Home / Romansa / RANJANG (PANAS) ADIKKU / 4. barang pribadi

Share

4. barang pribadi

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-04-05 08:09:06

Keesokan harinya ketika semua orang telah pergi dan beraktivitas di kegiatan mereka masing-masing, aku memilih membereskan rumah ketika sudah selesai mencuci dan memasak.

Karena sudah lama tidak membersihkan lantai atas aku berinisiatif untuk mengambil sapu dan mengepel di atas sana.

Aku mulai menyapu bagian koridor depan dan tempat bermain anak-anakku membersihkan debu yang menempel di sofa dan TV lalu kemudian mengibar gorden jendela dan membukanya agar udara segar masuk ke dalam rumah kami.

Kemudian aku beralih ke kamar Rain untuk membersihkan dan mengambil baju baju kotor putraku itu.

Setelah 20 menit berkutat di kamar Rain, aku kemudian menuju kamar Adila untuk memeriksa keadaan di dalam sana jika ternyata masih bersih maka aku tidak perlu menyapu dan mengepelnya.

Namun ekspektasiku sepertinya gagal ketika membuka pintu karena kamar adikku masih sama tampilannya seperti malam tadi berantakan dan awut awutan, seprai terlepas sebagian dan bantal masih berserakan di lantai membuatku hanya mampu menggelengkan kepala.

"Ya Tuhan tidakkah dia mampu membersihkan ranjangnya saja."

Kusibak tirai jendela yang mungkin setelah lama tidak pernah dibukanya, lalu mulai membenahi ranjang adikku.

Seprai terlihat kotor dengan noda bercak kekuningan yang aku tak mengerti apa itu, dalam hati ini mulai was-was namun aku mencoba berpikir waras dan realistis tentang kemungkinan noda itu berasal dari mana, mungkin dari kopi moka yang sering dia buat ketika harus begadang mengerjakan tugas kuliah, atau noda bekas datang bulan yang tidak bersih di cuci, tapi ... Hanya terlalu terang jika itu adalah noda darah.

Mengobati rasa penasaran aku mencoba mengangkatnya dan membaui untuk memastikan apa itu, bau keringat adikku menempel di sana, tapi aroma yang lebih mendominasi adalah aroma ....

Ah, Astaghfirullah ....

Tidak mungkin! Selimut ini bekas sperma, terlalu dini jika aku menilai itu adalah sperma suamiku, sementara aku belum pernah mendapati mereka sedang berada di atas satu sama lain, meski aku sering mendapati mereka duduk dan tertawa bersama, tapi aku tidak bisa berasumsi sejauh itu.

Aku terduduk lesu sambil menggenggam erat selimut yang ada di tanganku kini, berbagai bayangan menari di kepala tentang adegan-adegan yang tidak tidak. Dan dari semua itu Aku tidak punya tersangka lain kecuali mereka berdua.

Arhggg ... Mengesalkan pikiran jahat ini.

Tak berhenti dari situ, aku kemudian membersihkan kolong ranjangnya dan lebih lebih terkejut lagi karena mendapati begitu banyak tisu bekas yang berserakan di tempat itu.

Apa-apaan ini? Bukankah tempat sampah tersedia di balik pintu mengapa ia harus membuangnya di sini. Apakah ketika aku sedang tidak berada di rumah dia mengajak kekasihnya dan mereka melakukan hubungan itu?

"Apakah sebegitu nekatnya adikku, demi menuruti hasratnya dia sampai merupakan kehormatan orang tua dan lupa pada norma dan adab apakah seperti itu aja adikku yang sesungguhnya?"

Semakin dipikirkan semakin frustasi diri ini membayangkan bahkan aku sampai memijit rekening karena rasa pusing dan mengacak-ngacak rambut sendiri karena tidak tahu kesimpulan apa yang harus aku ambil dan siapa yang harus aku curigai.

Ketika aku hendak meninggalkan kamar itu,tak lupa aku menutup jendela karena khawatir jika nanti cuaca hujan, air akan masuk ke kamar Adila. ketika aku hendak menutup jendela tiba-tiba mataku menangkap semua benda yang cukup familiar kulihat, dan karena penasaran, kutarik benda itu dengan gagang sapu yang kupegang.

Sedikit usaha keras dan berhati-hati karena aku takut terpeleset dan terjatuh sampai ke bawah tanah akhirnya dengan usaha keras aku bisa mendapatkan benda itu dan ketika kubuka ternyata itu adalah sebuah celana dalam pria.

