Suara heels mengetuk lantai marmer. Nadanya seirama dengan langkah kaki juga gerak tubuh pemiliknya. Ivana tampil mempesona seperti biasa. Balutan busana kerja formal agak tertutup membuat dirinya terlihat profesional juga smart.
Semua yang Ivana kenakan pagi itu disiapkan oleh Zack. Ivana mencak-mencak tapi sang bodyguard tetap diam, tenang tapi dingin tak terbantahkan. "Aku tidak mau pakai ini!" Protes Ivana melihat pilihan pakaian sang bodyguard. "Tuan Evan Brown yang akan Anda temui. Anda tahu dia seperti apa?" Ivana melirik judes sang bodyguard. Tubuhnya sakit apalagi area pribadi. Tapi Zack seolah tidak peduli padanya. Padahal pria itu penyebabnya. Kepala Ivana penuh oleh berbagai hal. Kejadian semalam, Evan Brown, perusahaan, pinjaman yang sampai detik ini belum ada kabar. Juga desakan pernikahan dari ayahnya. Gila! Ivana serasa ingin meledak saja. Ini belum termasuk bisik-bisik yang sampai ke telinga Ivana begitu dia masuk lobi. "Sepagi ini Tuan Brown sudah datang ke perusahaan. Kabarnya dia ingin bertemu calon istrinya. Kalian sudah tahu kabar itu kan?" Satu orang mulai bergosip. "Nona Ivana dan Tuan Brown katanya mereka dijodohkan." Yang lain menyambut. "Yang aku tahu perusahaan ini dijaminkan oleh ayah Nona Ivana pada Tuan Brown. Tapi aku dengar lagi, sebenarnya itu cuma cara Tuan Brown untuk mendapatkan Nona Ivana." "Kalian tahu sendiri kan, Nona Ivana itu tidak pernah punya kekasih. Sejak dulu selalu sendiri. Tapi saat ada Tuan Zack, mereka ke mana-mana selalu berdua." Telinga Ivana berdengung mendengar suara-suara macam lebah di sekitarnya. Obrolan ringan serupa gosip itu berhenti ketika Ivana masuk ke lift. Zack sendiri tidak banyak bicara seperti biasa. Pria itu tetap diam, datar juga dingin. Tubuh Ivana bersandar ke dinding begitu pintu tertutup. Tangannya segera berlari menyusuri pelipis yang berdenyut nyeri. Ekor matanya melihat punggung lebar Zack. Sosok yang semalam mendesah bersamanya. Bibir Ivana mengatup, hatinya mengumpat seketika. Namun begitu, Ivana tidak bisa mengingkari, Zack memberinya pengalaman bercinta yang luar biasa. Tidak ada trauma, tidak ada kesakitan berlebih. Selebihnya hanya nikmat. Pintu lift terbuka, Zack menyingkir memberi jalan pada nonanya. Kedatangan Ivana langsung disambut Kelly, sekretaris sekaligus sahabatnya. "Bagaimana semalam?" Bisik Kelly penuh makna. "Jangan sekarang," balas Ivana sambil melirik Zack yang wajahnya datar tanpa ekspresi. "Pergilah." Satu perintah meluncur dari bibir seksi Ivana. Zack hanya mengangguk. Tapi tubuhnya tidak beranjak dari sisi pintu. "Kamu ini benar-benar penurut ya?" Sindir Kelly pada Zack. Sama seperti Ivana, Kelly juga berpikir kalau Zack adalah mata-mata. Walau sekali dua kali, Kelly terlihat tertarik pada ketampanan sang bodyguard. Zack sama sekali tidak membalas ucapan Kelly. Wajahnya tenang tanpa riak emosi sedikitpun. Hal ini membuat Kelly kesal sendiri. Gadis itu kembali ke mejanya sambil menghentak kaki. Sementara di dalam ruangan Ivana. Seorang pria berparas tampan dengan iris kelabu langsung berbinar melihat Ivana berjalan ke arahnya. "Sayang ...," ucap lelaki bernama Evan Brown. Pria yang enam bulan lalu tampil bak malaikat penolong bagi perusahaan ayahnya. Tapi sekarang berubah jadi malaikat pencabut nyawa bagi Ivana dan perusahaannya. Ayah Ivana memang keterlaluan. Bagaimana bisa pria itu menggunakan perusahaannya sebagai jaminan atas pinjamannya pada Evan. "Saya tidak pernah setuju dengan syarat yang Anda ajukan." Kata Ivana tegas. Dia mundur guna menghindari Evan yang ingin memeluknya. Sorot wanita itu tajam memandang pada Evan. Evan sendiri hanya tersenyum mendengar ucapan Ivana. Perempuan di depannya sangat sulit didapatkan. Namun semua sebanding. Ivana cantik, pintar, seksi. Bentuk tubuhnya adalah favoritnya. Pandangan Evan seketika berubah mesum. Pria itu memindai tubuh Ivana dari atas ke bawah. Sudut bibirnya tertarik, dia sudah cukup bersabar untuk tidak menyeret Ivana ke ranjangnya. Lalu menikmatinya. Dan Ivana bukannya gadis bodoh yang tidak tahu apa yang Evan pikirkan tentangnya. Ivana