa aku telah menyakiti Sinta istriku, dengan cepatnya aku membuat kedua orang tua Sania dan juga Sania sendiri meninggal dunia karena kecelakaan yang menewaskannya.Tapi semua itu malah menjadi malapetaka untukku, tanpa diduga .....BERSAMBUNG...Bagaimana ceritanya? Apakah suka? Komentar gemesnya di tunggu, sore ini aku akan up bab lagi cerita ini.PoV KinanHari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagiku, selepas semuanya kejadian yang terjadi sebelumnya akhirnya bisa dilalui dengan suka cita, canda tawa dan bahagia. Selepas sebulan lalu aku di operasi, saat ini aku hanya bisa beraktivitas di rumah. Apalagi luka jahitan yang membekas masih terasa sangat ngilu. Masih terbayang jelas diingatanku ketika menatap sendiri bayi mungil yang barusaja aku aku lahirkan dengan bantuan para medis. Semoga saja bayiku tenang di alam sana. Aku yakin, saat ini bayiku tenang bahagia berada di pangkuan sang maha pencipta.Saat ini, aku tengah berada di rumah. Rumah sederhana yang sekarang sudah menjadi tempat tinggalku seorang diri. Terkadang, Setya yang selalu menemaniku. Tanpa dia aku sama sekali nggak bisa melakukan apapun.''Kamu mau makan, Kinan?'' tanya Setya.Aku menggeleng. ''Aku belum lapar, Setya.''''Kalau begitu kamu mau apa? Aku buatkan sekarang?'' tanyanya perhatian.Aku tersenyum senang menatapnya.''Aku hanya ingin kamu ber
Apakah ini adalah akhir dari ceritaku? Entahlah, aku bingung, kenapa hingga sekarang Kinan belum siap menerima aku untuk menjadi laki-laki terakhir di hatinya.''Setya, kamu kenapa?'' tanyanya sembari menepuk pundak membuatku tersadar. ''Ah, tidak! Hmm ... aku izin ke toilet sebentar, ya, Kinan. Perutku mulas.'' Tanpa mendengar jawabannya aku lantas berdiri dan berlari kecil menuju toilet umum. Baru sekarang aku pergi meninggalkan Kinan. Aku terpaksa meninggalkannya dan berkata bohong, padahal sebetulnya aku tak benar-benar ingin pergi ke toilet.Langkah kakiku sekarang terhenti, aku duduk di taman belakang rumah sakit. Nampak banyak sekali orang yang berlalu larang orang melangkah dan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Pun denganku. Sekarang, aku sendiri bingung akan perasaan ini. Apakah aku sanggup pergi meninggalkan Kinan dan melupakan tentang apa yang sudah pernah kami lalui? Saat ini, aku hanya bisa menarik nafas gusar, entah kejadian apalagi yang akan menantuku nantiny
''Setya, apakah aku salah mengharapkan janinku kembali? Selama aku mengandungnya, aku sangat menyayangi. Tetapi, kenapa Tuhan mengambilnya, padahal belum sempat aku melihat wajah dan merawat anakku sendiri,'' lirihnya. Air matanya tak berhenti menetes."Anak hanya titipan Kinan, kapan pun bila Tuhan berkehendak pasti akan kembali. Kita harus sabar, ikhlas menghadapi cobaan. Kamu harus kuat dan sembuh. Perjalanan hidupmu masih panjang.'' Aku berucap kembali. Seketika Kinan terdiam. Dia tak menangis kencang seperti tadi. Nampaknya ia mulai berusaha meredakan rasa sedih dan amarahnya. Aku yakin, Kinan adalah wanita kuat, ia mampu melewati cobaan buruk menjadi bersinar kembali.Perlahan, aku mengusap air mata yang menetes di kedua pipinya. Kinan begitu tenang sekarang. Aku tersenyum melihatnya yang nampak tegar. Tak lama berselang, Kinan meminta izin untuk terlelap hingga kondisinya kembali stabil.***Jam di pergelangan tangan telah menunjuk ke arah pukul 05:15 WIB. Waktu telah hampir m
