Home / Romansa / Rapuh / Part 6, Menyalakan Api Kemarahan

Share

Part 6, Menyalakan Api Kemarahan

last update Last Updated: 2021-09-14 20:18:16

Merasa bahwa Siska sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, Bu Tuti memutuskan untuk memanggil orang tua Siska via pesan yang dikirimkan kepada Mami Salwa. 

  Sementara Siska yang memang tak ingin berangkat sekolah lagi, memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar, bermain musik, karaokean, bahkan makan dan minum pun ia lakukan di dalam kamar. Di meja makan, Mami Salwa mengatakan kepada Papi Hardi bahwa pagi ini ia harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum berangkat ke kantor untuk menyelesaikan sebagaian masalah yang tak kunjung selesai. 

  "Pi, Mami mau ke sekolah Siska dulu, Mami diminta untuk menemui kepala sekolah," kata Mami Salwa sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya. 

 "Tumben? Ada apa, Mi?" tanya Papi Hardi menatap istrinya dan mengambil air minum yang ada di sebelah kanannya. 

  "Mami juga nggak faham si, tapi pagi ini Mami harus ke sana dulu." jelas Mami Salwa yang sudah menyelesaikan makannya dan memilih untuk meninggalkan meja makan. 

  Papi Hardi menatap penuh pertanyaan, namun tak begitu menghiraukan. Karena bagi papi Hardi masalah yang ia hadapi saat ini jauh lebih besar dari masalah apapun. 

  ***

  Sampainya di sekolah ternama, tempat putrinya mengenyam pendidikan di sana, mami Salwa turun dengan mobil mewahnya yang sebentar lagi akan disita, dan tas juga penampilannya yang begitu mahal disempurnakan dengan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya, membuat para siswa dan siswi menatap dengan penuh kekaguman. Ditambah dengan kepercayaan diri yang sempurna, membuat mami Salwa sangat menikmati langkah kakinya menuju ruangan kepala sekolah. Dengan lembut mami Salwa mengetuk pintu yang langsung dibukakan oleh Bu Tuti karena Bu Tuti mengetahui akan kedatangan orang tua Siska. 

  "Silahkan masuk, dan silahkan duduk, Nyonya," ucap Bu Tuti dengan sopan, dan memperlakukan mami Salwa seperti ratu. 

  "Terima kasih Bu." jawab mami Salwa dengan senyum puas dan bangga. 

  Dengan saling melempar senyum, Bu Tuti pun mulai menatap mami Salwa dengan serius. 

  "Sebenarnya apa tujuan Anda memanggil saya untuk datang ke sekolah ini?" tanya mami Salwa tanpa basa basi. 

  Bu Tuti tersnyum tipis, dan memberanikan diri mengatakan apa yang memang seharusnya ia katakan. 

  "Begini Nyonya, sudah hampir satu bulan ini Siska berbuat rusuh di sekolah ini, mulai dari mewarnai rambutnya sehingga membuat para teman-teman yang lain mengikuti, dan nilainya sangat turun drastis bahkan dibawah rata-rata, bolos sekolah saat jam pelajaran akan dimulai dan ia lakukan itu tidak sendiri, pastinya teman-teman yang dekat dengan dirinya mengikuti jejak Siska." jawab Bu Tuti dengan sejelas-jelasnya.

  "Apa! Siska berani melakukan itu di sekolah ini?!" hardik mami Salwa tak menyangka. Bahkan mendengar laporan seperti itu membuat mami Salwa sangat marah. 

  "Benar Nyonya, saya takut perbuatannya justru akan mempengaruhi murid saya yang lain, kalau saya tidak menegurnya, tapi saat saya berusaha menegur, Siska justru memberontak bahkan berniat untuk keluar dari sekolah ini." jelas Bu Tuti dengan nada santai namun pernuh arti. 

  "Baik Bu, saya sendiri yang akan mengajarkan anak saya dan menegurnya sekarang juga, terima kasih sudah memberitahukan saya," kata mami Salwa yang langsung bangkit dari tempat duduknya. 

  "Baik Buk, terima kasih kembali. Kalau bisa beri nasehat dengan kepala dingin, Bu. Karena Siska ini sepertinya memiliki masalah yang tak mampu ia bendung seorang diri," lanjut Bu Tuti meminta mami Salwa untuk tidak menyudutkan dan menyalahkan Siska sepenuhnya. 

  "Saya tahu apa yang akan saya lakukan kepada putri saya, Bu."

  Jawaban mami Salwa mengakhiri pembicaraannya dengan Bu Tuti, ia pun melangkah pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu. Dengan langkah kaki yang dipercepat, mami Salwa pun sampai di depan parkiran dan membuka mobil mewahnya. Diperjalanan, mami Salwa mengeluarkan cacian dan makian untuk Siska. Merasa sudah sangat pusing dengan masalah keuwangan, mami Salwa harus dihadapkan kembali dengan laporan kepala sekolah. 

  "Dasar anak tidak tahu berterima kasih! Sudah untung mendapatkan sekolah dengan kelas terbaik, malah berbuat ulah dan bertingkah!" Hardik mami Salwa dengan kekesalan yang tidak mampu ia bendung. 

