RAHASIA SUAMIKU (4)
''Rupanya kamu berada disini, saya kira sudah tenggelam dari bumi ini,'' ucapnya acuh mendelikkan sebelah matanya.''Maksud anda apa apa ya? Datang-datang sudah seperti orang kesetanan saja. Lagi pula ada perlu apa datang ke rumah ini?'' tanyaku tak suka dan langsung menghampiri sembari menyilangkan kedua tangan di dada.Dia adalah Mona, mama tiriku. Sejak usiaku menginjak lima belas tahun aku hidup dengan wanita jahat ini. Namun, sewaktu usiaku berumur tiga belas tahun aku sudah tidak mempunyai kedua orang tua kandung karena mereka mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa dan semuanya terungkap ketika usiaku menginjak delapan belas tahun. Ternyata dalang dari sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuaku adalah Mama tiriku sendiri.Dulu, sebuah bukti telah kudapatkan, tapi nyatanya polisi enggan untuk mengusut kasus kecelakaan secara tuntas dan membuat perasaan sakit hati membuncah karena perbuatannya.
''Saya datang ke sini ingin meminta suatu imbalan karena sudah merawatmu sebelum menikah, saya dengar kamu menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Oleh sebab itu, saya kesini ingin meminta uang hasil dari kamu merayu pria itu?'' ucap mama tiriku.
''Memangnya anda siapa hah? Selama kita hidup tiga tahun lamanya, anda tidak pernah memberi saya apa pun. Saya selalu banting tulang bekerja untuk memberi anda makan. Jadi berhentilah menjadi seseorang pengemis, dari semenjak keluarga saya terkena musibah, hati ini sudah menyimpan dendam pada anda. Jadi, sebelum saya marah lebih baik angkat kaki dari rumah ini,'' aku mengusirnya lantang. Perasanku meradang.
''Kamu tidak berhak mengusir saya, bagaimana pun juga kamu masih anak saya, Kinan.'' cecarnya, aku yang mendengar menyunggingkan senyuman jahat.
''Anak? Saya bukan anak anda, saya hanya anak tiri saja dan setelah kematian Papa, anda bukan lagi sebagai mama tiri saya melainkan MANTAN Mama tiri. Apalagi yang menyebabkan saya kehilangan kedua orang tua adalah anda sendiri, apakah urat malumu sudah putus?'' ucapku padanya. Terlihat raut wajahnya memendam kemarahan.''Dasar tidak tahu diri, jika tahu begini saya dahulu tidak akan pernah segan membunuhmu bersama kedua orang tuamu. Awas saja pembalasan saya, menyesal seumur hidup kamu, Kinan.'' ancamnya dan segera melangkah pergi dari rumah ini.Aku menggeleng puas, rasanya sangat merasa tak nyaman dengan kehadiran wanita lansia itu, untung saja ia telah pergi dengan ancaman dan aku sama sekali tidak takut. Sudah tua tapi kelakuannya begitu tak bisa dimaafkan. Jika kedua orang tuaku masih ada, mungkin mereka akan menyesal karena yang dianggap baik hanya benalu.
