Share

Ciuman Beracun

Author: Anaraksa
last update Last Updated: 2025-06-27 16:10:20

Hujan di luar belum berhenti. Tapi hawa di dalam mobil jauh lebih dingin.

Aku duduk diam di kursi penumpang, napasku tidak teratur. Sementara itu, Feby menopang dagu di setir mobil, menatap lurus ke kaca depan yang berkabut.

> “Lucu ya,” katanya tanpa menoleh. “Kamu bisa berdiri di depanku sekarang, ngomong pakai tatapan penuh percaya diri.”

Ia menyeringai, pelan tapi menyakitkan.

> “Padahal kamu cuma kurir, Raksa. Cowok kampung, yang dulu aku... jijik buat sebutin namanya.”

Aku diam.

> “Tapi nggak apa-apa,” lanjutnya. “Aku suka eksperimen.”

Ia akhirnya menatapku, pelan-pelan mendekat.

> “Malam ini aku kasih kamu satu hal yang bisa kamu banggakan seumur hidup.”

Seperti yang kau inginkan.

> “Apa?” suaraku nyaris tidak terdengar.

> “Ciuman,” jawab Feby, pelan. “Tapi setelah itu, kamu keluar dari mobil ini. Dan mulai besok, kamu siap-siap viral.”

> “Viral?”

> “Aku tinggal bilang kamu maksa. Nggak perlu bukti. Cukup muka polos dan air mata palsu sedikit,

kamu tamat.

Ia tersenyum manis — senyum palsu.

> “Cium aku sekarang. Atau aku bilang kamu maksa aku bahkan tanpa nyentuh aku sama sekali. Pilih yang mana?”

Jantungku berhenti satu detik.

Feby meraih daguku, mendekatkan wajahnya sendiri.

> “Kamu pikir kamu bisa bikin aku penasaran? Kamu salah. Aku cuma pengen balikin kamu ke tempat kamu seharusnya: bawah.”

Bibirnya menyentuh bibirku.

Singkat. Dingin. Sepi.

---

> [SISTEM: Misi 1 Selesai – FEBY ✅]

[Skill Diperoleh: Tatapan Penetrasi Lv.1]

[Peringatan: Target memiliki niat mencemarkan reputasi sosial. Level manipulasi: Tinggi]

[Proteksi Sosial Lv.1 Aktif – Jejak digital disembunyikan. Potensi laporan diputarbalikkan.]

---

Aku keluar dari mobil tanpa sepatah kata.

Hujan menampar wajahku, tapi tidak lebih dingin dari yang barusan.

Mobil melaju meninggalkanku. Seperti semuanya selama ini.

---

[SISTEM AKTIF – Detail Skill: “Tatapan Penetrasi Lv.1”]

Kemampuan membaca respons emosional spontan wanita

Dapat mengirim sugesti ringan lewat tatapan (efektif saat emosi target goyah)

Batas harian: 3x penggunaan

> “Ciuman pertama…” gumamku lirih.

“... dan rasanya seperti dikencingi dunia.”

> “Skill ini nggak akan nyelamatin harga dirimu, Raksa,” ucapku dalam hati.

“Tapi mungkin... bisa bantu kamu balas.”

---

Kontrakan.

Aku masuk dalam diam. Duduk di tikar tipis. Lampu kuning temaram.

Sistem masih aktif di kepala, suara notifikasinya masih terngiang.

Tapi aku tidak merasa menang. Tidak merasa naik level. Tidak merasa apa-apa.

Aku hanya menggenggam tangan sendiri, dan menggumam:

> “Kalau ini permulaan, berarti neraka nggak jauh dari sini.”

---

Malam itu panjang. Jam dinding tak berbunyi, tapi aku tahu waktu tidak jalan.

Aku menatap langit-langit kontrakan. Kipas angin gantung berderit pelan. Tubuhku kaku. Pikiran berputar.

Lalu…

[SISTEM AKTIF – MODE SIMULASI PERINGATAN]

[“Apakah kau siap melihat akibat jika sistem tak memberi perlindungan?”]

---

Simulasi 1: Tanpa Perlindungan Sistem

Kamera ponsel Feby aktif, suara rekamannya diputar ulang:

> “Dia maksa aku. Di mobil. Aku takut…”

Grup W******p alumni mulai heboh

Postingan dengan nama dan foto Raksa menyebar cepat

Klip diedit, dibuat seolah dia menangis

Pekerjaan MC sebagai kurir langsung ditangguhkan

Polisi mendatanginya

> “Kamu bebas, karena tidak cukup bukti. Tapi nama baikmu… sudah jadi abu.”

---

Aku duduk, terdiam. Tangan mengepal.

> “Gitu ya… itu niat dia.”

