Setelah Dika pergi, Sari merasa lega, setidaknya, tidak ada lagi orang yang mengganggunya, karena kalau Dika masih bersikukuh ingin terus duduk disampingnya dengan pertanyaan - pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman, takutnya Sari kepancing emosi.
Setelah mereka berdua selesai dengan makanannya, mereka sejenak menikmati berlangsungnya acara, dimana ada hiburan penyanyi - penyanyi terkenal ibukota yang diundang langsung oleh keluarga Sinatra.
Saat sedang asik menikmati acara tersebut, mata Sari seketika tertuju pada seorang pemuda, yang sedang berjalan kearah Naura dengan digandeng seorang wanita cantik, pemuda tersebut adalah Angkasa yang datang bersama dengan Sinta, entah mengapa hati Sari merasa sakit, seakan pedang menusuk jantungnya, ingin sekali menghampiri Angkasa dan menyapa, tapi melihat Angkasa bersama dengan seorang wanita membuatnya hanya terdiam mematung, Wina yang melihat ekpresi wajah Sari yang muram, seraya berkata.
"Sar, kamu kenapa?"
Sar
Kembali kepada Sari dan Wina yang sekarang sedang berada di Gramedia, memilih beberapa buku untuk bahan materi skripsi, walau belum Sidang setidaknya mereka ingin menyicil mengerjakan Tugas Akhir mereka, agar tidak terlalu cape kalau dikerjakan sekaligus.Setelah mendapatkan beberapa buku yang dicari, Wina mengajak Sari membaca buku dulu, sampai menunggu makan sore, Wina yang memilih membaca buku tentang masakan - masakan dan motivasi hidup dari para motivator terkenal, sementara Sari memilih buku novel dan membaca beberapa lembar saja yang dirasa menarik bagi dirinya, pandangannya tertuju pada buku novel terbaru dengan judul Senja yang kelabu penulis Tha Kusuma, tapi Sari tidak bisa membacanya, karena masih tersegel plastik sehingga bila ingin membacanya Sari harus membelinya, tapi saat ini Sari sedang tidak ingin membeli buku novel karena belum ada waktu senggang membaca, harus fokus untuk sidang dan Skripsi, Sari mengambil novel tersebut dan melihat tulisan dicover depanny
"Sebenarnya ada masalah apa? kamu tidak cerita sama aku, yank," ucap Sinta kepada Angkasa."Gak ada masalah apa - apa, biasalah hanya salah paham," jawab Angkasa."Salah paham tapi sampi kamu dipukul, mana sekarang si Rama, Jon?" tanya Sinta dengan kesal kepada Joni.Bagaimana Sinta tidak kesal, orang yang sangat dicintainya harus dipukul oleh Rama."Sebentar lagi juga sampai kesini, tadi sudah gw telpon, tunggu saja," tukas Joni."Liat aja Rama, gw ga akan tinggal diam," ucap Sinta yang benar - benar kesal.Angkasa yang melihat Sinta kesal dan marah - marah, mencoba untuk berbicara baik - baik."Sayang, sebaiknya kamu tidak usah marah, ini urusan laki - laki, lagian juga aku tidak kenapa - kenapa.""Udah deh, yank, kamu jangan selalu nutupin kesalahan teman kamu, aku gak rela ada orang yang nyakitin kamu sampai dipukul lagi."Angkasa hanya tersenyum melihat paniknya Sinta akan dirinya.tak berapa lama, Rama telah
Mobil toyota camry warna hitam berhenti didepan Sinta, seorang laki - laki berumur sekitar 43 tahun, keluar dari mobil dan berlari kearah Sinta membungkukkan badan memberi hormat, lalu membukakan pintu belakang mobil, Sinta sudah berada dalam mobil dan bergegas pulang dalam keadaan marah bercampur sedih.Disisi lain Angkasa masih berada diteras belakang rumah Joni, bersama Rama dan Joni, Angkasa melihat kearah pintu keluar dari teras belakang tempatnya duduk, untuk memastikan Sinta pulang atau masih dirumah Joni, tapi setelah berapa lama, Sinta tidak datang juga, Angkasa menarik napas panjang dan mulai berbicara kepada Rama."Ngambek lagi tuh kan si Sinta, lo harusnya gak usah berlebihan bahas soal Sari, yang jelas gw ma Sari itu gak ada apa - apa.""Kenapa jadi nyalahin gw, cewek lo nya aja baper," jawab Rama.Angkasa tak lagi meneruskan kata - katanya, memilih untuk diam, Angkasa memang mencintai Sinta tapi rasa cinta yang dimiliki Angkasa semakin lama