"Sepertinya aku pernah melihatnya," gumamku, "namun bagaimana mungkin bisa di sini?"

Astaghfirullah, sapu dan benda itu terlepas dari tanganku aku menutup mulut dengan mata membeliak dan jantungku hampir berhenti tiba-tiba.

"Bukankah benda itu milik Mas Adam?"

Mana mungkin aku bisa berpikir jika benda itu diterbangkan angin dan menyangkut di jendela Adila sedangkan posisi tempat aku menjemur pakaian berada di halaman belakang dan jendela kamar Adila berhadapan langsung dengan halaman depan rumahku.

"Tuhan apa ini? maka ini adalah musibah atau sebuah petunjuk kepada musibah berikutnya?"

Aku tersungkur dan jatuh terduduk dalam keadaan syok, meski berkali-kali aku menggelengkan kepala tidak percaya kenyataan, tetap saja itu adalah kenyataan.

Rain tidak mungkin memainkan celana ayahnya lalu membawa ke kamar Adila dan membuangnya lewat jendela, anakku sudah besar dan mengerti sehingga mustahil dia melakukan perbuatan tidak berfaedah itu.

Tidak bisa juga menuduh Clara karena dia hanya bayi berumur 1 tahun lebih dan baru bisa berjalan, mustahil!

Ataukah sungguh firasatku saat ini. Jika benar, maka ....

Air mataku meleleh begitu saja.

Sepanjang hari aku tidak fokus mengerjakan pekerjaan rumah bahkan benda-benda yang kupegang hampir terlepas dari tangan, karena galau memikirkan sebenarnya apa yang sedang terjadi di antara Mas Adam dan adila.

Aku tidak boleh menundanya lagi aku harus membuktikan agar tidak ada lagi rasa penasaran dan takut di dalam jiwa ini.

Lagipula mana mungkin barang pribadi suamiku datang sendiri ke kamar Adila tanpa di bawa pemiliknya, Mas adam harus menjawab semua pertanyaanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    23

    Hingga jenazah ibu akan diberangkatkan pulang kampung, Mas Adam belum datang atau memberi kabar sama sekali. Ia bahkan tak menjawab telepon Adila yang berharap ia segera datang."Ya, ampun mana Mas Adam, di saat seperti ini ia harusnya ada di sisiku," ratap gadis itu.Aku hanya tersenyum sambil menggeleng kecil mendengar ratapannya, tanpa malu ia menggumamkan nama pria yang dia rebut dari kakaknya sendiri. Kesal sekali aku padanya.Tepat dan saat mobil ambulans akan berangkat tiba-tiba calon mantanku hadir, Adila langsung menghambur dan meraung di pelukan kekasihnya dengan manja sedang aku hanya meringis menahan apa yang sedang merasa tak nyaman di dalam dada.Perlahan kuseret langkah menjauh, berniat kembali ke rumahku dan menemui anak-anakku, namun ayah menahan langkah dan memintaku untuk ikut."Maaf, ayah, aku gak bisa, Rain dan Clara tidak ada yang mengurus, maaf ya ayah," ujarnya sambil menangkupkan tangan.Ayahpun naik mendampingi jenazah Ibu dan ketika pintu ambulans di tutup t

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    22

    Perlahan kubayar pengacara untuk mengurusi perkara pembagian harta dan berusaha agar aku memenangkan pembagian tersebut karena bagaimana pun aku punya dua anak yang seharusnya memenangkan aset ayahnya.Pintu rumah di ketuk dan ketika kubuka wajah yang kubenci itu muncul lagi, ia mengenakan kerudung dan matanya nampak sembab oleh air mata.Drama apa lagi ini?"Boleh aku masuk?""Untuk apa? Maaf kebetulan aku mau pergi antar pesanan kue kering dan pakaian.""Sebentar saja, Mba," ujarya memelas."Baik," jawabku sambil mendengkus kesal.Dia mengambil tempat duduk di depanku kali mulai berbicara pelan,"Mbak, aku ingin kamu bicara pada Mas Adam, tadinya aku akan membiarkan dia memilih apa yang dia inginkan, tapi sesuatu terjadi," gumamnya sambil mengusap air mata."Apa?""Aku ha-hamil, Mbak," jawabnya pelan."Aku tidak terkejut karena kalian memang berzina, dan anak hasil berzina itu adalah ....""Tolong jangan dilanjutkan Mbak, aku sakit, aku merasa gak berharga setelah ini," ucapnya."K