Tapi mungkin semua ini adalah takdir yang harus aku terima, aku memang sangat merindukan kasih sayang kedua orang tuaku. Semenjak melarikan diri dari rumah wanita sialan itu aku tinggal di jalanan dan menjadi seorang pengemis. Namun setelah seiring berjalannya waktu tanpa sengaja aku bertemu dengan Mas Reza dan itu membuatku semakin percaya bahwa Tuhan masih menyayangiku dikala kesedihan yang kuhadapi. Namun, lagi-lagi sekarang perasaan mulai terasa tidak nyaman. Aku begitu sangat mempercayai Mas Reza karena memang aku begitu sangat mencintainya. Dengan menyelidikinya mungkin aku tidak akan pernah merasa sedih dan kepikiran dengan apa yang sudah terlintas di pikiranku. ''Hallo, Anjas, aku bersedia untuk kita bekerja sama. Aku ingin membuktikan oleh kedua mataku sendiri, bahwa memang apa yang kamu ucapkan tidak benar adanya,'' ucapku pada Anjas ketika sambungan telepon terhubung.''Oke. Kita langsung ketemuan saja, sekarang aku kirim lokasi tempat dimana kita akan bertemu kembali.'' ucapnya dan panggilan pun langsung terputus.******Siang ini aku bermaksud untuk keluar kota mencari tahu terlebih dahulu tempat kerja Mas Reza yang katanya akan mengerjakan tugas yang belum terselesaikan. Sekaligus ingin mengetahui lebih dalam tentang asal usulnya. Ini juga sudah direncanakan olehku dan Anjas setelah pertemuan tadi pagi bersamanya.Jika benar ucapan Anjas bahwa suamiku telah berbohong, aku tidak akan segan-segan membiarkannya hidup dengan istri pertamanya. Apalagi mengingat jadwal menstruasiku sudah telat, sangat takut sekali jika sekarang aku tengah hamil anaknya.Selama di perjalanan menuju luar kota, tepatnya di daerah Surabaya. Aku hanya bisa menengadah pada Tuhan, semoga semuanya berjalan dengan lancar dan rumah tanggaku baik-baik saja.Tiba-tiba ponselku berdering, aku meraih sembari fokus menyetir. Namun sesaat aku telah berhasil mengambil tanpa sengaja ponselku malah terjatuh dan aku berusaha untuk mengambil ponsel dan pada akhirnya.Akan tetapi, dari arah seberang terdengar suara mobil dengan cahaya yang begitu silau membuatku tak bisa fokus. Pada akhirnya .....BRUK!BERSAMBUNG...PoV KinanHari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagiku, selepas semuanya kejadian yang terjadi sebelumnya akhirnya bisa dilalui dengan suka cita, canda tawa dan bahagia. Selepas sebulan lalu aku di operasi, saat ini aku hanya bisa beraktivitas di rumah. Apalagi luka jahitan yang membekas masih terasa sangat ngilu. Masih terbayang jelas diingatanku ketika menatap sendiri bayi mungil yang barusaja aku aku lahirkan dengan bantuan para medis. Semoga saja bayiku tenang di alam sana. Aku yakin, saat ini bayiku tenang bahagia berada di pangkuan sang maha pencipta.Saat ini, aku tengah berada di rumah. Rumah sederhana yang sekarang sudah menjadi tempat tinggalku seorang diri. Terkadang, Setya yang selalu menemaniku. Tanpa dia aku sama sekali nggak bisa melakukan apapun.''Kamu mau makan, Kinan?'' tanya Setya.Aku menggeleng. ''Aku belum lapar, Setya.''''Kalau begitu kamu mau apa? Aku buatkan sekarang?'' tanyanya perhatian.Aku tersenyum senang menatapnya.''Aku hanya ingin kamu ber
Apakah ini adalah akhir dari ceritaku? Entahlah, aku bingung, kenapa hingga sekarang Kinan belum siap menerima aku untuk menjadi laki-laki terakhir di hatinya.''Setya, kamu kenapa?'' tanyanya sembari menepuk pundak membuatku tersadar. ''Ah, tidak! Hmm ... aku izin ke toilet sebentar, ya, Kinan. Perutku mulas.'' Tanpa mendengar jawabannya aku lantas berdiri dan berlari kecil menuju toilet umum. Baru sekarang aku pergi meninggalkan Kinan. Aku terpaksa meninggalkannya dan berkata bohong, padahal sebetulnya aku tak benar-benar ingin pergi ke toilet.Langkah kakiku sekarang terhenti, aku duduk di taman belakang rumah sakit. Nampak banyak sekali orang yang berlalu larang orang melangkah dan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Pun denganku. Sekarang, aku sendiri bingung akan perasaan ini. Apakah aku sanggup pergi meninggalkan Kinan dan melupakan tentang apa yang sudah pernah kami lalui? Saat ini, aku hanya bisa menarik nafas gusar, entah kejadian apalagi yang akan menantuku nantiny