  Mami Salwa mempercepat laju mobilnya dan tak lama kemudian, mobil mewah itu pun terparkir rapih di depan rumah mewanya. Mami Salwa keluar dari mobil dan memasuki rumah, Mami Salwa menaiki anak tangga untuk bertemu dengan Siska yang memang tidak masuk sekolah beberapa hari ini. 

  Cklek

  Pintu kamar Siska terbuka dengan kasar, Siska yang sedang asyik menyalakan musik dengan suara yang bising, tiba-tiba hening karena mami Salwa mematikannya. 

  Siska tersadar, dan menghentikan gerakan menarinya yang asal-asalan itu. Siska pun menghampiri mami Salwa yang menatapnya dengan wajah marah. 

  "Kenapa Mami matikan musik itu?" protes Siska yang sudah ada di hadapan sang mami

  Plak

  Suara tamparan keras mendarat di pipi kiri Siska, mami Salwa benar-benar tak mampu menahan amarahnya. 

  "Anak tidak tahu diri! Tidak pernah berterima kasih! Kenapa kamu harus mencoreng nama baik Mami di depan kepala sekolah ternama itu?!" hardik mami Salwa dengan kedua matanya yang menatap Siska tajam. 

  "Memangnya apa yang Mami tahu tentang Siska, bukankah selama ini Mami hanya fokus dan memikirkan bisnis Mami, saja?" protes Siska dengan nada kecewa. 

  Plak

 Mami Salwa kembali mendaratkan sebuah tamparan untuk Siska, kali ini mami Salwa benar-benar kecewa dan tak mampu membendung lagi amarahnya. 

 "Kurang ajar! Kenapa kamu tidak sopan berbicara kepada Mami, Siska! Apa kamu pikir selama ini semua fasilitas yang kamu pakai itu dapat dibeli dengan daun, ha?!" hardik mami Salwa yang terus menyalahkan Siska. 

  Siska yang sudah tumbuh menjadi anak yang kurang mendapatkan kasih sayang itu, menatap wajah mami Salwa dengan penuh kebencian. 

"Kenapa hanya tamparan yang Mami berikan kepada Siska? Kenapa Mami nggak bunuh Siska saja, dari pada Siska harus hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak perduli dengan perasaan Siska!" protes Siska yang sudah lelah menghadapi semua sikap keluarganya. 

  "Kamu tahu Siska, Mami dan Papi sedang memiliki masalah. Tapi kenapa kamu harus berbuat seperti ini kepada Mami, kenapa kamu menjadi anak yang brutal dan tak tahu berterima kasih!" protes Mami Salwa menatap wajah polos putrinya yang penuh dengan air mata. 

  "Karena Mami dan papi hanya sibuk dengan urusan Mami dan papi, bahkan Mami dan papi sama sekali tidak pernah menanyakan bagaimana nasib Siska saat beradaptasi dengan sekolah baru, kenapa Mami justru menyalahkan Siska atas semua yang terjadi saat ini?!" teriak Siska dengan nada suara lantang. 

Mami Salwa pun  terdiam karena merasa bahwa sangat bingung dan cemas, apa yang disampaikan oleh Siska memang sebuah penilaian yang tak berani ia keluarkan kepada Ibunya selama ini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rapuh   Part 31, Menemui Siska

    Beberapa Hari KemudianDimas berniat untuk menemui Siska yang sudah beberapa hari tidak ia temui, rasa rindu yang dirasakan oleh Dimas semakin besar karena semakin ia pendam perasaan itu semakin dalam.Dengan menyemprotkan beberapa parfum di pakaiannya, Dimas pun keluar untuk menemui Siska."Semoga saja Siska ada di rumah." harap Dimas yang sudah terlihat rapi.Sampainya di depan rumah kontrakan Siska, Dimas pun memberhentikan sepeda motornya dan segera berjalan mendekati pintu rumah.Tok... Tok... Tok....Ketukan pintu Dimas pun membangunkan Siska dan Runi yang baru saja menikmati istirahatnya, setelah semalaman begadang mencari uang."Kia, buka pintunya," pinta Runi yang masih memejamkan kedua matanya."Lo saja, Ni. Gue masih ngantuk, nih!" protes Siska tak kalah merasakan kantuk."Ih, Kia. Kok lo gitu si."Runi merasa kesal, namun ia tetap bangkit untu

  • Rapuh   Part 30, Curahan Hati Dimas

    Karena ketidakbisaan Dimas menjaga Siska, akhirnya Siska sudah tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan Kesuciannya, Siska menerima orderan manapun yang bisa menghasilakan uang dan ia tidak perduli dengan ucapan Dimas yang melarangnya melakukan pekerjaan itu. Siska dengan brutal merusak dirinya sendiri dan lebih sering bersama dengan Kalvin, seiring berjalannya waktu Siska pun mulai melupakan perasaannya dengan Dimas. Laki-laki yang dianggap misterius namun memiliki jiwa yang baik dan tulus. "Siska, apa lo akan selamannya bekerja sebagai wanita penghibur seperti ini?" tanya Kalvin yang sedang asik menikmati minuman yang tersedia. "Gue nggak tahu, yang jelas gue harus mencukupi kehidupan gue melalui pekerjaan ini." jawab Siska yang tidak memiliki alasan lain. Kalvin pun melempar senyum saat mendengar jawaban ringan namun mencakup semua kebutuhan sehari-hari Siska, menjadi par penikmat mata laki-laki yang datang menggoda bukan

