Share

Bab 3

Author: Mas Khalid
last update Last Updated: 2023-06-21 14:04:34

Part 3

"Alice … ada apa? Kuperhatikan sejak beberapa minggu ini, kamu berubah. Lebih banyak diam dan melamun. Ada masalah apa? Apakah masih masalah yang sama?" Kania mencecar Alice dengan banyak pertanyaan, semenjak ia melihat Alice berubah sikapnya.

Alice yang posisi duduknya membelakangi Kania, tidak menjawab apapun. Wanita cantik itu masih terdiam seribu bahasa.

Kania yang memperhatikan Alice sejak beberapa minggu terakhir ini, ikut merasakan ada yang tengah dirasakan dan dialami oleh rekan kerjanya tersebut. Alice menjadi lebih banyak menyendiri dan jarang tersenyum seperti dulu.

Senyum manis yang biasa menghiasi bibir tipis Alice, tak lagi nampak terlihat. Beberapa rekan kerja mereka pun bertanya-tanya, namun sungkan untuk menanyakan langsung kepada Alice.

"Lice, kamu baik-baik saja kan?" Kania kembali bertanya. Kali ini nada suaranya setengah berbisik, seraya membelai bahu Alice.

Tiba-tiba Kania terkejut manakala merasakan tubuh Alice berguncang.

Ia pun segera membalikkan tubuh Alice agar menghadap dirinya. Alice awalnya menolak, namun Kania memaksa dengan kuat. Sehingga membuat Alice tak kuasa menolaknya.

Tangis Alice pecah, Kania segera memeluknya erat. Membiarkan rekan kerja yang telah membersamainya selama 10 tahun itu menumpahkan segala sesak di dada.

"Menangislah … jika itu dapat membuat hatimu menjadi lega." Kania berbisik di telinga Alice. 

Beruntung ruangan mereka kali ini agak sepi, karena beberapa anak buah mereka tengah melakukan pekerjaan di lapangan.

Kania menunggu Alice hingga 15 menit lama. Tanpa ada pertanyaan apapun yang keluar dari wanita yang baru saja menikah itu.

Setelah Alice melepaskan pelukannya, Kania segera mengambil air minum untuknya. 

"Minumlah,"

Alice menerima segelas air putih hangat dari tangan Kania. Wanita cantik itu pun segera meneguknya dengan cepat.

"Bicaralah … jika ingin bicara dan percaya kepadaku. Namun bila diammu adalah yang terbaik saat ini, aku akan menunggu waktu yang tepat untukmu menceritakannya." Kania membelai lembut bahu Alice, kemudian menggenggam erat tangannya.

Alice yang telah menganggap Kania seperti adiknya sendiri itu pun segera menghela nafas panjang. Lalu mencoba tersenyum, meski terpaksa dilakukannya.

"Ada apa?" tanya Kania kembali usai melihat senyum Alice mengembang.

Ia tahu jika sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja. Namun ia sangat mengenal Alice, yang tidak terlalu terbuka untuk masalah rumah tangganya.

"Mas Barana mau dinikahkan, dengan anak sahabat mertuaku, Nia." Suara Alice terdengar lirih, namun cukup terdengar di telinga Kania. 

Kania terdiam sesaat, sebelum akhirnya bertanya kepada Alice.

"Kamu tahu darimana? Apa Mas Bara yang bilang kepadamu?"

Alice menggelengkan kepalanya lemah, lalu menjawab, "Ibu mertuaku yang mengatakannya sendiri, Nia. Dia bilang, jika sampai tahun depan aku belum juga hamil, maka ia akan menikahkan mas Bara dengan anak sahabatnya."

"Astaghfirullah …." Kania menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut.

"Dan parahnya lagi, Ibu malah marah kepadaku saat ku ceritakan perihal dokter meminta agar kami berdua memeriksakan diri bersama." 

