Share

Part 6, Menyalakan Api Kemarahan

Merasa bahwa Siska sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, Bu Tuti memutuskan untuk memanggil orang tua Siska via pesan yang dikirimkan kepada Mami Salwa. 

  Sementara Siska yang memang tak ingin berangkat sekolah lagi, memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar, bermain musik, karaokean, bahkan makan dan minum pun ia lakukan di dalam kamar. Di meja makan, Mami Salwa mengatakan kepada Papi Hardi bahwa pagi ini ia harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum berangkat ke kantor untuk menyelesaikan sebagaian masalah yang tak kunjung selesai. 

  "Pi, Mami mau ke sekolah Siska dulu, Mami diminta untuk menemui kepala sekolah," kata Mami Salwa sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya. 

 "Tumben? Ada apa, Mi?" tanya Papi Hardi menatap istrinya dan mengambil air minum yang ada di sebelah kanannya. 

  "Mami juga nggak faham si, tapi pagi ini Mami harus ke sana dulu." jelas Mami Salwa yang sudah menyelesaikan makannya dan memilih untuk meninggalkan meja makan. 

  Papi Hardi menatap penuh pertanyaan, namun tak begitu menghiraukan. Karena bagi papi Hardi masalah yang ia hadapi saat ini jauh lebih besar dari masalah apapun. 

  ***

  Sampainya di sekolah ternama, tempat putrinya mengenyam pendidikan di sana, mami Salwa turun dengan mobil mewahnya yang sebentar lagi akan disita, dan tas juga penampilannya yang begitu mahal disempurnakan dengan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya, membuat para siswa dan siswi menatap dengan penuh kekaguman. Ditambah dengan kepercayaan diri yang sempurna, membuat mami Salwa sangat menikmati langkah kakinya menuju ruangan kepala sekolah. Dengan lembut mami Salwa mengetuk pintu yang langsung dibukakan oleh Bu Tuti karena Bu Tuti mengetahui akan kedatangan orang tua Siska. 

  "Silahkan masuk, dan silahkan duduk, Nyonya," ucap Bu Tuti dengan sopan, dan memperlakukan mami Salwa seperti ratu. 

  "Terima kasih Bu." jawab mami Salwa dengan senyum puas dan bangga. 

  Dengan saling melempar senyum, Bu Tuti pun mulai menatap mami Salwa dengan serius. 

  "Sebenarnya apa tujuan Anda memanggil saya untuk datang ke sekolah ini?" tanya mami Salwa tanpa basa basi. 

  Bu Tuti tersnyum tipis, dan memberanikan diri mengatakan apa yang memang seharusnya ia katakan. 

  "Begini Nyonya, sudah hampir satu bulan ini Siska berbuat rusuh di sekolah ini, mulai dari mewarnai rambutnya sehingga membuat para teman-teman yang lain mengikuti, dan nilainya sangat turun drastis bahkan dibawah rata-rata, bolos sekolah saat jam pelajaran akan dimulai dan ia lakukan itu tidak sendiri, pastinya teman-teman yang dekat dengan dirinya mengikuti jejak Siska." jawab Bu Tuti dengan sejelas-jelasnya.

  "Apa! Siska berani melakukan itu di sekolah ini?!" hardik mami Salwa tak menyangka. Bahkan mendengar laporan seperti itu membuat mami Salwa sangat marah. 

  "Benar Nyonya, saya takut perbuatannya justru akan mempengaruhi murid saya yang lain, kalau saya tidak menegurnya, tapi saat saya berusaha menegur, Siska justru memberontak bahkan berniat untuk keluar dari sekolah ini." jelas Bu Tuti dengan nada santai namun pernuh arti. 

  "Baik Bu, saya sendiri yang akan mengajarkan anak saya dan menegurnya sekarang juga, terima kasih sudah memberitahukan saya," kata mami Salwa yang langsung bangkit dari tempat duduknya. 

  "Baik Buk, terima kasih kembali. Kalau bisa beri nasehat dengan kepala dingin, Bu. Karena Siska ini sepertinya memiliki masalah yang tak mampu ia bendung seorang diri," lanjut Bu Tuti meminta mami Salwa untuk tidak menyudutkan dan menyalahkan Siska sepenuhnya. 

