Reno pun selesai melakukan hajatnya, ia berencana akan kembali ke ruang tamu. Tapi sesuatu menyita perhatiannya. "Siapa yang hujan-hujanan malam-malam begini?" gumam Reno yang terus memperhatikan sosok wanita bergaun putih yang ada di tengah hujan itu.
"Itu, seperti Rasti. Sedang apa dia hujan-hujanan, bukannya tadi dia bilang kedinginan?" gumamnya tak habis pikir. Reno pun berlari menerobos hujan dan menghampiri sosok yang mirip Rasti.Pakaian yang tipis membuat lekukan tubuh wanita mirip Rasti itu begitu jelas terlihat, membuat Reno menjadi semakin heran. Apa Rasti bawa gaun tidur ke gunung dan memakainya di sini?Di tengah hujan pula. "Rasti, kamu sedang apa berpakaian seperti ini, di sini? Kenapa juga kamu malah hujan-hujanan? Ayo, masuk ke rumah!" ajak Reno seraya menarik tangan sosok Rasti.Tapi tubuh Rasti sama sekali tak bergerak, Reno menoleh dan sosok mirip Rasti itu tersenyum samar tertutup rintik hujan. "Ayo, kamu ikut aku!" ajak sosok itu.Lantas tak detik kemudian tercium wangi bunga sedap malam yang seakan menghipnotis Reno, hingga akhirnya laki-laki itu menurut lalu melangkah pergi bersama sosok wanita itu menembus kegelapan malam.***Esok hari, matahari menyoroti wajah Alan yang masih tertidur pulas. Di dalam hati kenapa di dalam rumah matahari bisa menembus genting dan membuat dirinya merasa silau?Perlahan ia pun membuka matanya dan terkejut saat dia bangun bukanlah berada di dalam rumah, tapi ia terkapar di atas tanah. "Wah, i-ini gue kok di sini? Ke-ke mana yang lain?" Alan celingukan mencari teman-temannya yang raib, dan yang tersisa hanya tas-tas ketiganya saja yang bergeletakan di tanah."I-ini ada apa sebenarnya? Sepertinya ada yang tidak beres." Alan berdiri dan menggendong ranselnya, kemudian mulai mencari teman-temannya.Alan berjalan sambil memanggil ketiga temannya. "Reno, Rafi, Rasti! Lo pada ke mana!" Tidak ada sahutan, yang ada hanya suara hewan hutan yang saling bersahutan.Tupai saling berloncatan di dahan dan burung-burung berterbangan, hingga bunyi 'krosak!' di semak-semak kerap mengejutkan Alan yang takut mungkin saja ada hewan buas siap mengincarnya."Ternyata ini adalah puncak gunungnya? Terus yang semalam itu desa apa?" gumamnya seraya melangkah untuk kembali mencari jalan.DUG!"Duh, apaan nih?!" Kaki Alan menyandung sesuatu dan pada saat Alan melihat apa yang dia sandung kedua bola matanya membeliak lebar."Aaaaa!" Alan berteriak seraya mundur dan terduduk di tanah. Kakinya mendadak lemas saat melihat mayat Rafi yang tertutup daun kering tanpa busana, dan terlihat tetesan cairan merah darah yang berasal dari atas.Perlahan Alan pun mendunga untuk melihat dari mana sumber cairan merah itu, seketika jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat sosok mayat Rasti tergantung di mengenaskan dengan kondisi leher terjerat akar pohon."AAAA! AAAA! AAAA!" Seketika itu Alan bangkit dan berlari mencari jalan keluar, ia tak peduli pada apa pun lagi, yang ia tahu ia harus lari dan lari hingga ia selamat sendirian dan kini sampai di rumah warga.***Alan masih shock, dia masih beristirahat di salah satu rumah warga, dia juga sudah melaporkan bahwa teman-temannya tewas di atas puncak gunung itu. Alan mendengar kabar dari Timsar yang mengevakuasi mayat Rafi dan Rasti, mereka tidak ada satu pun menemukan keberadaan Reno. Hanya tasnya saja yang Timsar bawa, sementara Reno tidak ditemukan, entah dia mati atau ada di mana.