"Kemarin cucuku setelah pulang sekolah dan makan stroberimu, habis dimakan dia masih minta lagi. Karena aku tidak membeli banyak, hanya beli satu kati, semua dimakan olehnya! Nah, sekarang dia pulang dan berguling-guling mengatakan mau makan lagi!" ujar seorang wanita paruh baya dengan tak berdaya.
"lya! Suamiku sudah tua, dan pemilih! Kemarin aku memberinya satu biji stroberi yang tersisa, tapi setelah dimakan dia meminta stroberi lagi hari ini! Aku sudah menunggu di sini sepanjang hari!" Seorang nenek berkata dengan mendesah. "Iya benar! Putraku setiap hari lelah bekerja, kemarin setelah makan stroberimu, dia bilang pikirannya menjadi lebih jernih dan nyaman! Dia memintaku untuk membelinya lagi hari ini!" "Orang rumahku juga sama! Aku benar- benar bingung, stroberi ini kenapa bisa begitu enak ya?" Ujar sekelompok orang yang berkumpul dan mendesak Fikri untuk segera menjual stroberi. Fikri juga tidak banyak bicara, ia memasang stan kecil dan meletakkan timbangan di atasnya. "Semuanya sudah bisa antre, pasti akan kebagian!" Fikri berteriak dan orang-orang mulai antre. "Aku mau lima kilo!" "Aku mau empat kilo!" "Aku satu kilo setengah Stroberi yang begitu banyak hampir habis terjual dalam sekejap, Fikri bersiap- siap untuk pulang tapi tiba-tiba seorang pria paruh baya berjalan mendekat. "Hey, Bung, stroberimu ini berasal dari mana?" Fikri terdiam sejenak, dan secara tidak sadar menatap orang itu dengan waspada, lalu dia akhirnya mengerti. Orang ini terlihat familier. Sepertinya selalu berjualan di kompleks perumahan ini, ketika Fikri datang sebelumnya, dia sudah memperhatikannya, kali ini dia bahkan langsung datang. Fikri tampak tenang dan berkata, "Ada apa?" "Stroberimu lumayan, aku hanya ingin tahu kamu ambil dari mana, agar aku bisa menjualnya juga! Aku jamin, kalau kamu memberitahuku, aku tidak akan memberitahu orang lain. Besok aku akan pergi berjualan di tempat lain, bagaimana?" Pria paruh baya itu menyeringai, menggosok-gosokkan tangannya dan mengeluarkan sejumlah uang seratus ribu dari kantong celana dan berencana memberikannya kepada Fikri. Fikri bergegas mundur satu langkah, lalu dengan gesit mengemasi barangnya. "Di Pasar Berehun, aku pergi lebih awal, kalau terlambat maka barangnya tidak akan ada lagi." Fikri sembarangan menyebutkan satu nama pasar, semua penjual di area ini, baik itu pedagang sayuran atau buah, semuanya membeli persediaan dari Pasar Berehun. Pria paruh baya itu agak curiga karena dia sendiri juga datang lebih awal, tapi ia tidak melihat stroberi seukuran tinju ini di tempat itu! Pria itu berpikir sejenak, mungkin dirinya benar-benar terlambat datang ke pasar! Stroberi yang begitu segar pasti tidak mungkin diangkut dari tempat jauh. Besok pagi, dia akan pergi ke Pasar Berehun untuk melihatnya! Kalau tidak ada, dia bisa datang untuk menanyakannya pada Fikri lagi! "Baiklah!" Pria paruh baya tersenyum ke Fikri, lalu berpura-pura tidak sengaja melihat ke kantong uang Fikri yang membengkak. Bisa menghasilkan begitu banyak uang, siapa yang tidak akan iri? "Berbisnis harus berbaik hati, dengan demikian baru akan menjadi berkah, kita semua bisa untung bersama, bagaimanapun pasar sangat besar!" Fikri hanya tersenyum, ia tidak mengatakan apa-apa, ia bergegas mengemasi barang-barangnya dan pergi dengan kendaraan roda tiganya. Hingga tiba di tempat parkir yang sepi, Fikri berhenti dan masuk ke bagasi kecil di belakang kendaraan roda tiganya, lalu memetik dan memuat kendaraannya hingga penuh dengan stroberi lagi. "Sepertinya tidak bisa terus seperti ini." Fikri mengernyit. Stroberinya terlalu bagus dan dia hanya seorang pedagang kecil, mudah menarik perhatian orang. Kalau dia bisa secara stabil memasok stroberi ini ke pelanggan utama, maka dia akan menjadi lebih mudah dan lebih aman. Memikirkan hal ini, Fikri mengendarai kendaraan roda tiganya menuju Pasar Berehun. Pasar Berehun