tahu jelas kalau Evan hanya ingin tubuhnya. Pria macam Evan, Ivana tahu isi kepalanya tidak jauh dari seks dan sejenisnya. "Tapi kamu tidak punya pilihan. Jika kamu peduli pada tempat ini, kamu akan menurut padaku." Tangan Ivana terkepal. Evan meski otaknya mesum, tapi pria itu juga terkenal dengan kepiawaiannya dalam berbisnis. Jika tidak, mana mungkin Brown Grup bisa bertahan dan berkembang sejauh ini. "Aku akan cari jalan untuk mengembalikan hutang ayahku," balas Ivana mantap walau hatinya ragu. "Juga dana tambahan untuk perusahaanmu sendiri. Aku dengar kalian kekurangan modal." Evan menaikkan alisnya. Dia sangat menyukai ekspresi tidak berdaya Ivana, tapi gadis itu masih tidak mau menyerah padanya. Ivana mengatupkan rahang. Berusaha untuk tidak meninju lelaki di depannya. "Tuan Brown jangan khawatir. Saya pasti akan membayarnya tepat waktu." Evan tersenyum, matanya sekali lagi menjelajahi lekuk tubuh Ivana yang tersembunyi dibalik blazer. Dia seperti predator sedang mengintai mangsanya. "Waktumu sampai akhir bulan." Bola mata Ivana melebar. "Kenapa waktunya berubah? Bukankah dalam perjanjian masih ada dua bulan lagi." Evan tersenyum. "Sebab ayah dan ibumu mendesak supaya aku menikahimu lebih cepat." "Anda tahu kalau tidak ada cinta di antara kita?" Harapan Ivana menguap bak kabut di udara. Akhir bulan tinggal hitungan hari. Bagaimana bisa dia melunasi hutangnya dalam waktu sesingkat itu. Pinjaman dari Lunar Dream juga mustahil cair secepat itu. Bahkan jika pengajuannya disetujui. Wajah Ivana berubah panik. Sorot matanya gelisah. Dari mana dia akan dapat uang. Evan kembali menarik sudut bibirnya. Dia tampak menikmati betapa putus asanya Ivana. Pria itu tahu benar. Tidak ada hal yang bisa memojokkan Ivana kecuali perusahaannya. Cinta? Omong kosong dengan kata itu. Lelaki bertubuh tinggi besar itu perlahan mendekati Ivana. Tubuhnya membungkuk sedikit hingga bibirnya tepat berada di telinga Ivana. "Cinta atau tidak, itu tidak penting. Bayar hutang ayahmu sesuai waktunya. Atau, semua akan beres jika kamu menikah denganku," bisik Evan di telinga Ivana. Dia benar-benar tidak sabar menunggu hari itu datang.Yang lain segera menimpali. Mereka mulai berbisik satu sama lain. Walau lirih, segalanya tidak mampu menutupi, bahwa tiap kata yang keluar dari para staf tadi. Tak lebih dari ekspresi kaget, tidak percaya untuk kemudian lanjut menjadi cibiran yang menusuk telinga."Tampan sih, tubuhnya juga bagus. Tapi statusnya tidak sama dengan Nona Ivana. Dia pasti menggoda Nona lebih dulu. Kalian tahu kan, dia sangat protektif pada Nona.""Kira-kira mereka sudah berapa lama bersama. Mereka telah tidur berapa kali.""Apapun itu, bagaimana dengan tuan Brown. Apa Nona akan memilih tuan Zack dibanding tuan Brown. Tuan Brown jelas satu level, kaya, baik hati. Dengan tuan Zack, segalanya akan jadi rumit. Apa kalian akan mendukung mereka."Zack hanya diam sepanjang perjalanan menuju lift. Dia tidak menulikan telinganya. Tapi dia juga tak menyanggah tiap gosip yang mulai beredar. Tangannya bergerak mencari tahu video mana yang membuat siang ini kembali heboh.Sudut bibir lelaki itu tertarik sedikit, melih
Segalanya jadi rumit untuk Ivana. Berbagai kesulitan yang dia hadapi menyisakan satu jalan keluar. Menikah dengan Zack.Ivana perlu mencerna perkataan sang bodyguard untuk beberapa waktu. "Zack, aku ....""Nona tidak percaya sama saya? "Bu-bukan begitu. Tapi."Ivana menggigit bibir. "Aku tidak mau menyeretmu dalam masalahku. Kamu tidak seharusnya terlibat. Kejadian semalam adalah kesalahanku. Aku akan menanggung akibatnya."Ekspresi Zack berubah muram mendengar ucapan Ivana. "Saya juga terlibat. Jika saya menolak Nona tadi malam, kejadian itu tidak akan berlaku. Tapi faktanya tidak."Ivana melotot. "Kamu sengaja?""Saya lelaki normal, Nona."Ivana memalingkan wajahnya yang merona. Zack lagi-lagi mengakui kalau semalam mereka memang berbagi peluh di ranjang yang sama."Jadi keputusan Anda?""Apa kamu yakin bisa membuat Isandro Young menyetujui pinjamanku?""Nona meragukan saya," geram Zack.Ivana berdecak kesal. Bukan seperti itu situasinya. Jika ditelaah lebih lanjut, pinjaman yang I
