“Kak, tunggu, aku bisa menjelaskannya.”Bella panik bukan kepalang. Takut, bella jelas merasa takut dengan situasi yang tengah ia hadapi sekarang ini. Manu memang tak mengatakan hal apa-apa lagi selain menatapn Bella dingin, tapi Bella sadar jika pria itu tengah menahan kekesalannya dalam-dalam.“Masuk.”Tanpa mau menunggu Bella menjelakan apa yang terjadi, Manu lantas Begitu saja dan masuk ke dalam mobil. Ada keraguan di benak Bella saat ia hendak menuruti perintah Manu, tapi jika ia semakin memberontak, emosi manu pasti akan semakin meluap tanpa henti. Bela hampir saja menapakkan kakinya mendekati mobil Manu yang berjarak beberapa langkah dari tempat mobil Bian berhenti tadi. pria itu sepertinya memang telah menyadari keberadaan Bella hingga membuatnya membuntuti Bella. Namun bukan hal itu yang menjadi fokus dari Bella, tapi spaghetti yang kini telah berserakan tak berharga. Dia memungutnya ke dalam totebag sebelum masuk ke mobil Manu.“Apa kau ingin aku membawa chef
PLAK!Memejamkan mata erat, ia berusaha mengabaikan sensasi nyeri yang merambat cepat di sekitar pipi kanannya. Tamparan yang dilayangkan untuknya begitu kuat sampai membuatnya menoleh ke samping.Kini mata Bella perlahan menatap sosok perempuan yang tengah mengenakan rok putih setengah paha dipadu padakan dengan blus berwarna merah muda di depannya. Wajah perempuan itu nampak merah padam, menahan emosi yang sudah membakar habis dirinya."BERANI-BERANINYA KAU MEMANIPULASI KEADAAN DAN MEMFITNAHKU?!" Dada Laura nampak naik-turun tak beraturan. Hal tersebut membuat Bella berdecih dalam hati. Apa-apaan?!Bukankah kalimat itu malah lebih mencerminkan apa yang sedang dilakukan oleh perempuan itu saat ini?"Apa kau lupa jika kau sendirilah yang malah memilih untuk memisahkan diri denganku di mall tadi hingga membuatku kelimpungan mencari keberadaan dirimu?!" Laura memainkan aktingnya semakin jauh, seolah-olah tak membiarkan Laura mendapatkan celah sedikitpun untuk membela diri."Apa yang ka
"Bijaklah menggunakannya. Kontakku sudah tersimpan di sana."Bella menatap Manu dengan pandangan meminta penjelasan atas apa maksud dari semua ini. Bella tentu dibuat merasa bingung mengapa Manu tiba-tiba meletakkan sebuah benda pipih canggih yang sudah lama tak pernah Bella genggam."Tunggu!" Melihat Manu tak berniat untuk memberikan respon apapun lagi dan malah membalikan badannya, Bella segera menghadang jalan pria itu. Ia tentu tak akan lantas membiarkan Manu pergi begitu saja. "Kenapa kau memberikan benda ini kepadaku? Ponsel siapa ini? Kau memberikannya untukku? Tapi kenapa? Aku tidak pernah memintanya bukan?" tanya Bella beruntun sembari mengangkat ponsel yang ada di tangannya tepat di samping kepala. Manu nampak sedikit berdecih, membuat Bella terpengarah dalam hitungan detik. Kenapa pria itu begitu susah untuk dipahami? Tadi saja dia begitu menyebalkan dengan terus menghadang jalannya, tapi sekarang ia sudah kembali ke sifat dinginnya yang lebih menyebalkan."Kenapa kau
"Ahh, kau bangun lebih pagi untuk bisa mengambil sesuatu di dapur secara diam-diam?"Bella tersentak kaget, langkah kakinya yang hampir memasuki area dapur dibuat terhenti dalam sekejap. Sebelum ia sempat membalikan badannya, sosok Laura sudah berdiri di depannya. Memandangi Bella dengan ekspresi angkuh dibalik senyum tipisnya.Bella menghembuskan nafas panjang. Ia yakin jika hal ini pasti akan terjadi sebelumnya, dan sudah pasti tak terelakkan lagi. Namun, penyesalan telah mengambil keputusan untuk pergi ke dapur di jam-jam subuh seperti ini tetap menyelimutinya. Padahal, ia sendiri tadi yang membiarkan langkah kakinya menuju ke dapur setelah merasa tidak bisa berkompromi lagi dengan perutnya."Aku kira kau tidak akan berani untuk menampakan wajahmu di depanku lagi, tapi ternyata aku salah." Laura berdecih sinis, menatap Bella lekat tanpa berkedip sedikitpun."Kau memanglah perempuan tidak tahu malu, yang bisa-bisanya bersikap biasa saja setelah hampir membuatku berada dalam masalah."