Tepat pukul tujuh malam Angkasa sudah tiba dirumah Sari, dengan membawa bungkusan berisi makanan dan minuman ditangan kanannya, sementara tangan kirinya menekan bel rumah Sari, tak berapa lama, Sari membukakan pintu rumahnya dan mempersilakan Angkasa masuk, Angkasa duduk diruang tamu begitu juga Sari."Sari kamu sudah makan?" tanya Angkasa."Belum, emang kenapa?" jawab Sari."Kebetulan kalau begitu, saya barusan beli ayam bakar dan minuman," ucap Angkasa seraya memberikan bungkusan tersebut kepada Sari."makasih, Ang, seharusnya gak perlu repot - repot segala bawa ini.""Gak repot kok, tadi saya lagi di resto ayam bakar jadi sekalian beli, punya saya dan punya kamu, kita makan bareng, ya?""Loh aku kira kamu sudah makan tadi disana.""Tadinya begitu, tapi gak jadi.""Ya sudah kita makan disana saja, sekalian bisa santai - santai dan mengobrol" ucap Sari dan menunjuk area teras belakang rumahnya.Mereka melangkah memasuki
Angkasa kembali bertanya kepada Sari, atas penjelasan Sari soal apa yang sekarang menjadi masalah dirinya."Jadi menurut kamu, saya harus jalani saja tanpa berfikir bagaimana perasaan saya, dan pada akhirnya saya yang terluka.""Iya." jawab Sari."Kenapa harus begitu? siapa orangnya didunia ini mau membiarkan dirinya sendiri terluka, kamu ada - ada saja, Sar," jawab Angkasa seraya tersenyum."Angkasa, aku tau itu akan sulit diterima akal sehat, tapi bila kasusnya seperti hubunganmu, ya mau gak mau kamu sebagai laki - laki yang harus mengalah, kamu sendiri cerita berapa kalipun selingkuh, Sinta tetap tidak melepaskanmu, apalagi sampai nekad melukai dirinya sendiri, coba deh kamu fikirkan baik - baik.""Iya sih, seperti sekarang saya tetap menjalaninya, walau sebenarnya hati saya entah sudah kemana."Saat sedang asik mengobrol, si mbok datang membawakan makanan yang dibawa Angkasa, yang sudah mbok simpan di piring, mbok menyimpan di meja sampi
"Halo," sapa Sari. "Sari, maaf pagi - pagi menelpon." ucap Angkasa. "Iya gak apa - apa, by the way ada apa ya, Ang? Mendengar Sari bertanya ada apa, membuat Angkasa merasa tidak enak hati, takut mengganggu Sari, sehingga Angkasa terdiam sejenak dan kembali menjawab pertanyaan Sari. "Tidak ada apa - apa, cuma ingin menelpon saja, saya ganggu kamu ya?" "Nggak, kok, aku lagi santai jadi tidak merasa terganggu, oh iya gimana kondisi kamu sekarang? sudah tidak mual lagi kan?" "Sudah membaik, Sar, andaikan kamu tidak keberatan, kalau saya sedang tidak mood atau ada masalah lagi. boleh gak saya cerita, jujur saya merasa tenang setelah cerita sama kamu. "Iya, boleh, selama tidak ada yang marah sama aku." "Emang siapa yang akan marah sama kamu." "Andaikan ini mah, siapa tau tiba - tiba ada yang marah." "Sinta maksudnya? tenang saja gak akan, lagian untuk apa dia marah sama kamu, abaikan saja, saya juga sudah mala
Wina yang sudah menghabiskan dua porsi bakso, masih terlihat lapar, sehingga mengajak Sari untuk mampir ke minimarket tidak jauh dari tukang bakso, untuk membeli beberapa cemilan dan minuman, Wina emang sangat suka makan, tapi anehnya badannya tetap kurus, karena memang keluarganya memiliki keturunan kurus, jadi mau sebanyak apapun makan tidak akan membuatnya gendut, sebuah anugerah bagi setiap wanita, kebanyakan wanita memilih untuk menjaga pola makannya karena ingin memiliki badan yang kurus, dengan menjalankan program diet, tapi Wina tak mengenal yang namanya diet, kalau diet yang ada bisa seperti cacing kepanasan, bagi Wina makan sudah menjadi hoby, terutama makan bakso, sehingga dimanapun ada tukang bakso area Bandung Wina pasti hapal.Setelah sepuluh menit berjalan kaki, mereka sudah berada di minimarket, Wina membeli beberapa chiki dan roti serta minuman dingin."Sar, kamu mau cemilan apa?" tanya Wina."Apa aja," jawab Sari."Sari sayang, tidak ada
Sari hanya terdiam, menatap Angkasa dan Sinta yang sudah berlalu pergi dari hadapannya, Sari yang melihat Angkasa bertengkar dengan Sinta sampai - sampai Sinta menampar Angkasa membuat Sari ingin menghampiri dan melerai mereka, tapi Sari mengurungkan niatnya karena pasti bukan selesai yang ada semakin memanas.Wina yang melihat Sari hanya diam saja, walau Sinta sudah bersikap kurang sopan, membuat Wina merasa gemas dengan sahabatnya yang cuek dan santai saja."Kamu kenapa diam saja, bukannya balas tuh cewek, saiko," ucap Wina."Buat apa, gak mau sama gilanya, mending diem lebih enak.""Benar juga sih, tapi tetap saja aku kesel banget, kalau saja aku tidak menghargaimu, tuh cewek udah aku cambak rambutnya, terus aku botakain sekalian, sebelumnya aku sobek bibirnya biar dower.""Udah biarin aja, itu urusan mereka, selama tidak main fisik aku masih bisa sabar, kita pulang yuk?" ucap Sari.Sari dan Wina kembali kerumah Wina, dan mengobrol di bal