Home / Romansa / Second Woman / Bab 08 - Sebuah Kenyataan

Share

Bab 08 - Sebuah Kenyataan

Author: Riska Vianka
last update Last Updated: 2021-04-02 01:20:18

Sudah hampir dua hari Vira menunggu di depan pintu rumahnya. Suami yang dia idamkan belum juga datang. Hatinya terasa begitu sangat pedih. Ia hanya bisa berdoa semoga suatu saat nanti Tuhan akan melembutkan hati pria yang menjadi suaminya.

            Vira hanya mampu membatin, bahkan ia juga tidak pernah disentuh sama sekali oleh suaminya. Ia hanya dapat mengadu kepada Tuhan, agar memberikan keadilan atas ketulusan cintanya. Ia sudah bersabar tanpa batas waktu. Cintanya tidak bisa terbalaskan sama sekali. Sikap dingin suaminya selalu ia terima dan telan mentah - mentah. Dia tidak pernah mengeluh sama sekali. Ia terima, meskipun ada banyak luka-luka yang ia sembunyikan setiap waktu yang bergulir.

            “Ra, apa kamu yakin akan bertahan dengan pria seperti suamimu itu?”

            “Mas Reihan. Aku akan tetap mempertahankan pernikahan ini. Bagiku, pernikahan antara aku dan mas Kiano adalah momen yang sangat sakral. Itu merupakan ikatan suci di mata Allah,” terang Vira.

            “Percuma saja kamu bertahan, tapi dia nggak akan pernah menoleh atau melirik sekalipun kepadamu!” tutur Reihan. Sebenarnya ia merasa kalau Vira terlalu baik bagi sepupunya.

            “Mas, mungkin saja Tuhan masih belum bisa membukakan hati buat mas Kiano, tapi Vira yakin, kalau suatu saat nanti dia bisa melihat dan peduli terhadap Vira.” Vira mengucap penuh keyakinan dalam hatinya, meskipun ia masih meragu akan kata-katan

            Reihan pun merasa sangat kasihan, karena sikap dingin sepupunya itu. Padahal Vira selalu mencintai sepupunya, tapi dia malah terabaikan.

            “Ra, apa kamu sudah makan?”

            Vira hanya mengelengkan kepalanya.

            “Aku sedang tidak bernafsu makan. Karena aku kepikiran sama suamiku yang belum juga pulan, Mas.”

            Reihan menatap sendu sorot mata seorang perempuan baik yang tidak seharusnya sepupunya sia-siakan.

“Temenin aku buat makan malam di café seberang, Ra.”

“Maaf, Mas. Aku tidak bisa,” tolak Vira. “Aku tidak bisa pergi selain bersama mas Kiano.”

“Ra, aku ini sepupumu. Bukan, orang asing loh,” Reihan pun tersenyum. “Kiano nggak akan mungkin keberatan, jika sepupunya mengajak istrinya untuk menemani makan.”

“Tapi, aku nggak bisa, Mas. Karena, aku sudah bersuami. Apalah kata orang nanti melihat kita?”

“Ya ampun, Vir. Apa peduli kita apa kata orang yang nggak akan mungkin bikin kita kenyang, kalau kita masih mendengarkan apa kata orang,” ucap Vira dengan terkekeh.

“Udahlah, kalian berdua berangkat saja. Jaga Vira ya, Rei.”

“Siap tante. Rei akan jaga istri dari sepupu, Rei.”

“Ma.”

“Udah, kamu pergi sama Reihan. Lagian kamu butuh udara segar di luar,” ujar Joana.

--

Wajah cemas perempuan yang menggunakan baby dolls berwarna pink polkadot. Ia terlihat mondar – mandir tidak jelas. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

Pintu kamar tempat perempuan itu tinggal telah terbuka, lalu ia melihat seorang wanita memakai jas snelli lengan pendek, berserta stetoskop dan membawa sebuah tas jinjing.

“Silahkan, Dok. Periksa kandungan perempuan itu.”

Wanita itu pun datang bersama seorang pria tampan yang memiliki rahang begitu kokoh. Setelan pakaian yang begitu rapi.