[SISTEM: Simulasi selesai. Proteksi Sosial Lv.1 telah menetralkan semua kemungkinan tersebut. Namun…]

> “Setiap skill yang kamu dapat… datang bersama harga.”

---

Aku berdiri. Keringat dingin menetes.

> “Kalau ini harga dari satu ciuman… gimana dengan sembilan lainnya?”

[SISTEM: Target selanjutnya sedang dalam pemindaian...]

---

Aku keluar rumah, masih dengan pikiran kacau.

Di luar, pagi baru saja membuka tirai. Seorang perempuan sedang mengangkat galon di depan rumah sebelah.

Lengannya berotot ringan, rambutnya dicepol rapi, memakai daster sutra dan sandal rumah mahal.

Dia janda. Tetanggaku. Pemilik toko kosmetik dua ruko dari sini.

Namanya…

> RITA.

Seketika, sistem berbunyi:

> [TARGET BARU TERDETEKSI – RITA]

Status: Janda. Emosi: Kesepian 47%, Waspada terhadap pria muda 31%, Rasa ingin dikagumi 68%.

Misi Awal: Buat dia mengundangmu masuk ke dalam rumah dalam 3 hari.

---

Aku menatap punggung Rita yang masih bergumul dengan galon.

Dia mengumpat pelan.

Aku tersenyum… setipis luka yang belum sembuh.

> “Feby nyium aku buat ngebunuh nama aku.

Tapi janda ini… mungkin bisa nyelametin ego aku.”

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Wanita Satu Skill   "Kenapa Kamu Selalu Tahu Sebelum Aku?"

    Lokasi: Rumah Rita – Pagi HariLangit masih lembut saat aku membuka mata. Suara burung kecil menyapa dari balik tirai, diselingi aroma samar dari roti panggang dan kopi hitam. Sejenak aku bingung—bukan di kamarku. Oh iya... aku masih di rumah Rita.Tanganku menyentuh sisi kasur yang kini kosong.Dia sudah bangun duluan.Aku bangkit perlahan, duduk di tepi tempat tidur sambil mengumpulkan sisa-sisa momen semalam. Ciumannya masih hangat di ujung bibirku. Sentuhannya, suaranya, bahkan tatapannya… semua terlalu nyata untuk disebut sekadar "interaksi target".Terlalu… dalam.> [SISTEM: Kondisi tubuh stabil. Skill “Stamina” aktif ][Rekomendasi: Jaga ritme interaksi. Sistem menganalisis pola emosional target.]Sudah aktif ya?" gumamku. Aku berjalan ke jendela. Dari sela-sela tirai, kulihat dia di halaman depan. Memakai hoodie tipis warna krem, Rita sedang menyiram tanaman. Rambutnya dikuncir ke atas, wajahnya terlihat tenang—dan... bahagia?Seolah-olah tak ada sistem. Tak ada misi. Tak ada

  • Satu Wanita Satu Skill   setelah Hujan, Sebelum Rindu 18+

    Hujan belum berhenti sejak sore. Rintiknya seperti tak mau kalah bersaing dengan debar di dadaku. Aku duduk di tepi kasur, mengenakan kaus pinjaman dari Rita dan celana pendek yang sudah sedikit kebasahan tadi. Badanku masih hangat seusai mandi. Tapi ada yang lebih hangat dari itu—suara langkahnya yang mendekat perlahan dari dapur.Rita muncul dengan rambut basah, mengenakan daster tipis warna lavender yang hampir menyatu dengan kulitnya. Ia membawa dua cangkir cokelat panas, lalu meletakkan salah satunya di meja kecil di samping tempat tidurku.> “Kopi malam-malam itu bikin dada deg-degan. Jadi aku buatin cokelat, ya,” ucapnya.Aku hanya mengangguk. Tenggorokanku terasa kering, padahal baru saja mandi. Bukan karena cokelatnya, tapi karena tatapannya… hangat tapi menyelidik. Dia tidak banyak bicara malam ini. Tapi setiap geraknya terasa seperti percakapan panjang yang tidak diucapkan.Ia duduk di sisi ranjang, sedikit membelakangi aku, mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Aku b