***Kediaman Danu AdjiRaniah dipanggil untuk turun, dengan hati berdebar gadis itu pun diapit oleh kedua wanita si perias pengantin untuk segera turun ke lantai bawah menemui laki-laki yang baru saja resmi menjadi suaminya.Pernikahan yang sederhana tanpa gedung mewah dan acara yang spektakuler, tapi ini cukup mengejutkan bagi Raniah karena dirinya sendiri pun tidak tahu akan rencana Setya yang satu ini."Ayo, cantik, kita turun," ajak dari salah satu perias pengantin yang memakai jilbab. Raniah pun mengangguk, berdiri dan berjalan menuju pintu keluar. Debaran jantungnya sangat tidak normal, ia sangat malu menemui Setya hingga wajahnya tampak merona. "Jangan gugup, Cantik. Kamu sangat menawan, suamimu pasti langsung terpana saat melihatmu," puji wanita berjilbab itu, seketika membuat Raniah semakin gugup dan malu.Apa yang sedang Raniah bayangkan? Jangan bilang dia sedang membayangkan malam pertama. Oh, No!Selangkah demi langkah kaki jenjang Raniah menuruni anak tangga, semua yang berada di bawah langsung tertuju padanya, menatapnya penuh dengan rasa kagum. Kecantikan si gadis pemikat ini sangat luar biasa, dan mampu membuat siapa pun terpana melihatnya.Bagai ada ratusan bintang menghiasi wajah dan seluruh tubuhnya hingga membuatnya begitu bercahaya. Danu Adji berdiri, berjalan dengan tongkat yang ada di tangannya, menjemput putri dari Tama dan Irma agar duduk bersanding bersama dengan putranya.Setya menoleh ke arah Ayah dan wanita yang kini sudah menjadi istrinya, senyumnya lembut dengan tatapan penuh cinta Setya berikan untuk Raniah. Danu mengambil alih Raniah, dan menuntunnya menuju ke kursi kosong di samping Setya, dan mendudukkannya di sana.Raniah tersenyum simpul rasa kesalnya pada Setya seketika sirna karena rasa bahagia. Gadis itu mencium punggung tangan Setya dan Setya pun mencium kening Raniah. "Silakan pasangkan cincinnya pada mempelai wanita," ucap dari Bapak Penghulu.Setya segera mengambil cincin bermata putih itu dan perlahan menyematkannya di jari manis Raniah, dan Raniah pun melakukan hal yang sama menyematkan cincin bermata putih dengan ukuran lebih kecil ke jari tangan Setya.Acara tukar cincin sudah selesai, maka hanya dilanjut dengan membaca doa dan menyapa tamu undangan yang bisa dihitung dengan jari. Menyapa mereka dan menjamunya, tak lupa juga tentunya bakso buatan Tarno menjadi menu pelengkapnya.Semua tampak senang dan bahagia, begitu pun Setya dan Raniah. Meski Setya hutang penjelasan pada Raniah nantinya.***Para tamu sudah kembali ke rumah mereka masing-masing, kini rumah Danu sudah sepi dan tinggal sisa-sisa dekorasi yang cukup mewah, hanya dipakai setengah hari khusus untuk acara akad dan prosesi berphoto setelahnya selesai.Setya dan Raniah naik ke lantai atas, meski acaranya hanya kecil-kecilan tetap saja sangat lelah, dan Raniah tidak bisa terus memakai kebaya yang memiliki ekor panjang yang berat itu.Raniah memegang handle pintu kamarnya, seketika Setya berkata. "Mau ke mana?" tanyanya."Aku mau istirahat lah, Raniah capek," jawab Raniah cuek."Kamu lupa kalau kita sudah menikah? Istirahat di kamarku!" Setya menggenggam pergelangan tangan Raniah, seketika mata Raniah melebar, mengikuti langkah Setya menuju kamarnya.Setya membuka pintu kamarnya, dan terlihat kamar itu sudah disulap dengan sangat indah. Raniah merasa kagum dengan dekorasinya, hiasan bunga putih dan merah muda, sangat sarat akan kesucian dan kelembutan, sesuai dengan keinginan Raniah.Gadis itu berjalan lebih dalam dan tidak sadar kalau Setya sudah menutup pintu dan menguncinya. "Ini sangat indah, Kak. Tapi kenapa kamarmu yang dihias, kenapa bukan kamarku?" protes Raniah, dia pun berbalik badan dan melihat Setya sudah membuka tuxedonya, jari-jari panjang Setya malah tengah membuka satu per satu kancing kemejanya."Ya, karena kamu yang akan tinggal di kamar ini, jadi kamar inilah yang dihias," sahut Setya seraya berjalan mendekati Raniah dengan elegan.Jantung Raniah tiba-tiba bertalu-talu, saat dengan santai Setya melempar kemejanya hingga teronggok di sofa. Tanpa sadar Raniah mundur perlahan saat Setya terus mendekat dengan senyum menawan. Raniah terduduk di tepian ranjang saat kakinya tidak bisa mundur lagi, gadis itu menopang tubuh dengan kedua tangan yang ada di belakang tubuhnya. "Ka-kakak mau apa?" tanya Raniah gugup.Setya membungkukkan tubuh dan mengungkung Raniah di antara kedua tangannya yang berada di sisi tubuh Raniah, wajahnya yang tampan sangat dekat dengan wajah Raniah. "Malam pertama, apa lagi," jawab Setya dengan senyum menggoda."Ma-malam pertama? Ta-tapi, Kakak--""Sshh!" Setya terus