LOGINMendengar itu, Elias tertawa. "Berbuat buruk? Justru, mereka akan mendukungku!"
Tidak ingin semuanya menjadi semakin parah, Davina mencengkram lengan Topan dan berkata, "Kumohon berhenti Topan! Jika kau tetap tak mau menuruti permintaannya, kita semua akan berakhir!" Topan menatap Davina lekat. "Kamu salah, justru dia yang akan berakhir dan aku yang akan membuat hal itu terjadi, Davina!" balas Topan penuh keyakinan. "Kau pikir, kau siapa? Orang kaya? Orang berpengaruh?! Sehingga bisa melakukan hal demikian?!" seru Indira mencemooh. "Cepat lakukan sialan!" Gunawan, dengan wajah mengeras ikut angkat bicara. "Dengarkan apa kata tunanganmu, Davina! Percaya pada Topan! Dia sungguh bisa melakukannya!" Davina terperangah, menatap Ayahnya seraya menggeleng tak habis pikir. Bagaimana mungkin Ayahnya tetap percaya pada Topan? Di saat Davina tengah berpikir dan Indira yang jengkel, ketua mafia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Topan. "Jika itu maumu, tak masalah," ucapnya sinis. "Tapi akan kubuat kau bersujud dengan sendirinya!" Usai mengatakan hal itu, dia langsung mendaratkan tinjunya ke arah Topan. Namun, Topan dengan sangat cepat menangkap tinju tersebut. Ketua mafia terbelalak. "Bagaimana mungkin kau bisa..." Selagi dia mencoba melepaskan tangannya, Topan langsung mendorongnya hingga terjatuh ke belakang. Semua mata pun melebar! Elias sedikit khawatir, teringat bagaimana Topan menghajar dirinya dan anak buahnya tadi siang. Tapi buru-buru Elias menghalau pikiran itu. Percaya jika kenalannya bisa mengalahkan Topan. Apalagi dia adalah ketua organisasi mafia! "Cukup menarik. Kau tak bisa dipandang sebelah mata!" ucap ketua mafia itu dengan gigi gemeretak seraya berusaha berdiri. "Tapi, jangan senang dulu kau. Aku tidak serius barusan!" Tanpa peringatan, ia kembali merangsek maju dengan kecepatan yang jauh melebihi serangannya yang pertama. Namun, Topan melayaninya dengan begitu santai. Selama sesaat, ia sibuk menghindar dan mengelak. Masih berkonsentrasi untuk menyerang balik. Hingga akhirnya... BUGH! BUGH! BUGH! Pukulan Topan telak menghantam dagu, wajah serta ulu hati ketua mafia itu. Kali ini tubuhnya terpental ke belakang membentur dinding, dia seketika tergeletak di lantai. Darah langsung mengalir dari bibirnya. Kini, semua orang tercengang, kompak memandang Topan dengan tatapan tak percaya. Topan berpaling pada Elias. "Aku tak ulangi dua kali. Minta maaf kepada Davina. Sekarang!" titahnya dingin sekaligus tegas. Elias dan teman polisinya tersadar dari keterkejutannya. Tapi detik berikutnya, mereka berdua malah tertawa. "Kau pikir, kau siapa bisa memerintahku?!" "Kau telah melakukan dua kali penyerangan terhadap Pak Elias dan ketua mafia! Siap-siap, aku akan menyeretmu ke jeruji penjara!" ancam sang polisi menambahi Elias. Melihat respon keduanya, wajah Topan merah padam. "Kuanggap kalian berdua menentangku!" "Ya jelas lah aku menentangmu! Aku tak dapat diperintah oleh orang biasa yang tak punya nama sepertimu!" desis Elias sambil menunjuk Topan. Tanpa pikir panjang, Topan segera merogoh saku dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Lalu, ia mengetikan pesan yang akan ia kirimkan kepada Dimas, asisten pribadinya. [Aktifkan rencana Naga Sakti. Nama ; Elias dan Dario...] "Siapa yang sedang dia hubungi?!" "Cih, gayanya sudah seperti orang penting saja yang memiliki banyak relasi!" "Paling-paling dia hanya berpura-pura menghubungi seseorang, biar terlihat keren di mata tunangan dan calon mertuanya!" Segala cemoohan terlontar keluar dari mulut keduanya selagi Topan mengirimkan pesan. Namun, Topan mengacuhkannya. Beberapa menit kemudian, ponsel Elias dan teman polisinya berdering secara bersamaan. Mereka berdua pun kompak mengecek ponsel. Tiba-tiba, keduanya terbelalak. Di saat yang sama, wajahnya berubah pucat. "Saham perusahaanku... turun drastis dan para investor menarik dananya. Bagaimana ini bisa terjadi?!" Tidak hanya itu, kamera tersembunyi menangkap dirinya bersama wanita simpananya dan kini telah tersebar ke media. Serta anak dan istrinya mendapat ancaman bahwa Topan bisa 'menyentuh' tanpa melukai. Sedangkan teman polisinya mendapatkan panggilan masuk dari atasannya. "Komisaris Dario! Ada laporan penyalahgunaan wewenang dan rekening gelap atas nama anda. Anda dibekuk untuk sementara waktu. Kantor Etik akan menjemput anda malam ini!" Seketika mereka berdua panik. Lantas, menatap Topan dengan pertanyaan memenuhi benak. Jangan-jangan... "Ka-kau yang melakukan semua ini pada kami?" tanya Elias dengan terbata. Mendapatkan pertanyaan itu, Topan tersenyum miring. Elias dan teman polisinya menelan ludah. "Si-siapa kau sebenarnya? Ba-bagaimana mungkin kau bisa melakukan semua ini pada kami dalam waktu secepat itu?" Di saat ini, Gunawan berkata seraya berjalan menghampiri mereka. "Calon menantuku bukan orang yang bisa kalian sentuh!" Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum penuh arti. Ia melanjutkan sambil menyentuh pundak Topan. "Lihat apa yang sedang terjadi dengan kalian saat ini? Dan kalian tak menyangka bukan? Kalau Topan lah yang melakukannya?" Melihat mereka berdua yang masih bergeming, Topan berkata kepada Elias, "Apa yang kau tunggu?! Cepat, minta maaf pada tunanganku atau aku buat kau runtuh dalam satu malam!" Sontak, Elias dan teman polisinya gelagapan. Ketakutan langsung menjalar di tubuh masing-masing. Elias pun bersimpuh di kaki Davina. "Nona Davina, saya minta maaf atas perbuatan keji saya kepada anda... saya janji, saya tidak akan mengganggu Nona lagi." Sebelum Davina berucap sebab masih shock bukan main, Elias sudah lanjut memohon kepada Topan. "Sa-saya juga minta maaf pada anda... saya janji tak akan mengganggu tunangan anda lagi." "Saya pun meminta maaf atas sikap kurang ajar saya barusan..." ucap polisi itu menambahi Elias. Melihat pemandangan itu, Gunawan terkekeh puas. Sedangkan Davina dan Indira masih membeku di tempat. Setelah itu, dengan wajah ketakutan sekaligus penuh penyesalan, mereka bertiga beranjak dari rumah tersebut. Setelah ketiganya pergi, Gunawan menatap Topan kembali. Ada rasa bangga di matanya. "Terima kasih, Nak karena kamu sudah melindungi Davina dan menolong kami. Entah lah kalau tak ada kamu, kami tak yakin bisa menang melawan Elias biadab itu!" Topan tersenyum. "Sudah sepatutnya karena aku akan menjadi bagian dari keluarga ini, Yah!" Gunawan lalu menatap Davina dan Indira secara bergantian. Dengan rahang mengeras, ia berkata, "Aku harap, kalian berdua tak memandang Topan rendah