adalah pasar grosir terbesar di Kota Dakarta. Sayuran segar, seafood, semuanya bisa ditemukan di sini. Dan harganya murah dan sangat segar, semuanya laris terjual. Biasanya saat pembeli membeli satu atau dua kati saja, ada beberapa pedagang yang langsung mengatakan bahwa mereka tidak menjualnya, karena banyak nenek-nenek yang suka memilih- milih, bahkan hanya untuk beberapa sen pun mereka berusaha sebisanya untuk menavwar. Keuntungan tidak besar, malah merepotkan! Secara keseluruhan, tempat ini melayani supermarket besar dan pedagang kecil yang membeli barang. Di sini, bisa bertemu dengan pelanggan utama! Fikri mengendarai kendaraan roda tiga dan berhenti di depan Pasar Berehun. Ini adalah pintu masuk timur, meskipun sudah hampir siang, tapi masih banyak orang. Banyak orang mengenakan seragam kerja, membawa tas atau menggantungkan kartu tanda pengenal, di belakang mereka ada kendaraan roda tiga atau mobil pikap. Orang-orang ini jelas merupakan pembeli atau pedagang kecil yang membeli barang. Fikri tidak memiliki stan di pasar, dia memperhatikan waktu sebentar, Satpol PP sudah selesai bekerja, lalu ia membuka tenda kecil dan mengeluarkan stroberi dari kendaraannya. Stroberi besar berwarna merah cerah, terdapat tetesan embun yang segar di atasnya. Di bawah sinar matahari, stroberi terlihat menggoda dan sangat berair! Aroma stroberi yang manis mulai menyebar, membangkitkan nafsu makan dan keinginan untuk makan orang-orang yang lewat. Mata banyak orang tua bersinar, mereka menemukan stan Fikri, hanya dalam waktu setengah jam, beberapa pria sudah berkerumun di sekitarnya. Fikri melirik mereka sekilas, mereka membawa tanda pengenal di dada dan menjepit tas di ketiak, sangat jelas mereka adalah pelanggan utama. "Mau beli stroberi?" tanya Fikri. Salah satu dari mereka tersenyum dan bertanya, "Berapa harga stroberi ini dan berapa banyak yang kamu miliki?". "Beberapa ribu kati atau bahkan puluhan ribu kati bisa aku sediakan, tergantung pada berapa banyak yang kamu butuhkan." jawab Fikri dengan tenang. Menanam stroberi di dalam ruang, dengan tanah dan air mata air yang ajaib, waktu tumbuh paling cepat hanya satu hari. Ini berarti, kalau ditanam sebelum tengah malam hari ini, akan matang pada tengah malam besok. Produksi biasa dari satu hektar lahan stroberi adalah enam ribu kati, tapi stroberi miliknya memiliki ukuran sebesar kepalan tangan, jadi pasti jauh lebih banyak, sekitar sepuluh ribu kati! Bukankah itu sama saja dapat memberikan berapa saja yang diinginkan? Ketika orang itu mendengar ucapan Fikri, dia langsung tertawa! "Kamu memiliki kepercayaan diri yang besar!" Dia melirik Fikri sejenak, lalu meraih satu stroberi dan memperhatikannya dengan saksama, kemudian matanya langsung menunjukkan keterkejutan. "Stroberi ini sangat besar! Aku bahkan belum pernah melihat stroberi sebesar ini! Bisakah aku mencobanya?" Fikri tersenyum dan memberikan satu biji stroberi ke setiap orang, "Bukan aku membual, setelah kalian mencobanya, kalian pasti akan bersaing untuk membelinya. Aku harus mengatakannya terlebih dahulu, stroberiku ini, siapa yang menawar lebih tinggi, dia yang akan mendapatkannya!" Beberapa orang terkejut, lalu tertawa terbahak-bahak! Pemuda ini memiliki keyakinan yang terlalu besar pada stroberinya sendiri, bukan? Beberapa orang juga tidak banyak bicara lagi dan langsung mencicipi stroberi di tangan mereka. Hanya satu gigitan, beberapa orang ini terkejut dan membelalakkan mata mereka! Sialan! Stroberi apa ini? Ini terlalu enak, bukan?! Saat masuk ke mulut, air stroberi langsung memenuhi mulut, manis dan lezat, aroma stroberi dengan cepat memenuhi mulut, bahkan napas pun penuh dengan aroma stroberi yang khas! Membuat orang ingin terus makan, tanpa ragu-ragu mereka menelan stroberi di tangan mereka dengan lahap! Terlalu memuaskan! Beberapa orang yang sudah makan, terlihat terkejut dan puas, hampir