  "Saya tahu apa yang akan saya lakukan kepada putri saya, Bu."

  Jawaban mami Salwa mengakhiri pembicaraannya dengan Bu Tuti, ia pun melangkah pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu. Dengan langkah kaki yang dipercepat, mami Salwa pun sampai di depan parkiran dan membuka mobil mewahnya. Diperjalanan, mami Salwa mengeluarkan cacian dan makian untuk Siska. Merasa sudah sangat pusing dengan masalah keuwangan, mami Salwa harus dihadapkan kembali dengan laporan kepala sekolah. 

  "Dasar anak tidak tahu berterima kasih! Sudah untung mendapatkan sekolah dengan kelas terbaik, malah berbuat ulah dan bertingkah!" Hardik mami Salwa dengan kekesalan yang tidak mampu ia bendung. 

  Mami Salwa mempercepat laju mobilnya dan tak lama kemudian, mobil mewah itu pun terparkir rapih di depan rumah mewanya. Mami Salwa keluar dari mobil dan memasuki rumah, Mami Salwa menaiki anak tangga untuk bertemu dengan Siska yang memang tidak masuk sekolah beberapa hari ini. 

  Cklek

  Pintu kamar Siska terbuka dengan kasar, Siska yang sedang asyik menyalakan musik dengan suara yang bising, tiba-tiba hening karena mami Salwa mematikannya. 

  Siska tersadar, dan menghentikan gerakan menarinya yang asal-asalan itu. Siska pun menghampiri mami Salwa yang menatapnya dengan wajah marah. 

  "Kenapa Mami matikan musik itu?" protes Siska yang sudah ada di hadapan sang mami

  Plak

  Suara tamparan keras mendarat di pipi kiri Siska, mami Salwa benar-benar tak mampu menahan amarahnya. 

  "Anak tidak tahu diri! Tidak pernah berterima kasih! Kenapa kamu harus mencoreng nama baik Mami di depan kepala sekolah ternama itu?!" hardik mami Salwa dengan kedua matanya yang menatap Siska tajam. 

  "Memangnya apa yang Mami tahu tentang Siska, bukankah selama ini Mami hanya fokus dan memikirkan bisnis Mami, saja?" protes Siska dengan nada kecewa. 

  Plak

 Mami Salwa kembali mendaratkan sebuah tamparan untuk Siska, kali ini mami Salwa benar-benar kecewa dan tak mampu membendung lagi amarahnya. 

 "Kurang ajar! Kenapa kamu tidak sopan berbicara kepada Mami, Siska! Apa kamu pikir selama ini semua fasilitas yang kamu pakai itu dapat dibeli dengan daun, ha?!" hardik mami Salwa yang terus menyalahkan Siska. 

  Siska yang sudah tumbuh menjadi anak yang kurang mendapatkan kasih sayang itu, menatap wajah mami Salwa dengan penuh kebencian. 

"Kenapa hanya tamparan yang Mami berikan kepada Siska? Kenapa Mami nggak bunuh Siska saja, dari pada Siska harus hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak perduli dengan perasaan Siska!" protes Siska yang sudah lelah menghadapi semua sikap keluarganya. 

  "Kamu tahu Siska, Mami dan Papi sedang memiliki masalah. Tapi kenapa kamu harus berbuat seperti ini kepada Mami, kenapa kamu menjadi anak yang brutal dan tak tahu berterima kasih!" protes Mami Salwa menatap wajah polos putrinya yang penuh dengan air mata. 

  "Karena Mami dan papi hanya sibuk dengan urusan Mami dan papi, bahkan Mami dan papi sama sekali tidak pernah menanyakan bagaimana nasib Siska saat beradaptasi dengan sekolah baru, kenapa Mami justru menyalahkan Siska atas semua yang terjadi saat ini?!" teriak Siska dengan nada suara lantang. 

Mami Salwa pun  terdiam karena merasa bahwa sangat bingung dan cemas, apa yang disampaikan oleh Siska memang sebuah penilaian yang tak berani ia keluarkan kepada Ibunya selama ini. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status