"Ya Allah … ibu mertuamu memang sangat kelewatan ya. Aku tidak habis pikir, dengan apa yang telah ia ucapkan kepadamu. Bahkan selama ini pun, aku selalu tak pernah habis pikir atas perbuatannya kepadamu." Kania menggelengkan kepalanya, sambil terus menggenggam erat tangan Alice.

"Aku tak tahu harus berbuat apa. Terlebih sejak ucapan ibu mertuaku hari itu, sikap mas Bara menjadi sedikit aneh." Alice menatap wajah Alice dengan penuh khawatir.

"Maksudmu?"

"Mas Bara jadi lebih senang, menghabiskan waktu di rumah ibunya. Bahkan di saat pulang kerja pun, dia rela langsung menuju rumah ibu ketimbang menjemputku." Alice mulai menghapus buliran air mata, yang sejak tadi membasahi pipinya.

"Sudah Lice, kamu tenangkan diri dulu. Makanya kalau ada masalah jangan dipikul sendiri. Berbagilah dengan orang yang kamu percaya. Meski ia tidak dapat memberi solusi, minimal ia menjadi pendengar yang baik untukmu." Kania kembali memeluk tubuh Alice dan membelai punggungnya dengan lembut. 

Bagi Kania, yang dibutuhkan Alice saat ini hanyalah pelukan dan telinga untuk didengar semua kisahnya. 

"Ni … tolong bantu aku carikan dokter yang terbaik ya." Alice melepas pelukan Kania, dan langsung menggenggam tangan sahabatnya itu.

Wajahnya terlihat sangat lusuh. Terlihat jelas di sana, jika ia sangat tersiksa dengan keadaannya selama ini.

"Pasti! Aku pasti akan melakukannya." Kania tersenyum dan memeluk tubuh Alice kembali.

"Sekarang segera bersihkan wajahmu. Anak buah kita sudah kembali dari lapangan. Jangan sampai mereka melihat si Mrs. Smile terlihat kusut dan bersedih." 

Alice tersenyum saat mendengar ucapan Kania barusan. Ia pun segera menuju kamar mandi dan membersihkan wajahnya. Setidaknya untuk saat ini hatinya sedikit lega, karena sudah menceritakan semua yang selama ini ia pendam.

**

"Halo Mas, pulang jam berapa hari ini?" tanya Alice pada suaminya manakala melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Aku menginap di rumah ibu." Barana menjawab singkat, namun cukup membuat hati Alice terluka.

Tanpa banyak bertanya lagi, ia pun segera menutup teleponnya dan langsung menangis. Sebenarnya ini bukanlah kali pertama Barana menginap di rumah sang ibu. 

Akan tetapi, karena hal ini terjadi usai Mariam mengatakan hal itu, Alice pun langsung berpikiran yang buruk.

Ia pun segera mengambil jaketnya dan memanaskan motor. Usai mengunci pintu rumah, Alice pun segera meluncur menuju rumah sang ibu mertua.

Jarak antara rumahnya dengan sang ibu mertua hanya berkisar satu jam. Jalanan yang cukup padat, tidak membuatnya memperlambat laju motor yang dikemudikannya.

Alice menghela nafas panjang, sebelum memasuki halaman rumah sang ibu mertua. Matanya nanar mengitari sekeliling rumah, berharap menemukan sesuatu yang selama ini ia curigai.

"Gak masuk, Lice?" tanya salah seorang tetangga yang melihat kedatangannya.

"Eh Bu Urip … iya nih baru mau masuk ke dalam. Kebetulan saya baru saja tiba." Alice tersenyum dan turun dari motornya.

"Sepertinya mereka semua sedang pergi, Lice. Belum lama, kok! Sekitar 15 menit yang lalu." Tetangga yang bernama bu Urip itu berkata sambil mendekati Alice.

"Oooh …." Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Alice, namun sudah mampu menggambarkan kekecewaan dalam hatinya.

"Alice memangnya gak diajak? Udah hubungi Bara belum?" Bu Urip bertanya sambil melihat ke sekeliling rumah.