Dengan nafas yang terdengar keluar tak beraturan dari bibirnya, ia perlahan menatap jam dinding selama beberapa saat.[19.00]Bella lantas menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, tubuhnya terasa begitu lelah membersihkan mansion sebesar itu seorang diri.Ya, membersihkan mansion. Laura sepertinya memang begitu ingin menjadikan hidup Laura bagaikan di neraka. Perempuan itu mengatakan jika asisten rumah tangga sebelumnya telah ia pecat, sementara semua pekerjaan mereka akan dialihkan pada Bella."Hitung-hitung agar kau ada gunanya di sini. Aku hanya merasa tidak terima saja jika kau bisa berleha-leha seperti seorang boss setelah menghabiskan uang suamiku begitu saja."Kalimat itulah yang Laura katakan padanya siang ini. Ingin membantah? Sudahlah, Bella memilih untuk mengikuti kemauan perempuan itu saja. Ia benar-benar sudah lelah berhadapan dengan Laura. Lagipula Bella menganggap mengambil alih pekerjaan asisten rumah tangga yang lama sebagai bentuk terima kasih Bella pada Manu. Jadi,
Manu baru saja selesai meletakkan piring yang telah ia cuci tadi. Langkahnya yang hampir saja meninggalkan area meja makan dibuat terdiam untuk sesaat setelah mendapati sosok perempuan yang baru saja berniat menaiki tangga.Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir perempuan tersebut, tapi wajahnya yang terlihat begitu berseri-seri memperlihatkan bagaimana suasana hatinya saat ini."Bella."Langkah riang Bella yang baru saja menaiki satu anak tangga terhenti. Ia perlahan menoleh ke belakang, hampir dibuat menjatuhkan tas plastik di genggamnya setelah mendapati Manu ternyata berdiri tak jauh darinya dengan tatapan datar khasnya."Kenapa?" tanya Bella, tapi tak beranjak sedikit dari posisinya. "Apa kau memerlukan sesuatu?"Manu tak kunjung menjawab, tapi seakan peka dengan maksud Manu, Bella kembali menurun tentang anak tangga dan segera menghampiri Manu.Kelakuan pria itu terkadang memang begitu menyebalkan. Dia kira Bella cenayang yang bisa membaca isi pikirannya apa?! "Dimana kau
"Apa kau memakan sesuatu di sini tadi?"Langkah Manu yang baru saja masuk ke dalam kamarnya terhenti. Laura menutup hidungnya saat aroma makanan menyeruak begitu saja tanpa permisi. Perempuan yang tadinya berjalan membuntuti Manu perlahan melangkahkan kaki cepat hingga posisinya berada di depan Manu."Heum." Manu tak mengelak sedikitpun, seakan tidak ada yang ia takutkan sedikitpun meski jelas-jelas nada suara Laura terdengar begitu tidak nyaman. Hal tersebut sukses membuat Laura menatapnya kesal. Laura hendak bersuara, tapi Manu telah terlebih dahulu memotongnya. "Sorry."Laura melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap Manu penuh selidik. "Untuk apa kau meminta maaf?" pancing Laura."Tanpa kuberi tahupun kau sudah mengetahuinya, Laura." Yang Manu maksud adalah aroma kamar mereka, tapi Laura malah berpikir ke arah lain."Ouh, kau minta maaf karena sudah makan bersama dengan mantan adik kelasmu itu di sini?""Jangan membuat dirimu sakit oleh pradugamu sendiri, Sayang." Tak
"Aku ada di sini, siapa yang kau cari sampai seperti itu suamiku?"Laura membuka suara dengan nada menyindir, sadar bahwa Manu pasti sedang mencari keberadaan Bella. Benar-benar menyebalkan! Ingin sekali rasanya Laura kembali membuat perhitungan dengan perempuan itu. "Kau melihat ponselku, Sayang?" Diluar dugaan, Manu ternyata tidak sedang mencari keberadaan Bella. Akibatnya Laura membeku, hampir saja menjatuhkan piring dalam genggamannya ke lantai. Perempuan itu kemudian tersenyum manis saat Manu perlahan mulai menatapnya meminta jawaban, mungkin sadar jika Laura yang kemungkinan membawa ponselnya setelah mendapati reaksi berlebihan suaminya itu. "Bukankah aku sudah mengembalikannya kemarin malam? Kenapa bertanya padaku lagi?" Dengan raut wajah datar khasnya, Manu berusaha mengingat kapan Laura mengembalikan benda pipih miliknya itu kemarin malam. Seingatnya, setelah 'pengisian energi' yang mereka lakukan kemarin malam, Manu tak sempat menanyakan keberadaan ponselnya lagi. "E