  • Satu Wanita Satu Skill   sarapan yang Berbeda

    Pagi ini, cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah gorden ruang tamu rumah Rita. Aromanya sudah berbeda. Bukan karena sabun cuci piring, atau kopi sachet yang biasa kubawa sendiri, tapi… karena ini rumah orang yang membuat detak jantungku tidak berjalan wajar sejak kemarin.Aku duduk di kursi makan, mengenakan kaus hitam dan celana training pinjaman Rita. Di depanku, ada sepiring nasi goreng dengan telur dadar yang digoreng setengah matang—bau bawangnya kuat, tapi menggoda. Di hadapanku, Rita—dengan kaus putih longgar dan celana pendek kain—terlihat seperti bukan janda… tapi wanita yang nyaman dengan rumahnya sendiri. Dan denganku, pagi ini.> "Kalau kamu bisa tahu isi hati cewek," katanya tiba-tiba, "kamu bakal pakai buat apa?"Aku berhenti mengunyah. Tanganku menggenggam sendok yang masih penuh nasi goreng. Aku menatapnya, mencoba menebak: pertanyaan iseng? Atau ujian?> "Tergantung," jawabku hati-hati. "Kalau buat nyakitin, nggak akan aku pakai. Tapi kalau bisa buat mereka te

  • Satu Wanita Satu Skill   Pelarian Sementara

    Lokasi: Rumah Rita -- keesokan harinya.Udara malam tak terlalu dingin, tapi suasana hatiku terasa beku.Motor kuparkir pelan di depan rumah Rita. Lampu terasnya menyala lembut, warna kuning remang-remang seperti mengundang, tapi juga menenangkan. > "Raksa? Udah selesai kerja?"Suara Rita.> "Iya, Bu.."> "Masuk,, udah malam. Aku lagi bikin wedang jahe"Nada suara itu ringan… tapi dalam. Seperti tahu apa yang terjadi, dan tahu persis bagaimana aku merasa.Aku masuk pelan, melepas sepatu di teras. Rumahnya hangat—bukan karena suhu, tapi karena aroma rempah dari dapur, cahaya kuning yang menenangkan, dan… cara Rita menatapku.Dia mengenakan daster batik sederhana, rambut digelung asal. Tapi aura dewasanya tetap terpancar, tak bisa disembunyikan.> "Duduk. Aku ambilin wedang dulu."Aku duduk di sofa kecil ruang tengah. Tak banyak hiasan di rumah ini, tapi semuanya terasa tertata, bersih, dan berkarakter.Rita datang dengan dua gelas. Tangannya hangat saat menyerahkan gelas padaku.> "Te

  • Satu Wanita Satu Skill   Makan sunyi, Rasa Nyata

    Lalu kami pun makan bersama, Kami duduk di pojok sebuah kedai makan sederhana, tak jauh dari café tempat drama tadi terjadi. Meja kayu berlapis kaca buram, penerangan seadanya dari lampu bohlam yang digantung rendah, membuat suasana terasa... tenang, hampir hangat.Rita duduk di depanku, tangannya memutar-mutar sendok di atas es jeruk. Ia belum banyak bicara sejak kami keluar dari café.Aku juga. Karena jujur... aku masih memproses semuanya.> “Maaf,” kata Rita tiba-tiba.Aku menatapnya. “Kenapa minta maaf?”> “Karena menciptakan badai di hadapan orang-orang. Karena menyentuhmu tanpa... izin penuh.”Aku menggeleng. “Aku yang harusnya minta maaf. Aku gak bisa ngelindungi diriku sendiri. Malah kamu yang turun tangan.”Rita tersenyum tipis.> “Kamu tahu, Raksa. Hidup ini kadang gak adil. Tapi aku benci kalau ada yang diam saja saat keadilan diinjak.”Aku diam.Lalu, dengan sedikit ragu, aku buka suara.> “Feby itu... dulu teman sekolahku. Waktu aku masih kurus, jelek, gak punya siapa-sia

  • Satu Wanita Satu Skill   Senyuman yang Penuh Rencana

    POV: FebyKamar berantakan. Lampu bohlam kekuningan memantul dari cermin bundar yang menempel di dinding. Aku duduk di depan meja rias, membenarkan lipstik merah muda di bibir yang sejak tadi kupoles ulang, berkali-kali.> "Kurir sok cool itu… berani banget sok jual mahal, ya."Kupetik ponsel dari pangkuan, membuka grup WhatsApp bernama "Geng Cakar Macan" — isi anggotanya cewek-cewek sosialita kampus dan beberapa cowok yang pernah ngelamar jadi pacarku tapi kutolak karena kurang ganteng atau kurang duit.Kutulis satu kalimat dan menyisipkan emot ketawa:> "Bentar lagi kalian bakal liat cowok kurir yang dulu ngarep banget sama aku. Sekarang makin ngarep 🤣""Malam ini, bakal aku bawa ke SKYHIGH. Siapin popcorn ya 😂"Kukirim.Notifikasi balasan langsung masuk:> Gisel: “Astaga Feb, kamu tega banget 😭” Intan: “Gue gasabar liat mukanya! Hahaha”Aku tersenyum. Bukan karena mereka tertawa, tapi karena aku mengendalikan panggung.Raksa. Dulu kamu tukang rayu murahan. Sekarang... kamu pikir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status