seketika mereka saling bertatapan, dan tanpa ragu mulai menawar! "Tiga puluh ribu per kati! Aku borong semua! Berapa banyak yang kamu miliki, aku beli semua!" "Empat puluh ribu per kati! Aku mau semuanya!" "Enam puluh ribu per kati! Stroberi ini benar-benar terlalu enak!" "Delapan puluh ribu per kati! White Orbin borong semuanya!" Beberapa orang bersaing untuk menawar dengan semangat yang tinggi, dan pada akhirnya harga berhenti pada delapan puluh ribu per kati ditawarkan oleh White Orbin! Bagaimanapun mereka hanya pembeli dan ada persyaratan harga beli tertinggi untuk setiap barang. Beberapa orang yang kalah saling bertatapan dengan merasa menyesal dan enggan, lalu mereka pergi dengan kepala tertunduk dan kecewa, sebelum pergi mereka melihat ke stroberi di stan Fikri dengan rasa enggan. Mereka pasti akan meminta izin pada atasan untuk menaikkan harga beli stroberi ketika mereka kembali! Mereka akan datang lagi besok! "Bung, bagaimana, delapan puluh ribu per kati, ini mungkin harga tertinggi di seluruh pasar grosir!" Pria paruh baya itu menyeringai, ia mengambil selembar kartu nama dari saku bajunya dan memberikannya kepada Fikri. Ketika Fikri melihat kartu nama tersebut, ia sedikit terkejut. Dia adalah manajer dari White Orbin di Kota Hokida, namanya Jefri Chindra. "Kamu mungkin sudah mendengar tentang White Orbin, kami memiliki lebih dari 300 toko di Kota Hokida ini. Berapa banyak stroberi yang kamu punya, aku akan membeli semuanya. Bagaimana?" Ujar Jefri dengan nada sombong. Bagaimanapun, White Orbin sudah menjadi pemimpin ritel buah dalam beberapa tahun terakhir, jadi dia memiliki modal untuk berbicara seperti itu. Namun, Fikri sama sekali tidak peduli!.Fikri menggenggam artefak itu lebih erat. Di tangannya kini bukan hanya sekadar kunci rahasia tapi juga sumber kekuatan yang entah datang dari mana, yang mungkin bisa menjadi penyelamat... atau penghancur. “Kalau begitu,” kata Fikri perlahan, menahan gemetar dalam suaranya, “kau harus melewatiku dulu.” Pria itu tertawa pelan, langkah kakinya bergema di ruang bawah tanah yang dingin dan sunyi. “Itu memang rencanaku sejak awal.” Ia mengangkat tangan, dan dari balik jasnya muncullah senjata kecil dengan cahaya merah berkedip di sisinya—teknologi canggih, jelas bukan milik orang biasa. Tapi sebelum pria itu sempat menekan pelatuk, artefak di tangan Fikri mulai berdenyut. Simbol-simbol di permukaannya menyala lebih terang, dan seketika, cahaya biru menyambar keluar dari benda itu, membentuk semacam pelindung energi yang melingkupi tubuh Fikri. Sinar itu menghantam pria tersebut dan melemparkannya ke dinding dengan keras. Ia jatuh dengan suara dentuman, pingsan seketika. Fikri terd
Fikri duduk di ruang kerjanya, menatap peta yang terhampar di hadapannya. Setiap garis, setiap titik, dan setiap jalur yang ada di sana seolah-olah menyimpan rahasia yang lebih dalam dari yang ia bayangkan. Perjalanan yang baru saja dimulai tampaknya akan mengarah ke arah yang tidak terduga. Sesuatu yang lebih gelap, lebih berbahaya, dan lebih berisiko daripada yang ia kira.Di luar, suasana malam semakin gelap, tetapi Fikri tahu bahwa ini bukan waktunya untuk beristirahat. Apalagi setelah lelang yang sukses, dunia yang ia masuki semakin sempit. Semua orang menginginkan sesuatu darinya—dan tak sedikit yang siap menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Fikri menoleh, melihat nama yang tertera di layar: Asha. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengangkatnya."Asha," kata Fikri, suara serius namun penuh rasa ingin tahu. "Ada apa?"Asha terdengar sedikit cemas. "Kita tidak punya banyak waktu. Mereka mulai bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan
Beberapa hari setelah lelang, Fikri merasa angin perubahan berhembus kencang. Ada sesuatu yang telah ia keluarkan ke dunia, dan meski perasaan puas menyelimuti dirinya karena harga yang ia dapatkan dari lelang tersebut, ia juga tahu bahwa hal itu hanya permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Penawarannya berhasil, tetapi harga yang dibayarkan—baik secara finansial maupun psikologis—belum sepenuhnya ia pahami.Di ruang kerjanya, Fikri duduk di depan meja besar yang penuh dengan dokumen dan catatan penting. Pikiran-pikirannya melayang jauh, kembali ke percakapan dengan para pengusaha yang hadir di lelang. Ada yang tampak tertarik, ada juga yang ragu-ragu. Namun satu hal yang pasti, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya ia sembunyikan.Chelsea menghubunginya melalui telepon, menyadari kegelisahan di balik keputusan besar yang Fikri buat. "Kamu yakin sudah siap, kan?" tanya Chelsea dengan nada khawatir, meskipun ia tahu Fikri tak akan membiarkan apa pun mengganggu rencananya.Fikri
Keputusan Fikri untuk menanam apel langka itu tidak hanya menarik perhatian ruang ajaibnya, tetapi juga memunculkan pertanyaan yang lebih besar di benaknya: apakah ruang itu benar-benar bisa mengubah nasibnya, atau justru mengarahkannya pada jalan yang tidak bisa ia kendalikan? Apakah dia sudah cukup siap dengan semua yang akan datang?Beberapa hari setelah menanam apel tersebut, Fikri mulai merencanakan langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa dunia di luar sana tidak akan membiarkannya tenang, terutama dengan potensi yang tersembunyi dalam ruang ajaib dan kekuatan buah langka yang baru saja ia temukan. Ketika tawaran lelang datang dari sebuah perusahaan besar, Fikri merasa ini adalah kesempatan untuk menguji apakah dunia luar bisa menerima ‘keajaiban’ yang ada dalam hidupnya, atau justru menghancurkannya.Perusahaan itu, Sura AgriCorp, dikenal luas karena kemampuannya dalam meneliti dan mengembangkan produk pertanian eksklusif. Mereka menawarkan lelang khusus yang hanya dihadiri oleh sege
Pertarungan terus berlangsung dalam gelap malam, hanya diterangi oleh cahaya temaram dari lampu teras dan kilatan ponsel yang tak sengaja menyala. Asha dan timnya bekerja cepat dan senyap, seperti bayangan yang menari di antara suara benturan dan teriakan teredam. Fikri tetap menjaga pandangannya pada Raymond, yang meski mulai goyah, tidak kehilangan keangkuhannya. Raymond mundur satu langkah, wajahnya masih tersenyum tetapi matanya mulai mencari jalan keluar. “Kau pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan, Fikri. Aku bukan orang bodoh yang datang hanya dengan satu rencana.” Tiba-tiba, terdengar ledakan kecil dari sisi timur rumah. Asap putih menyelimuti bagian taman, membuat pandangan terganggu. Asha langsung memberi perintah, “Asap gangguan! Tetap waspada, mereka mungkin membawa senjata!” Benar saja, dua dari lima pengawal Raymond yang semula tumbang, bangkit kembali dan mulai menembakkan peluru karet ke arah Asha dan timnya. Namun Fikri telah mengantisipasi kemungkinan itu. I
Raymond menatap Fikri dengan tatapan tajam, seolah-olah mengetahui setiap langkahnya. Fikri bisa merasakan ketegangan di udara—sebuah ancaman yang tak terucapkan, namun jelas terasa. Semua ini bukan lagi hanya soal anggur atau bisnis. Ini adalah permainan yang lebih besar, yang melibatkan nyawa dan masa depan keluarganya."Kenapa kau datang ke sini, Raymond?" tanya Fikri, suara tenang namun dipenuhi perhitungan.Raymond mengangkat bahu. "Mungkin aku datang untuk mengingatkanmu, atau mungkin aku datang untuk menawarmu sebuah 'kesepakatan'. Aku tahu betul apa yang kau simpan di ruang rahasiamu. Tapi aku juga tahu, kau bukan tipe yang mudah dibujuk.""Kesepakatan?" Fikri mendengus, tidak terpengaruh. "Aku tidak butuh tawaran dari orang seperti kamu."Raymond melangkah lebih dekat, seolah tidak peduli dengan jarak yang ada di antara mereka. "Jangan terlalu percaya diri, Fikri. Kau punya banyak hal yang orang-orang seperti aku inginkan—termasuk informasi tentang ruang itu. Anggurmu bukanla