Share

BAB 9

"Nenek, apa kabarmu?" Billy menyambut wanita paruh baya yang baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Binar di kedua matanya menelisik sepasang yang baru menikah itu.

Diikuti Selena tersenyum ramah mencium pipi kanan dan pipi kiri Riana, nenek dari suaminya.

"Apakah nenek lelah, kata orang pijatanku enak loh." Selena memberanikan diri mendekati Riana di sofa ruang keluarga.

"Kau sungguh menantu yang baik." Riana menyambut jemari lentik di pundaknya, "tapi aku baru saja pergi ke spa relaksasi."

Wanita tua itu menarik punggung tangan Selena agar ikut duduk di sebelahnya tanpa di duga menantunya itu mengaduh kesakitan, "A-apa yang terjadi?" keterkejutan jelas muncul di wajahnya, mata tua itu memicing pada Billy perihal keadaan Selena.

Selena segera menyembunyikan tangannya, "Tidak apa-apa nenek, hanya luka kecil saja." ungkapnya disertai senyum yang dipaksakan.

"Kemari duduklah." Selena menepuk tepat di sebelahnya.

Riana menutup mulutnya yang terngangah lebar dengan tangan, "Bagaimana bisa luka-luka ini berada di telapak tanganmu?"

"Cepat panggil dokter." tegas Riana pada cucunya yang sedari tadi tidak menunjukkan respon apapun.

"Tidak perlu nenek, aku bisa mengobati luka ini sendiri." Selena sadar sedari tadi Billy menatapnya tajam, dia tidak peduli. Bukankah luka ini berkat ulah kekasihnya semalam.

Wanita kaya itu sengaja menjatuhkan gelas lalu memanggil Selena untuk membersihkannya, disela dia memungut pecahan beling itu Gisella menginjakkan kakinya dengan amat penuh kebencian pada tangan Selena di atas pecahan tajam.

Selena berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah di depan Riana, sekarang wanita paruh baya itulah satu-satunya orang yang perhatian kepadanya.

"Kenapa kau berdiam diri, cepat bawa kotak obat kemari!" Riana memekik pada Billy.

Billy mendengus samar beranjak dari posisinya, dari arah berlawanan Robin dengan sigap memberikan kotak obat tersebut pada bosnya.

"Cepat buka kotaknya, sebenarnya suami seperti apa kau ini?!"

Selena merasakan nyeri saat Billy memberikan salep pada lukanya, dia mencoba memberi peringatan melalui sentuhan yang berlebihan agar Selena tidak mengadukan apapun yang terjadi di rumah itu pada Riana.

"Kau membuatku cemas, sebenarnya apa yang terjadi?" Riana mengusap pundak menantunya pelan.

"Nenek tidak perlu khawatir, semua ini karena kecerobohanku sendiri telah memecahkan gelas saat akan memungutnya tanganku tergelincir." Selena terpaksa mengarang cerita karena di seberang sana Billy menatapnya tajam.

"Billy seharusnya kau menjaga istrimu baik-baik, dasar tidak berguna." cibir Riana pada cucu semata wayangnya.

"Sebenarnya aku hanya ingin mengantarkan ini untuk kalian." Riana menyodorkan dua lembar kartu ke atas meja.

"Apa ini nek?" tanya Selena antusias.

"Tiket bulan madu," Riana tersenyum penuh arti pada kedua pasangan yang duduk bersamanya.

"Apa? B-bulan madu?" Billy mengulang kalimat kembali.

"Ya, pasangan pengantin baru 'kan memang seharusnya tidak melewati waktu manis ini." Selena dan Billy saling melempar pandang mendengar pernyataan barusan.

"Kuharap kalian akan menikmatinya." kata Riana sembari mengusap pelan punggung tangan Selena yang dipenuhi perban keseluruhan.

"Tentu saja." Billy menyimpan duka tiket itu ke sakunya.

"Nenek, apa tidak makan dulu sebelum pergi." ucap Selena menghentikan Riana yang telah siap menenteng tasnya. "Aku memasak sup mendengar nenek akan datang."

"Ah, begitu ya." Riana tak kuasa menolak apalagi mendengar kalau menantunya itu yang memasaknya.

"Ini adalah sup panjang umur yang aku masak sepenuh hati." Selena menuangkan sup bertekstur kental berisi campuran jamur, daging ayam, daging kepiting dan misoa.