Tiba-tiba, aku merasa terkejut, kedua bola mata Kinan terbuka perlahan. Dia menatapku. Gegas kuhapus air mata yang menetes di kedua pipi.''Kinan, akhirnya kamu sudah sadar,'' ucapku sembari tersenyum menatapnya.''Di mana aku?'' tanya Kinan. Sorot kedua matanya memandang ke seluruh penjuru ruangan picu ini. Kemudian, ia hendak berusaha bangkit. Namun, gagal.''Sekarang kamu berada di Rumah sakit, Kinan. Kamu barusaja melakukan tindakan operasi secara Caesar,'' jelasku memberitahunya.Seketika, raut wajah Kinan tersenyum. Aura kebahagian terpancar dari sudut wajahnya.''Lalu, bayiku mana? Apakah dia sehat? Laki-laki atau perempuan?'' tanyanya antusias. Aku tersentak mendengar ucapannya. ''Setya, ada apa? Jawab pertanyaanku!'' Kinan membentak. Mulutku kelu seakan tak kuasa memberitahu yang sebenarnya bahwa janin yang di kandungan Kinan sudah meninggal dunia. Tetapi, jika aku tak mengatakan Kinan pasti akan nekad.''Bayi kamu ... sudah meninggal dunia, Kinan.'' Ucapan itu, akhirnya kel
PoV SetyaHari ini perasaanku begitu sangat gelisah ketika mengetahui apa yang sebentar lagi akan terjadi. Setelah Kinan dibawa ke ruang tindakan operasi, aku merasa bersalah sebab harus memilih Kinan untuk tetap hidup. Sementara janin yang ada di kandungannya meninggal dunia. Sebetulnya yang aku inginkan Kinan dan bayinya terselamatkan, tetapi Dokter malah meminta untuk aku memilih agar salah satu dari mereka tetap hidup. Jika saja kejadian Kinan jatuh dari kamar mandi tidak terjadi, mungkin hingga detik ini Kinan masih tetap berada di rumah. Saat ini pun, aku masih menunggu di balik pintu ruang operasi. Aku berharap Kinan mampu melewati cobaan yang dialaminya. Sejak tadi, tidak henti mulut dan hati berdoa akan keselamatan Kinan.''Setya?'' Tiba-tiba saja aku mendengar seseorang memanggil, seketika itu aku langsung menatap wajahnya. Dan, betapa terkejut ketika mengetahui bahwa dia adalah Kiara -- mantan kekasihku dulu. ''Kiara? Ka-kamu ... kok bisa ada di sini?'' tanyaku terbata-
''Setya, ada apa? Jawab pertanyaanku!'' Kinan membentak.''Bayi kamu ... sudah meninggal dunia, Kinan.'' Akhirnya ucapan itu keluar dari mulut Setya.''Apa? Meninggal dunia? Kok bisa?'' tanya Kinan tak percaya dengan ucapan Setya.''Kamu mengalami pendarahan hebat, Dokter meminta untuk melakukan operasi agar bisa menyelamatkan kamu. Sementara bayi yang ada di kandunganmu tidak terselamatkan.'' Setya kembali menjelaskan.Detik kemudian, sorot kedua mata Kinan berembun, perlahan air matanya menetes membasahi kedua pipi. Kenyataan pahit yang harus ia terima karena kehilangan jabang bayi yang dikandungnya.''Tidak mungkin anakku meninggal Setya, tidak mungkin. Selama aku mengandungnya, aku begitu sangat mengharapkan kehadirannya untuk menemaniku. Aku tak rela jika harus kehilangan dia,'' lirih Kinan. Dia berkata dengan nada tinggi membuat pasien yang berada di ruang picu terganggu. Tiba-tiba dua perawat datang dan menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada Setya.''Saya mau ana