Alice hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Membuat hati bu Urip menjadi terenyuh. Ia pun mengajak Alice untuk mampir ke rumahnya, mengingat jarak yang cukup jauh dan tidak mungkin bagi Alice langsung kembali pulang ke rumah saat ini.

"Minumlah, tenangkan dulu dirimu." Bu Urip menyodorkan secangkir teh hangat untuk Alice.

"Terima kasih, Bu." Alice pun segera meminum teh hangat itu segera, dan menikmati kehangatan yang merasuki dirinya.

"Maaf ya Lice, kalau boleh tahu kondisi kamu sekarang bagaimana?" Bu Urip kembali bertanya. Kali ini dengan sedikit berhati-hati.

"Kondisi? Kondisi apa ya Bu?" 

"Maaf … maksud saya kondisi rumah tanggamu saat ini,"

"Oh itu, Alhamdulilah baik-baik saja Bu. Ada apa ya, Bu?" tanya Alice dengan wajah yang penuh tanda tanya.

"Ibu dengar Bara ingin dinikahkan dengan putri sahabat mertuamu. Apa kamu sudah tahu akan hal itu?" selidik bu Urip perlahan. 

Alice hanya menganggukkan kepalanya perlahan lalu kembali meminum teh hangat buatan bu Urip.

"Wanita itu tadi ke sini. Sekarang mereka pergi bersama-sama." 

Alice pun terkejut dan langsung menyemburkan air teh yang telah berada di mulutnya.

                      ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 24

    Part 24Rintihan suara kesakitan terdengar begitu jelas di telinga Barana, sehingga membuatnya penasaran ingin melihat siapakah yang baru saja masuk ke ruang UGD tersebut. Namun sayangnya, Mariam pun tengah membutuhkan dirinya."Dok … tolong anak saya, Dok!" seru suara di sebelah ranjang Mariam, yang hanya terhalang oleh tirai.Barana tersentak kaget saat mendengar suara itu. Suara yang tidak begitu asing di telinganya, yang membuat hatinya tergelitik untuk mengetahui orang tersebut."Mama Indah!" Barana tersentak kaget, saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut."Barana?!" Indah pun tak kalah kaget saat mengetahui siapa yang memanggilnya."Siapa yang sakit, Ma?" tanya Barana khawatir."Kamu sendiri ngapain di sini?" Indah malah balik bertanya pada menantunya."Ibu terkena stroke, Ma. Tadi mendadak pingsan di rumah." Barana menoleh ke arah ranjang Mariam."Ya Allah Mariam … terus bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya Indah.Barana kemudian menceritakan kepada Indah, semua ucapan

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 23

    Part 23Perceraian Alice dengan Barana sudah melewati waktu hampir satu tahun. Devan yang pada akhirnya mengetahui status Alice, mencoba memberi sinyal kepada wanita itu agar mau menerimanya. Namun sayang, rasa trauma dan juga takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, membuat Alice masih mempertimbangkan semuanya.Hingga suatu hari Kania menghubungi dirinya. Nada bicaranya seolah terdengar sedikit sedih. Namun Alice berusaha untuk tidak terpengaruh."Devan sudah cukup lama menunggu kepastianmu loh, Lice," ungkap Kania."Siapa yang menyuruhnya untuk menungguku, Nia?" Alice malah membalikkan pertanyaan."Alice … tolonglah! Jangan biarkan rasa takut itu terus menghantui dirimu seumur hidup. Dokter telah menyatakan kandunganmu sehat dan baik-baik saja. Ayolah Lice, buka matamu! Di luar sana, ada seorang pria yang masih menunggumu dengan sabar dan setia!" cetus Kania sedikit kesal.Alice terdiam. Pikiran melayang kepada pria yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Devan, pria tampan juga mapa