“Astaga, ada drama apa lagi? Sumpah ini gila!” umpat perempuan itu dengan menaikan salah satu alisnya, ia menatap sinis ke pria berkemeja hitam.

“Danilla, kau harus diperiksa dengan dokter Yuanita.”

“Pak, saya sehat-sehat saja,” kilah Vira sambil menekan setiap kata-kata yang terucap dalam mulutnya.

“Tapi, kamu telah mengandung anakku,” cetus pria itu dengan penekanan tiap kata. Nadanya terlihat datar sekali, bahkan tidak ada senyuman yang terlukiskan.

“Apa saya mengandung anak anda?” ujar Danilla dengan tawa mengejek. “Nggak usah ngeprank atau bercanda, Pak. Mana mungkin saya hamil anak bapak?”

“Maaf, nyonya Danilla silahkan periksa dengan alat ini,” dokter Yuanita telah menyerahkan sebuah alat penguji kehamilan.

“Baiklah, aku akan buktikan, kalau aku nggak pernah mengandung anak anda,” Danilla mengucap dengan nada sangat sengak sekali. “Mana mungkin aku bisa mengandung anak dia, orang aku nggak pernah tidur sama dia. Aku masih perawan kali!” cicit Danilla dalam hati kecilnya.

Danilla pun meraih alat itu, lalu ia berjalan ke kamar mandi dengan pedenya.

Di Kamar mandi Danilla pun melakukan uji kehamilan dengan alat itu. Ia pun meneteskan air maninya ke dalam alat penguji itu. Ia mulai menarik napas perlahan-lahan, lalu mengembuskan perlahan-lahan lewat kedua rongga hidungnya.

“Halah, nggak akan mungkin terjadi,” gumam Danilla. “Aku yakin, kalau seumur hidup. Aku nggak pernah nyobain hal itu.”

-

Di Apartemen Akbar terlihat penasaran dengan kehidupan Danilla. Ia sangat kaget dengan pengakuan seorang pria yang mendadak datang dengan menyatakan kalau Danilla calon istrinya.

Sudah hampir tujuh tahun mereka berpisah, tapi sayangnya rasa cinta di hati Akbar masih ada. Ia bahkan berharap bisa meminang Danilla menjadi pendamping hidupnya.

Sebuah album kenangan tentang cinta mereka, bahkan sikap Danilla membuat Akbar sangat merindukannya. Dia harus berpisah, karena ia mendapatkan beasiswa di Sydney.

“Seandainya, saja kita masih bisa kembali.”

Akbar pun mulai mengingat kenangan manis di antara mereka.

(2011)

            SMA Angkasa Jaya, terlihat begitu berhamburan siswa-siswa di kala bel sekolah berbunyi. Seorang siswi dengan bandana kain polkadot hitam putih berlari menerobos gerbang. Ia pun selamat dari gerbang.

            Siswi itu nampak tersenyum, lalu melangkah masuk.

            “Hai manis!”

            Siswi itu menatap dengan sinis, ia merasa sebal dengan siswa-siswa yang nampak centil menatapnya. Siswi itu tetap berjalan menuju ke ruangan yang dia tuju.

            “Eh, Bro ada yang seger!”

            “Emang kamu kira adem sari bisa nyegerin!”

            “Weh, Akbar Akbar, masa kamu itu nggak tertarik sama sekali dengan siswi di sini satu pun. Apa jangan-jangan…”

            “Hey, aku masih normal. Cuman aku nggak minat aja buat jadi playboy kayak lu!”

            “Ya, Kalau nggak manfaatin ketampanan. Rugi banget!”

            “Tampan?” ulang Akbar sambil menatap sahabatnya yang mulai sok pedenya kumat.

            “Aku emang tampan, mana ada cewek nolak sama gua!”

            “aku pun nggak kaget, kalau nggak hanya cewek yang kamu modusin. Tapi, kucing betina pun pakai bedak kamu pasti tempelin.”

            “Njirrr, sialan kamu, Bar.”

            “Ya, bodoh amatlah. Pacaran doang nggak ada untungnya, lihat nilai ujian kamu pada kebakaran semua.”

