Share

03. Lembaran Baru

"Selamat atas pernikahanmu, Danial."

Akting terbaik sepanjang sejarah hidup Rhea adalah ketika ia menghadiri pesta pernikahan Danial dengan senyum lebar yang terpantri di wajah cantiknya. Memberi ucapan selamat dan bersalaman seolah ia turut berbahagia dan dapat menerima dengan lapang dada kenyataan yang menyakitkan hari ini.

Sebuah kenyataan bahwa Danial tidak dapat lagi ia miliki. Pria itu sudah menjadi hak milik wanita lain. Dalam jarak waktu satu bulan sejak bercerai dari Rhea, Danial sudah menggelar pesta pernikahan keduanya dengan begitu mewah dan dihadiri oleh banyak tamu undangan orang-orang penting. Hebat sekali mereka.

"Terimakasih, semoga kau cepat menyusul." Di hari bahagianya bahkan Danial masih memasang wajah angkuh dan dingin. Sangat tidak sopan untuk menghormati para tamu yang datang.

Rhea mendengus samar, lalu melukiskan senyum sebagai respon baik dari doa mantan suaminya itu. Setelah menyalami mempelai wanita dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka, Rhea segera melangkah turun dari panggung pelaminan.

"Aktingmu bagus juga!"

Dengusan dongkol keluar dari bibir Rhea ketika mendengar bisikan mengejek dari teman kondangannya, Isabell.

"Kau mau kemana?" Isabell mengekori Rhea, tampak protes ketika wanita itu melewati hidangan prasmanan dan lantai dansa begitu saja.

"Pulang, aku mengantuk." jawab Rhea sambil berjalan lurus menuju pintu keluar. Sejujurnya, Rhea sudah tidak sabar ingin menangis dan menumpahnya kesedihannya di dalam mobil.

"Setidaknya kita makan dulu. Kau juga sudah dandan selama dua jam lamanya, sayang sekali jika kecantikanmu tidak di gunakan untuk berdansa dengan pria tampan! Lihatlah, di sini banyak pria tampan dari berbagai penjuru negeri! Kita harus mendapatkannya satu!" ujar Isabell menggebu, mata wanita lajang itu jelalatan menatapi pria asing yang memenuhi ballroom hotel tempat resepsi berlangsung.

Rhea memutar bola matanya malas, "Kalau kau ingin berdansa, berdansalah! aku ingin pulang." geramnya tertahan. Ia sudah menduga kalau membawa Isabell hanya akan merepotkannya saja.

Isabell mencekal tangan Rhea, memaksa tungkai wanita itu untuk berhenti melangkah. "Ayolah, Rhea! kau harus berdansa agar terlihat bahagia dan tidak sedih atas pernikahan mantan suamimu yang brengsek itu!"

"Aku memang tidak sedih!" elak Rhea tegas, cukup Rayn saja yang tahu bagaimana hancurnya ia usai kepergian Danial.

Isabell merengut masam mendengar suara lantang Rhea, "Kalau begitu tunjukanlah!" Rhea anggap itu sebagai tantangan.

Gigi Rhea menggeletuk, tatapannya menghunus Isabell tajam dan dalam. "Kau memang menyebalkan!" cebiknya kemudian berbalik badan, tanda bahwa ia menerima tantangan dari Isabell. Tubuh Rhea hampir saja oleng ketika Isabell menggandeng dan menyeretnya ke lantai dansa secara paksa.

Rhea menghentikan langkahnya, menepis kasar tangan Isabell, "Aku menurutimu untuk tetap di sini bukan berarti aku ingin berdansa!" sentaknya galak. Isabell hanya mendengus kemudian beranjak menjauh untuk mencari teman dansa. Sementara Rhea berjalan ke tepi lantai dansa, berdiri dan memandang para pasangan dansa dengan tatapan kosong, ia melamun.

Tanpa Rhea sadari, di panggung pelaminan sana dirinya menjadi fokus penuh sang pengantin pria. Tatapan Danial tidak teralihkan dari Rhea barang sedetik pun bahkan sejak wanita itu turun dari pelaminan usai mengucapkan selamat atas pernikahannya.