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 22

    Part 22Pertengkaran terus mewarnai kehidupan Barana dengan Sarah. Terlebih pasca dirinya bercerai, sikap wanita itu malah semakin menjadi. Bahkan kali ini Sarah menuntut agar ia dinikahi secara negara.Sarah yang memang berniat menuntut harta gono-gini milik Barana, mencoba mendatangi Alice ke rumahnya. Kedatangannya bersama Mariam tersebut tanpa sepengetahuan Barana, namun sayangnya wanita itu telah pindah rumah. Amarah Mariam pun meledak, saat mengetahui Alice telah menjual rumahnya tanpa memberikan uang sepeser pun kepada Barana.Wanita paruh baya itu pun mencoba mencari dimana Alice tinggal sekarang. Namun hasilnya nihil, karena tidak seorangpun yang ingin memberitahukan keberadaan Alice.Sebenarnya rumah itu dibeli oleh Devan, bukan dengan orang lain. Karena saat Alice ingin menjualnya, ia merasa kesulitan karena lama terjual. Alice pun tidak tahu, jika rumah itu dibeli oleh Devan. Karena semua urusan jual beli tersebut di urus oleh asisten pribadi pria itu. Devan memang seng

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 21

    Part 21"Suami kamu?" tanya Devan singkat."Akan menjadi mantan suami," sahut Alice acuhDevan tersenyum mendengar ucapan Alice. Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan makan siang, dan mengabaikan kejadian barusan.Alice yang melihat sikap acuh Devan atas kejadian tadi hanya tersenyum. Setidaknya ia tahu bagaimana karakter Devan, jika menghadapi suatu masalah."Apakah itu istri keduanya?" tanya Devan lagi, diselimuti rasa penasaran.Alice hanya menganggukkan kepala tanpa berkata-kata. ia tetap menikmati makan siang kesukaannya tersebut. Seolah tidak terpengaruh oleh kata-kata Devan barusan."Apa kamu mengetahui pernikahannya tersebut?" selidik Devan."Tahu dan aku mengijinkannya." Alice menimpali ucapan Devan dengan santai.Sikap Alice tersebut membuat Devan terkejut, sebelum akhirnya kembali tersenyum. Ia sudah membayangkan, bagaimana sabarnya Alice dalam menjalani rumah tangganya."Hey Van, lanjutkan makanmu. Kok malah bengong?" ledek Alice melihat pria itu terus menatap

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 19

    Part 19Kejadian hari itu menyisakan trauma yang mendalam bagi Alice. Sejak saat itu gerbang rumahnya di gembok, dan melarang siapapun masuk ke rumah tanpa ada janji dengannya.Kania yang sempat mendengar pertengkaran antara Alice dengan Mariam pun jadi mengetahui jika ternyata sahabatnya itu telah mengajukan gugatan cerai.Akan tetapi Kania berpura-pura tidak mengetahui sampai Alice menceritakan sendiri kepada dirinya. Devan pun sudah beberapa kali menghubungi Kania dan menanyakan perihal sahabatnya tersebut, namun ia menutupi dan meminta Devan untuk mencari tahu sendiri perihal Alice."Tega kau, Nia! Masa sama teman sendiri gak mau kasih kisi-kisi." Suara bariton Devan terdengar kecewa dari seberang sana.Kania hanya tertawa mendengar ucapan teman semasa kuliahnya itu."Lebih baik kamu cari tahu sendiri deh, Van. Kurang seru kalo dari kisi-kisi." Kania menggoda Devan."Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku sih? Cukup bilang dia ada suami atau tidak, simple kan?" Devan terus

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 18

    Part 18Makan malam pertama yang terjadi antara mereka, menyisakan kesan yang mendalam. Gaya Devan yang santai dan acuh, jauh dari kesan seorang CEO terkenal. Justru membuat Alice semakin tertarik untuk mengenal pria itu lebih dekat.Gelak tawa selalu terurai dari bibirnya di malam itu. Sehingga membuat Kania senang, melihat wajah sahabatnya begitu bahagia.Sebenarnya Kania tahu jika Alice akan mengajukan gugatan cerai. Namun ia sungkan untuk menanyakannya lebih jauh lagi, karena tidak ingin dianggap mempengaruhi keputusan Alice untuk bercerai dari Barana.Malam itu rona bahagia terus menggelayuti wajah cantik Alice. Bahkan saat Devan memutuskan untuk mengantarkannya pulang pun, Alice tidak menolak sama sekali. Kania yang sadar diri, menolak pulang bersama mereka. Ia beralasan di jemput oleh sang suami dan akan langsung menuju rumah orang tuanya.Devan dan Alice percaya dengan alasan Kania. Keduanya lalu pulang bersama menggunakan mobil Alice, diikuti oleh asisten pribadi Devan yang