  • Rapuh   Part 29, Bertemu Teman Lama

    "Tapi sayangnya gue nggak mau lagi bertemu dengan lo!" jawab Siska yang memilih untuk segera masuk ke dalam rumah.Dimas pun berusaha untuk membuka pintu dan terjadi saling tarik ulur diantara Dimas dan Siska, Siska yang masih merasakan sakit akibat permainan Kalvin itu akhirnya menyerah dan memilih untuk mengalah.Dengan lunglai Siska terduduk di lantai dan membiarkan Dimas masuk dengan melihat keadaan Siska yang sudah dibanjiri dengan air mata."Kia, lo kenapa?" tanya Dimas membelai pundak Siska pelan."Jangan sentuh gue! Lo jahat, lo tega, lo bilang kalau lo mau lindungi gue agar gue tidak disentuh oleh laki-laki, tapi nyatanya lo biarkan gue tidur bersama laki-laki lain!" omel Siska yang benar-benar merasa kecewa."Gue minta maaf, Kia. Bukan keinginan gue untuk sakit seperti ini," ucap Dimas yang masih menutup wajahnya dengan masker."Itu hanya alasan lo aja kan, mulai sekarang lo pergi dari sini karena lo tidak ada tempat lagi di sini!"

  • Rapuh   Part 28 Noda Merah

    Karena merasa Siska cukup lama di dalam kamar mandi, membuat Kalvin yang sudah melepaskan kemejanya itu memilih untuk segera menyusul Siska dan memanggilnya. Tok... Tok... Tok.... Suara ketukan pintu pun terdengar dari dalam kamar mandi Siska, dengan cepat Siska pun membalikkan tubuhnya dan mengatur napasnya kembali. 'Ya ampun, laki-laki itu pasti sudah sangat tidak sabar menunggu gue!' batin Siska yang tak bisa lagi mengelak. Ketukan itu terdengar kembali, karena Siska tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Siska, lo nggak papa kan?" tanya Kalvin memastikan keadaan Siska. Siska yang mendengar itu akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini, karena Dimas memang tak ada kabar sampai saat ini. Ceklek Siska membukakan pintu dan menatap ke arah Kalvin yang sudah bertelankang dada, dengan cepat Siska menutup kedua mata menggunakan kedua tangannya. "Kok l

  • Rapuh   Part 27, Terjebak

    Setelah merasa aman dari sekelompok orang yang ingin menghajar Syam habis-habisan, Runi segera memberikan obat yang telah ia beli untuk Syam. Dengan pasrah Syam menerima perlakuan baik dari wanita yang baru saja ia kenal itu.Tatapan mata Runi yang begitu tulus mengobati Syam membuatnya merasa sangat bersyukur karena telah ditolong oleh Runi yang sebelumnya tidak dikenalnya."Thanks ya, lo udah nolongin gue," ucap Syam yang menatap wajah Runi tajam."Sama-sama, lagian lo kenapa sampai dikeroyok begitu si?" tanya Runi penasaran."Gue nggak sengaja nimpuk salah satu dari mereka dengan botol bekas, dan mereka marah besar." jelas Syam masih menahan sakit.Runi yang ingin berangkat bekerja itu akhirnya menyadari bahwa dirinya sudah terlalu lama bersama Syam, dan harus segera pergi karena Siska sudah lebih dulu berangkat."Lo nggak papa kan, kalau gitu gue mau pergi dulu!"Runi pun segera beranjak hendak mening

  • Rapuh   Part 26, Mencari Masalah

    Mendengar suara wanita yang mengira bahwa dirinya akan bunuh diri membuat Syam bangkit dan menghadap Runi, Runi yang tidak mneyadari bahwa laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kakak Siska membuatnya bersikap sangat asing dengan Syam. "Enak saja lo, siapa juga yang bunuh diri, memangnya gue gila!" celetuk Syam yang merasa kesal. "Ya gue kira lo duduk di sini sendiri karena mau bunuh diri, lagian untuk apa lo duduk-duduk nggak jelas begitu?" sahut Runi yang merasa kepo. "Ya urusan gue lah, kenapa lo yang repot si." jawab Syam memilih untuk segera pergi. Syam meninggalkan Runi yang masaih memandangi Syam dengan pandangan yang aneh. 'Dasar aneh, berjalan saja tidak bersemangat seperti itu, seperti sedang menanggung beban hidup yang cukup berat.' batin Runi. Karena tidak ingin mengambil pusing, akhirnya Runi pun kembali meneruskan perjalannya menuju rumah kontaran. Siska yang sedang asik menikmati kesendiriannya di dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status