''Setya, apakah aku salah mengharapkan janinku kembali? Selama aku mengandungnya, aku sangat menyayangi. Tetapi, kenapa Tuhan mengambilnya, padahal belum sempat aku melihat wajah dan merawat anakku sendiri,'' lirihnya. Air matanya tak berhenti menetes."Anak hanya titipan Kinan, kapan pun bila Tuhan berkehendak pasti akan kembali. Kita harus sabar, ikhlas menghadapi cobaan. Kamu harus kuat dan sembuh. Perjalanan hidupmu masih panjang.'' Aku berucap kembali. Seketika Kinan terdiam. Dia tak menangis kencang seperti tadi. Nampaknya ia mulai berusaha meredakan rasa sedih dan amarahnya. Aku yakin, Kinan adalah wanita kuat, ia mampu melewati cobaan buruk menjadi bersinar kembali.Perlahan, aku mengusap air mata yang menetes di kedua pipinya. Kinan begitu tenang sekarang. Aku tersenyum melihatnya yang nampak tegar. Tak lama berselang, Kinan meminta izin untuk terlelap hingga kondisinya kembali stabil.***Jam di pergelangan tangan telah menunjuk ke arah pukul 05:15 WIB. Waktu telah hampir m
Tiba-tiba, aku merasa terkejut, kedua bola mata Kinan terbuka perlahan. Dia menatapku. Gegas kuhapus air mata yang menetes di kedua pipi.''Kinan, akhirnya kamu sudah sadar,'' ucapku sembari tersenyum menatapnya.''Di mana aku?'' tanya Kinan. Sorot kedua matanya memandang ke seluruh penjuru ruangan picu ini. Kemudian, ia hendak berusaha bangkit. Namun, gagal.''Sekarang kamu berada di Rumah sakit, Kinan. Kamu barusaja melakukan tindakan operasi secara Caesar,'' jelasku memberitahunya.Seketika, raut wajah Kinan tersenyum. Aura kebahagian terpancar dari sudut wajahnya.''Lalu, bayiku mana? Apakah dia sehat? Laki-laki atau perempuan?'' tanyanya antusias. Aku tersentak mendengar ucapannya. ''Setya, ada apa? Jawab pertanyaanku!'' Kinan membentak. Mulutku kelu seakan tak kuasa memberitahu yang sebenarnya bahwa janin yang di kandungan Kinan sudah meninggal dunia. Tetapi, jika aku tak mengatakan Kinan pasti akan nekad.''Bayi kamu ... sudah meninggal dunia, Kinan.'' Ucapan itu, akhirnya kel
PoV SetyaHari ini perasaanku begitu sangat gelisah ketika mengetahui apa yang sebentar lagi akan terjadi. Setelah Kinan dibawa ke ruang tindakan operasi, aku merasa bersalah sebab harus memilih Kinan untuk tetap hidup. Sementara janin yang ada di kandungannya meninggal dunia. Sebetulnya yang aku inginkan Kinan dan bayinya terselamatkan, tetapi Dokter malah meminta untuk aku memilih agar salah satu dari mereka tetap hidup. Jika saja kejadian Kinan jatuh dari kamar mandi tidak terjadi, mungkin hingga detik ini Kinan masih tetap berada di rumah. Saat ini pun, aku masih menunggu di balik pintu ruang operasi. Aku berharap Kinan mampu melewati cobaan yang dialaminya. Sejak tadi, tidak henti mulut dan hati berdoa akan keselamatan Kinan.''Setya?'' Tiba-tiba saja aku mendengar seseorang memanggil, seketika itu aku langsung menatap wajahnya. Dan, betapa terkejut ketika mengetahui bahwa dia adalah Kiara -- mantan kekasihku dulu. ''Kiara? Ka-kamu ... kok bisa ada di sini?'' tanyaku terbata-
''Setya, ada apa? Jawab pertanyaanku!'' Kinan membentak.''Bayi kamu ... sudah meninggal dunia, Kinan.'' Akhirnya ucapan itu keluar dari mulut Setya.''Apa? Meninggal dunia? Kok bisa?'' tanya Kinan tak percaya dengan ucapan Setya.''Kamu mengalami pendarahan hebat, Dokter meminta untuk melakukan operasi agar bisa menyelamatkan kamu. Sementara bayi yang ada di kandunganmu tidak terselamatkan.'' Setya kembali menjelaskan.Detik kemudian, sorot kedua mata Kinan berembun, perlahan air matanya menetes membasahi kedua pipi. Kenyataan pahit yang harus ia terima karena kehilangan jabang bayi yang dikandungnya.''Tidak mungkin anakku meninggal Setya, tidak mungkin. Selama aku mengandungnya, aku begitu sangat mengharapkan kehadirannya untuk menemaniku. Aku tak rela jika harus kehilangan dia,'' lirih Kinan. Dia berkata dengan nada tinggi membuat pasien yang berada di ruang picu terganggu. Tiba-tiba dua perawat datang dan menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada Setya.''Saya mau ana