lagi atau pun merasa ragu kalau Topan tak bisa diandalkan setelah kejadian ini!" *** Topan hendak bersiap tidur ketika pintu kamarnya dibuka dan muncul Ibu mertuanya! Mulai malam ini, Topan sudah tinggal di rumahnya Gunawan. Sebabnya ia dan Davina belum resmi menikah, tentu saja keduanya harus tidur terpisah. Topan sedikit terkejut saat melihat Indira berjalan ke arahnya dan lalu duduk di ranjang. "Calon Ibu mertua," ucap Topan sekaligus heran seraya menyenderkan punggung ke tepi ranjang. "Apa yang Ibu lakukan di sini?!"Setelah makan siang, Armand Prakoso bangkit dari duduknya dan menepuk bahu Topan pelan. "Temani aku ngobrol sebentar," ujarnya tenang namun tegas. Usai berkata demikian, Armand melangkahkan kakinya lebih dulu. Tanpa banyak bicara, Topan mengikuti ayah angkatnya menuju ruang kerja setelah ijin kepada Davina lebih dulu, sebuah ruangan bergaya klasik dengan rak buku menjulang, aroma tembakau lembut dan foto-foto lama terpajang di dinding. Begitu pintu tertutup, suasana berubah menjadi lebih berat, hening dan penuh makna. Armand duduk di kursi kulit besar di balik meja kayu hitamnya, sementara Topan berdiri tegak di seberang, menatap pria yang telah membentuknya menjadi seperti sekarang. Beberapa saat hanya diisi suara jam antik yang berdetak pelan. Hingga akhirnya Armand bersuara, suaranya dalam dan tenang, tapi penuh sorotan tajam. "Jadi, bagaimana dengan misi balas dendammu, Topan? Kau telah menghancurkan keluarga Maheswara? Tanpa ada yang tersisa sedikit pun?" Topan terdiam
Topan tersenyum tipis, lalu membungkuk hormat. "Ayah…" "Tu-tuan Armand Prakoso…" ucap Davina berbisik tanpa sadar menambahi sang suami. Di saat yang sama, tubuhnya membeku. Melihat kedatangan mereka berdua, Armand langsung tersenyum lebar. Di saat yang sama, wajahnya mendadak berbinar-binar. Armand, dengan menghembuskan napas berat berkata, "Lama sekali kau pulang, Topan." Sebenarnya, Armand langsung ingin menyinggung soal misi balas dendam. Tapi mengingat ada wanita bersama anak angkatnya, yang ia sudah tahu siapa dia, membuatnya mengurungkan niat. Ia akan bicara nanti, empat mata dengan Topan! "Baru sempat Ayah," balas Topan pendek. Di titik ini, Armand mengalihkan pandangan ke arah wanita tersebut selagi memicingkan pandangan. "Jadi ini wanita yang bisa menjinakkan sang raja gangster Valdoria,” ucapnya dengan suara berat namun berkarisma. Kemudian, ia memandangi penampilan Davina dari atas sampai bawah. "Ah, memang benar. Gunawan memiliki putri yang sangat cantik. Sayang sek
"Sayang," ujar Topan tanpa menoleh ke arah Davina, masih menatap ke arah makam di hadapannya. "Ada seseorang yang sangat berjasa dan berarti yang ingin aku pertemukan denganmu setelah dari sini." Seketika Davina menarik kepala dari bahu sang suami. Davina, dengan kening berkerut berucap, "Seseorang yang sangat berjasa dan berarti bagimu?" Topan baru menoleh menatap istrinya, lalu mengangguk pelan. "Entah kamu sudah bertemu dengannya atau belum. Apakah Ayahmu sudah pernah mengenalkannya padamu? Orang ini adalah yang menyelamatkanku waktu aku hampir mati, sayang. Tanpa dia, aku tidak bisa seperti sekarang ini." Davina terhenyak begitu mendengarnya, mendadak ia teringat dengan cerita masa lalu sang suami. Setelah terdiam sesaat, Davina kembali menatap Topan lekat-lekat, hatinya mulai berdebar. "Maksudmu, Ayah angkatmu? Tuan Armand Prakoso? Yang dulu adalah ketua organisasi mafia Naga Sakti?" tanya Davina hendak memastikan. Topan tersenyum samar dan mengangguk. "Benar sekali." Seke