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    21

    Iya, bisa mati berdiri jika begini,. Adila panik dan hendak membantu ibu berdiri namun wanita itu lemas dan tatapan matanya kosong. "Dengar, Bu. Seumur hidup aku tak pernah menyusahkan Ibu. Sekali ini tolong jangan susahkan aku, jika ibu sangat menjaga kehormatan Adila maka dari awal jangan biarkan dia merayu suamiku." Wanita itu tak menjawab, seolah kehilangan kata-katanya. Sedang anaknya menangkap sinyal bahwa sebentar lagi Ibu akan pingsan. "Panggilkan ambulance untuk Ibu, dan bawa dia ke rumah sakit," ujarku sambil berlalu. "Setidaknya Mbak menghargai kalo ibu pernah membesarkan Mbak," teriak Adila yang berusaha mencegahku masuk. "Aku menghargai ... karenanya aku tak sampai berbuat kasar. Setelah hari ini jangan ganggu aku lagi." Tiba-tiba tubuh ini tersungkur dan Adila makin panik, menjerit dan memanggil manggil nama ibu. "Ambil saja Mas Adam, tapi tolong selamatkan Ibu ...." "Maaf aku tidak mengambil barang rongsokan. Jika kau kehilangan minat terhadap pria itu m

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    20

    "Tolong ... tolong ...." Sayup-sayup kudengar di antara gemuruh hujan yang semakin deras.Karena merasa ingin sekali tahu, perlahan kuseret langkah menuju halaman, menggeser gerbang lalu mencoba mengintip dengan napas tertahan.Di tengah jalan yang masih lengang, kulihat Adila tengah memeluk tubuh yang tergolek.lemah.Ia menangis dan meraung kencang dan di detik kesekian aku sadar bahwa pria yang sedang dia peluk adalah suamiku. Mobil-mobil menepi dan penumpangnya turun, mengerumuni dan berusaha memberi bantuan sedang aku mematung di depan pintu pagar tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. "Tolong ... tolong bawa dia ke rumah sakit, dia ditabrak mobil dan mobilnya kabur," jerit Adila dengan panik.Ia terlihat ketakutan dan panik berlari ke ana kemari dan memohon pada orang orang agar segera menghitung Mas Adam dengan cepat."Mbak Aisyah ... Mbak, tolong aku," ucapnya dengan air mata berderai dan ia berusaha menggapai bahuku.Aku membisu dan tak tahu harus bilang apa, tatapanku na

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    19

    Ya, aku marah luar biasa, aku kesal pada ketidak tegasannya sebagai pria. Aku ingin sekali mencabik cabik wajahnya hingga ia minta ampun. Apakah mulutnya sudah benar benar terkunci melihat ketidak adilan yang terjadi pada kami? Ia bungkam ketika ibu mencercaku, ia bahkan tak berusaha melerai mereka."Gini ya, aku akan buktikan," kata ibu dengan emosi menjadi jadi. "Coba Nak adam, mendekat sini," panggilnya."Ada apa Bu?" tanya suamiku dengan ekpspresi terpaksa."Katakan pada Aisyah, kau lebih memilih siapa? Adila atau dia? Ibu mau tahu," desak ibu sambil mendelik ke arahku dengan sinis."Anu .. Bu, izinkan saya ... Maksud saya, saya butuh waktu, saya dan Aisyah juga belum bercerai," balas suamiku"Jadi kau memutuskan untuk membela Aisyah?" tanya ibu dengan nada meninggi."Tidak juga Bu, begini ....""Ehm, sebaiknya kita pergi, Bu, malu sama tetangganya Aisyah, kita gak mau ngerusuh di kampung orang," ujar ayah sambil merangkul pundak Ibu."Ayah, katakan sesuatu, kenapa sejak kemarin