membungkuk hingga tubuh Raniah akhirnya terbaring. Setya tersenyum dan membatin. "Aku harus segera melakukannya, untuk menghilangkan aura pemikat Raniah. Aku akan lakukan sekarang juga, maka lebih cepat akan lebih baik." Raniah menegang, saat jari jemari Setya mulai menggoda bagian-bagian tubuhnya. "Ini akan sedikit sakit, tapi jangan khawatir!" Setya tersenyum, senyum yang mampu memporak porandakan perasaan Raniah.Raniah meremas seprei putih yang penuh oleh kelopak bunga mawar saat Setya berbisik dan mengembuskan napas hangat di telinganya, gadis itu memejamkan kedua matanya dan mulai menikmati setiap sentuhan bibir lembut Setya yang mulai mencumbuinya.Napas Raniah memburu membuat dadanya naik turun tak beraturan, jari-jari Setya perlahan melepas satu per satu kancing baju kebaya yang membalut tubuh istrinya yang indah. Napas gadis itu tersengal saat merasakan bibir dan lidah Setya mulai menyapu dan mengecup dadanya.Raniah m
Setya terbahak melihat istri kecilnya kabur. "Raniah, kakak hanya bercanda!" serunya segera beranjak untuk menyusul."Bodo amat!" timpal Raniah dari ruang Tv.Setya menyusul dan duduk di samping istrinya. "Kok malah nonton Tv, bukannya balik ke kamar, kan masih malam?" tanya Setya."Baru makan jangan langsung tidur, nanti perutnya buncit dong, Kak," sahut Raniah.Setya mengangguk dan ikut memperhatikan acara Tv. "Berita tengah malam, siang 8 Juli. Timsar mengevakuasi dua mayat dengan kondisi yang memperhatinkan, diduga korban adalah pendaki gunung. Mereka berjumlah empat orang, dua di antaranya tewas dalam keadaan tanpa busana. Satu orang selamat dan satu orang lagi tidak ditemukan keberadaannya ...." Raniah tampak bergidik takut, pada saat ia melihat para Timsar membawa kantung-kantung jenazah dan memasukkannya ke mobil ambulance."Kak, Kakak!" Raniah menyenggol lengan suaminya, karena Setya tampak serius menyimak berita. "Kak!""Hmm!" gumaman saja sebagai respon. "Ada apa?" lanjutny
Di kediaman Danu Adji, Setya masih setia menemani istrinya yang masih shock. Membelai rambutnya dan mengecupnya lembut. "Tidurlah, besok kita akan melakukan resepsi pernikahan, aku tidak mau kamu punya lingkaran hitam seperti panda." Setya menyentuh bawah mata istrinya dan tersenyum lembut."Tapi, Kak. Aku takut, setiap kali mataku terpejam, sosok itu seperti sedang mengawasiku.""Ada kakak di sini, kakak akan melindungimu." Jemari Setya merambat menyusuri wajah lembut Raniah, dan wanita itu tersenyum. Raniah merasakan firasat tidak enak, bulu-bulu halusnya kompak berdiri saat jari telunjuk Setya turun dan turun menyusuri tiap lekukan tubuh.Senyumnya menggoda iman, seketika Raniah menjerit tertahan di dalam kerongkongan. "Tidur, atau ...." ancaman itu seperti rayuan. Andai Raniah tidak sedang dalam suasana hati yang buruk, sudah pasti wanita itu menantang ancaman suaminya yang menggairahkan.Tangan Raniah bergerak cepat menutupi wajahnya dengan selimut, bersembunyi dari suaminya yang
Sari menangkup kedua telapak tangan dan menempatkannya di depan dada, kedua matanya tertutup dan bibirnya mulai komat-kamit. Suasana ruangan semakin mencekam saat angin kencang masuk begitu saja ke dalam ruangan.Api lilin meliuk-liuk tertiup angin, tapi tidak membuatnya padam, seperti api itu adalah api abadi. Raniah perlahan tersadar dari pingsannya saat merasakan hembusan angin yang begitu besar menerpa tubuhnya.Perlahan kedua matanya membuka, kepalanya yang masih berat ia paksakan menegak, pandangannya melihat keadaan ruangan yang sangat menyeramkan, ditamah angin yang kencang menyapu dedaunan kering di atas lantai."Di mana ini? Ah!" Raniah merasakan tangannya diikat ke kursi. "Lepaskan aku!" teriaknya."Hahaha!" Suara tawa memekakkan telinga, hingga atensi Raniah tertuju pada suara tawa Sari yang menatapnya nyalang."I-ibu Sari, kenapa aku di sini, lepaskan aku!" teriak Raniah seraya menggerakkan kedua tangannya berusaha membuka tali ikatannya.Keringat dingin mulai membasahi w