Riana menyesap sesendok, dia membuka matanya lebar diikuti dua sudut bibir yang terangkat. "Lezat." satu kata lolos begitu saja dari bibirnya.

"Siapa yang mengajarkanmu memasak sup ini?" tanya Riana tidak berhenti menyuapkan makanan itu ke mulut.

"Ibuku," jawab Selena singkat.

"Ibumu pasti bangga melihat putrinya pintar memasak." Riana menyanjung Selena hingga dia menghabiskan seluruh isi mangkuk.

Billy tak kalah terkejut saat mencicipi sup buatan istrinya, cita rasa yang tidak pernah ditemuinya di restoran bintang lima sekalipun.

"Seharusnya kau juga makan, aku tidak ingin istriku menjadi kurus." Billy menarik tubuh Selena yang semula berdiri ke pangkuannya.

Seketika mata lentiknya terbuka lebar menatap Billy, bukannya melepas malah mengambil kesempatan meremas bok*ngnya di bawah sana.

"Billy, apa yang kau lakukan?" intonasi Selena begitu rendah penuh penekanan.

"Patuhlah." Billy menahan Selena di atas pahanya, segera disuapkannya sesendok sup pada istrinya.

Kalau tidak ada nenek Riana mungkin dia akan mendorong pria brengs*k itu sekuatnya. Sejenak Selena tersadar kenapa Billy melakukan hal gila ini di depan neneknya, tentu saja agar wanita paruh baya itu lekas pergi dari sana, dasar cucu tidak tahu diri.

Wanita paruh baya yang mengenakan pakaian santai itu menggandeng tas mungil branded di lengannya, meskipun sudah menginjak usia senja wajah keriput itu masih terlihat cantik.

"Kalian membuat nenek teringat masa muda dulu."

"Sudahlah, kalau begitu nenek pergi dulu. Terimakasih untuk masakannya menantuku." Riana mengucapkan itu seolah mewakilkan orang tua Billy terpancar kasih dan sayangnya melalui senyum yang terukir tulus.

"Nenek hati-hati." Selena melambaikan tangan setelah pria berstelan serba hitam membukakan pintu mobil. Dari kejauhan wanita itu membalas Selena.

Tidak berselang lama sebuah Maybach berwarna hitam tiba, kedatangan siapa lagi kalau bukan putri pewaris kaya dari keluarga Brown.

"Cepat ganti pakaianmu!" sergah Billy pada Selena.

Mau tidak mau Selena harus segera pergi dari sana, berurusan dengan Gisella bisa dibilang sangat merepotkan.

Gisella mencium pipi kanan dan kiri Billy yang bersambut, wanita bak putri raja itu mengenakan pakaian terbuka bergelayut manja.

"Apakah ini milikmu." Gisella menyuapkan satu suap sup ke mulut sebelum mendapat jawaban.

"Ya, hidangan yang disiapkan untuk nenek. Sup panjang umur." Billy ikut duduk di samping Gisella.

"Sangat lezat."

"Habiskanlah kalau kau menyukainya." Billy mengusap lembut penuh perhatian pada pucuk kepala Gisella. Dia sengaja tidak memberitahu siapa yang memasaknya bisa-bisa wanita di sebelahnya itu akan membuat masalah lagi.

Selena hanya bisa meremas ujung gaun pelayan yang dikenakannya dari balik dinding dapur. Perlakuan pria itu sungguh berbanding terbalik memperlakukannya dengan Gisella.

Billy membanting dua benda tipis ke meja, "Apa ini? Tiket?" Gisella bertanya sembari mengatupkan tangan pada bibirnya.

"Benar, tiket bulan madu."

Gisella menarik nafas kecewa, sebenarnya Billy telah memberitahu siapa sebenarnya Selena dan bagaimana mereka bertemu. Mulai saat itu Gisella semakin tidak suka dengan Selena sampai dia sengaja menjatuhkan gelas dan melukai tangan Selena.

"Apa aku boleh ikut?" Selena mulai bergelayut lagi pada lengan Billy dengan menumpukan kepalanya pada bahu kokoh yang menampungnya.

"Tentu saja," balas Billy cepat tersenyum hangat.

"Kau memang pria pujaanku," Gisella mendaratkan kecupan di pipi Billy, di balik senyumnya Gisella tengah merangkai rencana licik yang nantinya akan ditujukan untuk Selena.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status