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    18

    Aku tak akan membuang waktu lagi, dengan menjual emas dan mengumpulkan sisa keuntungan dari bisnis online, aku segera pergi ke kantor pengacara untuk meminta bantuannya."Pak, saya datang kemari dengan harapan besar atas bantuan Bapak, saya berencana akan menggugat cerai suami saya, saya ingin mendapatkan hak asuh serta memenangkan rumah.""Kenapa mengajukan cerai?""Karena dia telah berzina dengan adik kandung saya sendiri," jawabku."Mengapa tidak dilaporkan ke kantor polisi?""Karena saya berat pada orang tua, mereka telah membesarkan saya."Pria itu terlihat berfikir keras lalu berkata."Anda sungguh yakin dengan keputusan anda, Bu?""Insya Allah Pak, lagi pula saya lelah memberi mereka kesempatan untuk sadar dan berubah, tapi tampaknya sia-sia, suami telah saya usir dan diapun tidak punya itikad untuk mmeimta maaf atau mengunjungi anak-anaknya.""Apakah ini sudah lama?""Perselingkuhannya sudah lama, namun kami berpisah ranjang baru satu bulan lebih," jawabku."Ibu yakin suami

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    17

    Seharusnya tidak begini lemahnya, aku sebagai istri sah, terkungkung dalam kesedihan yang panjang dan harapan bahwa Mas adam akan kembali, omong kosong!.Mana mungkin dia kembali jika sebentar lagi dia akan menikahi adila. Memangnya kenapa kalau mereka menikah dan hidup bahagia? pantaskah karena itu aku akan meringkuk memeluk sedih dan tidak mampu berdiri dan menata hidup mandiri? Aku tidak mau sekonyol itu, orang-orang akan menertawakanku sebagai budak cinta yang menyia-nyiakan hidup sendiri dan aku tidak akan menunjukkan kebodohan semacam itu.Jika ditelaah lebih jauh, sikap orang tuaku juga tidak adil kepadaku mereka memperlakukanku seolah anak tiri yang tidak patut untuk diperjuangkan haknya, tidakkah ayah dan ibu berpikir bahwa Mas Adam jelas-jelas suamiku dan Adila adalah benalu yang telah merusak rumah tangga kami, namun jauh harapan dari kenyataan, mereka malah membela anak bungsunya dan aku tidak berdaya untuk mengomentari lebih jauh.Lalu apa yang harus aku lakukan saat ini

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    16

    Aku tak percaya juga jika akupun bisa marah seperti itu, mungkin ssudah demikian kenal ditambah akumulasi rasa sakit dan dendam sehingga membuatku kehilangan kendali.Ah, lagipula pelajaran itu terlalu ringan untuknya, karena mereka sudah memutuskan untuk selalu menggangguku maka, aku putuskan juga untuk mengacaukan hidup mereka. Sepadan? iya, kurasa iya.Aku kembali ke rumah menaiki motor milikku bersama Clara sedang dua manusia laknat itu menatap kepergianku dengan sorot heran sekaligus ngeri di mata mereka. Tentang reaksi sekitar? jangan tanya lagi, mereka dibully habis-habisan.*Siang hari, aku dan kedua anakku di meja makan."Bunda ... bagaimana jualan Bunda, lancar?"Tumben sekali ia menanyakan itu, apalagi dia hanya bocah kelas lima SD."Memangnya kenapa sayang?""Ehm, kalo lancar aku boleh minta uang kebuh ya, Bund, ada praktek yang mengharuskan kita beli alat di toko buku," jawabnya sambil tersenyum."Oh, tentu sayang," balasku setengah terharu atas pengertiannya sebagai se

  • RANJANG (PANAS) ADIKKU    15

    Aku tidak harus selalu sedih memikirkan tentang mereka setiap kali aku teringat atau membayangkan apa yang sedang mereka lakukan air mata ini tumpah begitu saja tanpa Alasan.Aku tidak mampu menepiskan kesedihan yang besar dan kekecewaanku juga kepada Mas Adam. Teganya dia menghancurkan mahligai pernikahan kami, teganya dia meninggalkan Rain dan Clara demi kekasih baru yang telah merebut hatinya, Adila adikku sendiri"Biarkan mereka menikah dan menjalani, bahtera rumah tangga yang mereka inginkan, biarkan Adila merasakan menjadi istri dari Suamiku itu."Mereka saat ini pasti bahagia tinggal di sebuah apartemen dengan flat yang sama, aku yakin kebahagiaan itu bertambah ketika tidak seorangpun berdiri untuk menghalangi mereka saling memeluk dan berbagi kehangatan.Tiap waktu aku memikirkan tentang itu, membuatku tidak fokus, seringnya aku berdiri terpaku atau duduk dalam keadaan termenung membuat aku sendiri merasa salah, nggak usah bawa hidup ini tidak akan berjalan sesuai dengan kei

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status