Sementara Sari, dia tergesa-gesa berlari, kedua anaknya sudah kabur lebih dulu hingga ia harus berusaha kabur seorang diri. Di atas jembatan wanita itu berhenti, mengatur napasnya lebih dulu sebelum ia melanjutkan langkahnya. "Dasar anak tidak tahu diri, bisa-bisanya mereka meninggalkan ibunya sendiri yang dalam bahaya, sial!" umpatnya marah.Saat ia akan melangkah kembali, kedua matanya terbuka lebar saat melihat sosok Nyai Ratu Pandan Wangi. Sosok ratu itu mengulurkan selendang hijaunya dan menjerat tubuh Sari dan melemparnya ke sisi. "Aaaa!" Sari jatuh ke sungai beraliran deras, hingga tubuh tuanya kini entah akan bernasib bagaimana."Haha!" Nyai Ratu Pandan Wangi tertawa puas. "Itulah balasan bagi pengikut yang tidak patuh dengan perintahku, haha!" Sosoknya terbang dan menghilang tak berbekas lagi.Malam mencekamkan ini berlalu begitu lama, angin bertiup begitu lirih, ranting pohon yang ringkih patah dan jatuh ke tanah, menyisakan bekas patahan di dahan yang kering.***Sejak keja
Mobil Galuh berhenti di sebuah rumah sederhana, ia segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Dari mana, Galuh?" tanya Andre yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu."Aku baru mengawasi rumah Setya Adji, Ndre. Aku sudah tidak sabar ingin melancarkan rencana kita untuk mereka." Galuh duduk di sofa lain dan tersenyum penuh dengan rencana licik."Jangan terburu-buru, kita harus jalankan rencana ini dengan matang-matang, kita tahu lawan kita ini siapa. Tidak akan mudah melawan dan mengelabui mereka semua." Andre tampak berpikir serius."Kamu benar, ibu yang memiliki ilmu hitam tinggi saja bisa kalah, dan sampai sekarang tidak tahu di mana keberadaannya jika masih hidup, kalau pun sudah mati kita tidak tahu di mana jasadnya. Kita tidak tahu hal yang sebenarnya pada malam itu, apa yang sudah Setya dan Danu Adji lakukan pada ibu." Galuh mengepalkan telapak tangannya dan memukul pahanya sendiri."Aku juga ingin segera tahu hal sebenarnya, Galuh. Apa yang sebenarnya yang terjadi pada ib
Karyawan resepsionis itu mengangguk dan kembali masuk ke dalam lift, sementara Galuh berjalan perlahan menghampiri pintu kayu yang terlihat kokoh itu.Galuh mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tiga kali, tak lama terdengar sahutan seseorang dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Dengan perlahan Galuh menekan handle pintu dan membukanya, Galuh langsung disuguhkan dengan wajah Setya yang tampak serius menatapnya."Selamat pagi, Kak Setya," sapanya saat membuka pintu."Pagi, silahkan masuk," titah Setya mempersilahkan. Laki-laki itu berdiri dan merapikan jasnya, sementara Galuh tampak tersenyum, terpesona seraya menutup pintu dan melangkah masuk.Setya duduk di sofa yang ada di ruangannya, dia bertanya. "Ada apa menemuiku? Rencana apa yang akan kamu dan ibumu mainkan lagi untuk mencelakai istriku?"Galuh yang masih berdiri pun tertegun mendengar pertanyaan Setya barusan. "Kak Setya berkata apa? Aku ke sini tidak ada niat buruk, aku ke sini hanya ingin melamar pekerjaan."Setya mena
Lantai 13 sebuah kantor besar, menguarkan rumor yang tak sedap. Bahwasanya banyak karyawan yang menghilang tanpa bekas saat mereka melakukan kerja lembur di kantor tersebut.Lantai 13 yang menjadi misteri, lantai itu bagai ada dan tiada. Di papan pintu tombol lift sendiri tidak ada angka 13, seperti sengaja dihilangkan agar tidak ada orang yang menekannya dan sampai di lantai itu.Tapi, tidak dengan malam ini. Seorang pemuda baru saja selesai bekerja, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, keadaan kantor yang sudah sepi dan gelap karena sebagian ruangan sudah mematikan lampu. Semua karyawan sudah pulang, dan itu hanya ada dia sendiri saja di kantor tersebut.Tak! Tak! Tak!Suara langkah kaki yang terdengar pelan mengejutkannya yang masih membereskan berkas yang berserak di atas meja, dia mendunga menatap ke sekeliling ruangan yang luas itu, tak ada siapa pun, jadi itu langkah kaki siapa?Napas pemuda itu mulai memburu karena detak jantungnya mulai memompa darah lebih kuat, karyawan lak