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 17

    Part 17Malam itu acara reuni semasa Kania kuliah begitu meriah. Pertemuan pertama kali usai wisuda 10 tahun lalu, membuat perempuan itu menikmati acara malam ini.Sebenarnya acara reuni pernah diadakan 5 tahun lalu pasca kelulusan mereka, namun Kania yang tengah sibuk bekerja berhalangan hadir."Kenalkan Devan. Jomblo akut di kampus kami, Lice." Gelak tawa Kania terdengar, saat memperkenalkan pria tampan bernama Devan kepada Alice.Alice mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Kemudian ia menjawab, "Alice … rekan kerja Kania." Senyum manis yang sontak membuat Devan langsung terpana, dan ingin mengenal lebih lanjut sosok perempuan cantik di hadapannya saat ini "Wah … wah … gak bener tuh! Dia bukan rekan kerja aku, melainkan atasan di kan—" Kania segera menghentikan ucapannya, manakala Alice menyenggol lengannya.Devan membalas senyum Alice. Kemudian ia kembali berkata,"Masih single atau sudah men—""Otewe single!" Kania memotong ucapan Devan, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Alice

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 16

    Part 16Semenjak pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang suami beserta keluarganya, Alice tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.Bahkan akses Alice untuk menemui Barana di kantornya pun dipersulit. Seolah-olah dalam masalah ini, semuanya adalah kesalahan Alice.Hingga suatu hari Alice mendapatkan kabar dari bawahannya, jika bertemu dengan Barana di gedung pengadilan agama."Sepertinya pak Barana ingin mengajukan gugatan perceraian, Bu," ujar sang anak buah kepada Alice.Alice terdiam sejenak. Hal yang sempat terlintas dalam benaknya beberapa waktu lalu, kini kembali muncul."Kamu yakin jika pak Barana hendak mengajukan gugatan tersebut?" tanya Alice menyelidik."Sangat yakin, Bu. Karena saat pak Barana mencari info di tempat itu, saya terus membuntutinya tanpa sepengetahuan beliau." Sang anak buah meyakinkan dirinya, jika apa yang didengarnya tidak mungkin salah."Baiklah jika begitu. Terima kasih atas informasi yang telah kau berikan." Alice kemudian segera menghubungi pengac

  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 1 5

    Part 15Kedatangan Alice ke acara pernikahan suaminya mengejutkan banyak orang yang hadir di sana. Terlebih saat Alice memberikan ultimatum, jika keduanya tidak bisa tinggal di rumah yang saat ini ditempati oleh dirinya. Hal itu dikarenakan rumah tersebut adalah murni hasil dari jerih payahnya sendiri sebelum menikah.Ia juga menjelaskan jika pernikahan kedua Barana sudah seizin dirinya. Bahkan saat Mariam meminta mahar sebesar 50 juta pun, dirinya mengetahui dan menolak untuk membantunya.Barana hanya menunduk menahan malu. Ia tahu jika saat ini Alice tengah marah besar dengan semua ini. Penghasilannya yang hanyalah seorang SPV di sebuah perusahaan property, sangat tidak sebanding dengan penghasilan Alice yang merupakan seorang Manajer di sebuah perusahaan kontraktor. Mariam menahan diri untuk tidak emosi, ia tertunduk lesu dan malu. Sesekali dirinya melirik ke arah Indah yang mimik wajahnya dipenuhi dengan rasa terkejut.Wajah Sarah yang sedari tadi sumringah atas pernikahannya, m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status