* * *

Rhea akui, melupakan Danial tidak mudah. Maka dari itu ia berniat melarikan diri dari kota yang ia benci ini.

"Bandung? Dekat sekali, seharusnya kau kabur ke luar negri!"

"Aku tidak kabur, aku hanya ingin mencari suasana baru!"

Isabell berdecih, "Ya, anggap saja aku percaya dengan bualanmu!" dumelnya sambil membantu Rhea mengemasi barang-barang wanita itu.

Rhea merasa depresi usai perceraian yang ia alami. Bukan hanya jam tidurnya yang semakin berantakan, tapi nafsu makannya pun ikut menurun. Untuk itu ia memutuskan pergi dari rumah dan meninggalkan semua kenangan tentang Danial dan dirinya yang terjadi di masa lalu.

Rumah besarnya akan ditempati oleh Rayn. Rhea tidak berniat untuk menjualnya karena suatu hari nanti ketika ia sudah berdamai dengan takdir dan bisa menerima semua dengan lapang dada, Rhea akan kembali. Menghuni rumah ini dengan jiwa yang lebih bebas lagi.

"Kau yakin hanya membawa baju-bajumu saja?" tanya Isabell tak percaya.

Rhea mengangguk, "Ya, karena rumah ini akan ditempati Rayn, aku percaya dia bisa merawat semua fasilitas yang aku berikan." katanya membuat Isabell iri dengan Rayn karena memiliki kakak yang sangat royal seperti Rhea.

"Tapi aku tidak percaya! Kau tidak ingat bagaimana penampakan kosan adikmu itu? Lebih parah dari pada kapal pecah!" sungut Isabell, "Seharusnya kau titipkan saja rumahmu ini padaku, akhir-akhir ini aku kesulitan bayar kosan." lanjut Isabell sambil bergelayut manja di lengan Rhea. Merayunya.

Rhea mengangkat kedua alisnya, "Tentu saja, kau boleh tinggal di sini bersama Rayn kalau kau mau." ujar Rhea tanpa pikir panjang. Isabell sudah seperti saudara sendiri baginya, meski terkadang tingkah gadis itu menyebalkan.

"Sungguh?!" Isabell membelalakan kedua matanya. Ia tahu Rhea baik hati, hanya saja ia merasa aneh karena tiba-tiba Rhea mudah dibujuk.

"Ya, aku tidak keberatan sama sekali."

Isabell langsung menyambar tubuh Rhea, memeluknya dengan erat sekali. Membuat Rhea memberontak kecil karena kesulitan bernapas.

"Kau ini!" sentak Rhea jengkel setelah Isabell melepaskan pelukannya.

Isabell menyengir, tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.

"Kau harus mengatakan hal ini juga ke Rayn. Karena adikmu itu tidak akan mengelak jika kau yang menyuruhnya."

"Ya, nanti aku akan bilang ke Rayn. Tapi, kalian tidak boleh tidur di satu kamar yang sama." goda Rhea seraya memainkan alisnya.

"Kau sudah gila?!" sahut Isabell kesal.

Sedikit informasi saja kalau Isabell dan Rayn adalah mantan kekasih, mereka pernah menjalin hubungan di masa SMA. Namun hubungan mereka sudah kandas sejak satu tahun lalu dengan alasan yang Rhea tidak ketahui.

Rhea menutup resleting kopernya, lalu bangkit berdiri, "Kau pulanglah, aku ingin istirahat." usirnya tak berperasaan.

"Dengan senang hati, Nyonya Rhea!" ketus Isabell, baru lima langkah beranjak, gadis itu kembali berbalik badan dan menatap Rhea dengan tatapan menyelidik, "Kau... kapan kau akan berangkat ke Bandung?" tanyanya.

"Besok."

"Mendadak sekali?"

"Ya, aku sudah muak sekali di sini!"

Sama seperti Danial, Rhea pun akan membuka lembaran barunya juga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status