Topan mematung sesaat di muka pintu tatkala melihat Davina tertidur dengan posisi terduduk di sofa. Setelah dari makam keluarganya, memastikan sekali lagi tidak ada masalah terhadap sisa-sisa misi balas dendamnya, Topan pulang. Pulang ke rumah yang sebenarnya... Davina! Sebelumnya, ia sempat mengecek ponsel, mendapatkan beberapa pesan masuk dari istrinya ; menanyakan kapan ia pulang, apakah sudah selesai dan apakah ia baik-baik saja. Tapi Topan hanya membalas singkat, jika ia akan segera pulang jika urusannya sudah selesai. Topan bukan pergi tanpa pamit, Davina mengetahui apa yang akan ia lakukan. Bahkan, ia jujur jika akan membalaskan dendamnya. Topan, dengan menghela napas bergumam, "Maafkan aku karena telah membuatmu menunggu sampai ketiduran, sayang." Tidak ada aura menyeramkan sekaligus menakutkan yang terpancar dari diri sang raja gangster Valdoria, yang ada hanya aura suami lembut tapi tegas dan penyayang. Kemudian, Topan membawa langkahnya ke arah sang istri. Begitu tib
Ballroom hotel itu kini berubah menjadi puing dari pesta megah. Begitu berantakan sekaligus mengerikan! Mayat-mayat bergeletakan di lantai, juga dipenuhi bercak darah di mana-mana dan senjata. Selesai membunuh ketiga anggota keluarga Maheswara, Topan berdiri di tengah ruangan, menatap ke sekeliling. Wajahnya datar, dingin, tapi sorot matanya berat, bukan karena ragu, melainkan karena beban yang kini perlahan turun dari pundaknya. "Bersihkan semuanya," titahnya datar kepada para tukang pukul. "Jangan tinggalkan apa pun. Tidak satu jejak pun!" Tanpa pikir panjang, Jaya dan yang lainya kompak mengangguk. Kemudian, Jaya memberi isyarat pada para tukang pukul untuk segera bergerak. Selagi kesibukan terjadi, Topan memerintahkan beberapa dari mereka untuk membawakan kepala Anton, Arka dan Gerald. Sebelum Topan beranjak hendak ke markas, ia memperingatkan sekali lagi. "Selesaikan semuanya sebelum matahari terbit!" *** Markas Naga Sakti. "Akhirnya, selesai juga balas dendam ini, Tua
Anton terisak pelan, suaranya bergetar di tengah keheningan yang menegangkan. Ia perlahan berlutut di lantai marmer yang kini penuh pecahan kaca dan genangan sampanye. Di matanya ada ketakutan sekaligus keputusasaan, sisa-sisa seorang raja bisnis dan dunia bawah tanah yang kini hanya tampak seperti lelaki tua rapuh tanpa daya. "Topan…" panggilnya lirih, nyaris tidak terdengar. "Aku… aku mohon… hentikan ini… aku tahu… aku salah… kami salah. Maafkan atas kejadian lima tahun lalu. Maafkan kami yang telah membunuh orang tuamu. Kami mengakui kesalahan kami. Tapi kalau kau ingin uang, aset atau apa pun itu, aku akan berikan. Aku akan membayar semuanya. Semua milikku, semua yang kumiliki, ambil saja. Asal jangan bunuh kami…" Di sampingnya, Arka menunduk dalam-dalam. Wajahnya pucat, keringat menetes deras di pelipis. "Kami... kami tidak tahu kau masih hidup. Waktu itu—" suara Arka terhenti saat Topan menatapnya dingin, sorot matanya setajam baja. Gerald yang paling muda bahkan suda