Pipi Ivana kembali memerah. Matt lagi-lagi menamparnya. Kali ini Zack ditahan oleh Evan, hingga pria itu tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal Zack ingin menerjang Matt atau pun menghajar Evan yang kini mencekal tangannya di belakang punggungnya.Ivana sendiri langsung memberi peringatan pada Zack untuk diam. "Diam kau, brengsek! Berani sekali kau menyentuh calon istriku!" Desis Evan penuh kemurkaan.Dia tidak pernah menyangka kalau Zack telah mendahuluinya menikmati tubuh Ivana. Evan saja pegang tangan belum pernah. Amarah memenuhi dada Evan, ingin sekali dia memberi pelajaran pada bodyguard sialan itu."Kenapa? Anda iri pada saya?" Evan menggertakkan gigi mendengar pengakuan Zack."Dengar, Ivana akan tetap menikah denganku. Dia akan jadi milikku. Kau hanya mendapatkannya sekali, tapi aku. Aku akan pastikan dia menjerit tiap malam di bawah kendalimu."Zack mengatupkan rahang. Emosinya tersulut, tapi ekspresi wajahnya telah kembali ke semula. Dingin dan misterius."Kita lihat saja nan
Semua mata terbelalak, tak terkecuali Ivana.Tawa meluncur dari sang paman. "Kau? Kau ingin menikahi Ivana, kau itu cuma bodyguard!"Yang lain ikut mencibir. Amelia bahkan dengan jelas tersenyum, seolah dia telah menang. Jika Ivana sungguh menikah dengan Zack, bisa dipastikan posisi wanita itu akan terancam.Ivana dan Zack bukan dari level yang sama. Akan sangat sulit bagi keduanya diterima di kalangan mereka."Bodyguard atau bukan, setidaknya saya tidak menjadikan Nona Ivana barang dagangan."Suasana mendadak hening. Ivana menoleh ke arah Zack. Untuk pertama kalinya dia mendengar Zack bicara di luar konteks pekerjaan."Berengsek! Kau pikir kami menjual Ivana?" Matt meradang mendengar perkataan lelaki yang dulu dia pilih sendiri jadi pengawal pribadi Ivana."Yang kalian sebut pernikahan itu bukan pengorbanan… tapi memperjualbelikan Nona Ivana." Zack tanpa ragu menjawab.Sorot matanya tajam, dingin, menyisakan kesan misterius dalam diri pria itu. Matt sejenak terdiam, dia pikir Zack cu
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Moonstone, ponsel Ivana tak henti berdering. Gadis itu tidak menanggapinya sama sekali. Hingga di antara puluhan nada dering, ada satu yang membuat Ivana tergerak untuk meresponnya."Iya, Ly. Apa dia menghancurkan kantorku?"Jemari Ivana berlari ke pelipisnya. Sejak semalam, tempat itu sering berdenyut nyeri."Dia memastikan kamu akan menikah dengannya hari ini. Itu yang dia katakan."Zack yang duduk di sampingnya, hanya diam. Tidak perlu ditutupi Zack pasti mendengar ucapan Kelly. Ucapan Zack yang mengatakan kalau dia memang bukan supir nonanya adalah benar. Sejak pertama bekerja, Ivana selalu duduk di depan, di sampingnya. Bukan di belakang."Jangan cemas, aku akan atasi ini. Handle kantor untukku." Usai mematikan panggilan, Ivana bersandar ke kursi. Matanya terpejam. Tubuhnya masih terasa lelah akibat ulah Zack semalam, dan pagi ini dia harus menghadapi Evan Brown. Sebentar lagi dia akan dimaki keluarganya.Hari yang menyenangkan untuk seorang
Kepala Ivana mendadak kosong. Evan Brown bisa dipastikan akan memotong semua usahanya untuk menyelamatkan diri. Bahkan mungkin usaha pengajuan pinjamannya bisa dikacaukan olehnya.Pria di depan Ivana kini sedang menatapnya. Ada binar kepuasan melihat ketidakberdayaan Ivana. Wanita itu kini tak dapat melakukan apa-apa lagi."Aku tunggu kabar baiknya. Ayo." Evan meraih tangan Ivana. Namun perempuan itu berkelit."Pernikahan antara Tuan Brown dan saya akan jadi opsi paling akhir. Selama saya masih punya waktu, saya akan berupaya mengembalikan uang Anda."Ivana ingat pesan terakhir dari ibunya—utamakan kebahagiaanmu, baru pikirkan orang lain.Sudut bibir Evan tertarik. "Kalau begitu, mari kita lihat apa yang bisa Nona Ivana lakukan sampai batas waktu yang aku berikan tiba."Ivana memejamkan mata, ucapan Evan menusuk tepat di jantungnya. Seperti vonis hakim yang tidak bisa diganggu gugat. Bahkan tatapan yang dilemparkan Evan kepadanya seperti ingin menelannya bulat-bulat.Evan membuka pint