            “Ya Ya Ya. Aku sadar, otak kamu itu bagaikan Albert Einstein!”

            “Kamu itu ya, sekolah yang bener. Masa hobi nggak berubah. Jadi tukang copy paste!”

            “Nggak usah kamu perjelas dech, Bar. Aku emang bodoh masalah pelajaran, tapi menaklukan hati perempuan adalah aku ahlinya,” kekehnya.

            “Hadeh, susah. Kalau punya temen otak kelinci, hobinya nggak berfaedah sama sekali.”

            “Bodoh amat, Bar.”

            Suara deheman membuat pembicaraan mereka berhenti.

            “Astaga, bidadari aku melihat bidadari turun dari surga,” ucapnya.

            “Kak, mau nanya. Kantor kepala sekolah di mana?” tanya siswi berparas imut.

            “Aku Bima Arya Seno.”

            “Nggak ada yang nanya nama kamu Bima.”

            “Astaga, Akbar. Ini buat pembukaan aja.”

            “Kamu kira mau upacara bendera pakai pembukaan baca undang – undang kemerdekaan?”

            “Biasa aja kalee, nggak usah kayak gitu. Mangkannya kamu jadi jomblo lumutan. kamu sich sok jual mahal!”

            “Kak?”

            “Eh, lupa kalau bidadari ada di sini,” rayuan gombal akut Bima.

            “Nggak usah kamu dengerin ucapan dia. Soalnya otaknya sudah agak kongsleting. Butuh diinstall ulang, Dek.”

            “Sialan kamu, Bar. Awas kamu!” umpat Bima agak mendesis.

            “Aku akan antar kamu ke ruang kepala sekolah. Supaya aman dan nggak dimodusin sama kelinci jantan ini!”

            “Makasih, Kak.”

            Ponsel pun berdering membuat lamunan tentang awal pertemuan itu telah semburat. Di layar ponselnya tertulis nomer yang tidak dikenal.

            “Nomer siapa ini?” pikir Akbar. Karena, tidak ada orang yang tahu nomer dia sama sekali. Lalu, ia pun mengangkat panggilan telepon itu.

            --

            Di kamar mandi Danilla pun menutup kedua matanya, ia belum sempat melihat hasil tesnya. Ia memilih untuk mengurungkan niat melihat hasilnya. Karena, ia takut dengan hasilnya. Tapi, seingatnya dia tidak pernah melakukan kegiatan panas itu.

            Danilla selalu menganut sebuah prinsip ‘No sex before married.’ Ia pun menatap bayangan wajahnya di cermin sambil melihat.

            Di luar sana Kiano merasa sangat penasaran. Ia tidak sabaran untuk menunggu Danilla keluar dari pintu kamar mandinya. Ia pun berjalan menghampiri perempuan itu.

            “Astaga, lama sekali dia,” omelnya dalam hati.

            Kiano mengetuk-ketuk pintu kamar mandi.

            “Ya, bentar kalee!” teriak lantang Danilla.

            “Cepetan!”

            “Ih, bawel banget!”

            Danilla pun keluar, tapi ia merasa gugup sekali, meskipun pada awalnya ia pede sekali.

            “Coba saya mau lihat!”

            “NIH!” Danilla pun menyerahkan alat penguji kehamilan ke Kiano.

            Kiano pun menunjukkan hasilnya, lalu Danilla pun pingsan seketika ke dalam pelukannya. Lalu, ia pun terpaksa mengendong Danilla ke atas ranjang kamar.

            *

         

Riska Vianka

Selamat membaca. Jangan lupa baca episode kelanjutannya.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Second Woman   Bab 57 : Kahfi Hilang?

    Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p

  • Second Woman   Bab 56 : Nenek Jahat!

    Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m

  • Second Woman   Bab 55 : Bukan Level!

    Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk

  • Second Woman   Bab 54 : Bukan Teman Ternyata

    Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya

  • Second Woman   Bab 53 : Jangan Ambil Anakku!

    Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej

  • Second Woman   Bab 52 : Rindu Masa Lalu

    Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status