Anea mengambil gawainya, segera mencari kontak Mamy Han. menekan tombol panggil dan menunggu wanita itu menjawab teleponnya.
Tuuut... Tuuttt.. Tuuuttt...
(Halo. Ada apa Anea?)
(Tolong aku mam, istri om Pram baru saja melabrakku. Dia galak sekali seperti macan yang habis beranak.)
(Apa? Pram?? Kenapa bisa?)
(Entahlah mam, dia mendapatkan bukti foto di villa.)
(Kalau begitu datang kesini sekarang, kita bicarakan disini.)
(Tidak mam, aku sedang lelah. Mungkin aku akan bersembunyi saja dulu untuk sementara waktu.)
(Baiklah terserah kau.)
(Tapi tolong jangan sampai dia menemukanku, rahasiakan keberadaan diriku dari siapapun.)
(Baiklah, mamy setuju.)
(Ya sudah mam, terima kasih. Bye!)
Jan mendengar sedikit obrolan Anea dengan bosnya itu. Ia mencoba bertanya beberapa hal tentangnya.
"Apa kau jadi ikut tinggal dengan ku?" Jan bertanya memastikan.
"Tentu saja. Apa kau mau aku jadi bulan-bulanan
"Sayang.. kenapa kau melamun?"Anea terkejut karena tiba-tiba Jan sudah pulang dan masuk tanpa Anea sadari."Sayang, kau sudah pulang?""Ya, apa kau tidak melihatku masuk?" Jan memang membawa kunci sendiri.Anea hanya menggeleng pelan, beberapa saat kemudian ia tersenyum."Apa ada yang mengganggu pikiranmu?""Tidak ada, aku hanya kesepian. Apa yang bisa kulakukan selain melamun?""Itu tidak baik, sayang.""Aku tahu itu ""Emm.. Jadi lihatlah apa yang ku bawa untukmu."Jan mengangkat sesuatu di tangannya. Ekor mata Anea bergerak mengikuti gerakan tangan Jan. Sebuah kantung plastik yang menggembung tampak menutupi isinya, Anea tak bisa menebak benda apakah itu."Apa yang kau bawa sayang? Apakah makanan favoritku?""Bukan." Jan menggeleng."Lalu?" Anea menjadi penasaran."Bukalah, kau akan senang mendapatnya."Anea mengambil langkah dan meraih bungkusan plastik itu dari tangan Jan. Ma
Anea menenteng highheels ditangan kirinya. Dengan wajahnya yang terlihat kuyu ia berjalan lemah. Begitu sampai di kamar ia langsung menjatuhkan diri diatas kasur.Para lady bar baru saja ditebus oleh Mamy Han setelah semalam di razia petugas kepolisian. Memang terasa mudah segala sesuatunya jika menggunakan uang.Namun Mamy Han geram mengingat insiden yang di sebabkan istri salah satu pelanggannya itu ternyata berasal dari Clara. Ia tak menyangka anak buah kesayangannya itu melakukan hal bodoh yang membuat dirinya harus merugi ratusan juta. Mamy Han memarahi Clara habis-habisan atas kecerobohannya itu.Lewat kejadian ini Anea pun jadi tahu kalau selama ini yang sering iri hingga kerap melaporkan apa pun kepada Mamy Han adalah Clara. Meskipun ia sendiri sempat heran padahal tak pernah sekalipun ia berseteru dengan primadona bar itu.Apa yang membuat Clara iri dengan Anea? Rasanya hampir tak ada yang
Hari ini apartment Anea resmi terjual. Ia menggunakan uang penjualan untuk melunasi kompensasi kepada Mamy Han. Padahal dirinya dulu yang di jebak dan dipaksa bekerja di bar, sekarang saat akan keluar pun malah harus membayar.Seharusnya si keparat Indra lah yang harus membayar segalanya atas hidup Anea. Dia yang menyebabkan Anea berada dalam garis hidup yang salah.Sayang sekali, kabar terakhir yang Anea dengar Indra telah melarikan diri ke luar negeri sehingga dirinya tidak menemukan keberadaannya sampai sekarang. Padahal ia sudah geram sekali dengan bajingan itu. Mereka hanya sebatas kekasih, pun belum terlalu lama. Berani-beraninya menjual Anea kepada Mamy Han.Andai Anea bisa menemukan jejaknya, maka akan ia pastikan bajingan itu tidak akan selamat!Waktu berlalu. Ketika hutang Indra telah dinyatakan lunas karena pekerjaannya, apa yang harus dilakukan Anea selanjutnya? Mamy Han sudah bersedia melepaskan diri
Berhari-hari Anea jalani tanpa kesibukan yang berarti. Sudah mencoba mencari pekerjaan namun tak kunjung dapat.Ia tak bisa bekerja menjadi pembantu seperti dahulu. Jelas ia akan malu kepada Jan. Padahal lowongan pembantu banyak infonya, tapi ia menampik mentah-mentah pekerjaan itu. Bukan merendahkan pekerjaan, namun alasan sebenarnya adalah ia trauma dengan masa lalu.Itu adalah masa lalu, tak perlu di ulangi!Paling tidak ia berencana melamar pekerjaan sebagai pegawai toko. Mungkin itu terlihat sedikit berkelas dari pada harus kembali menjadi jongos.Bagaimana dengan pegawai kantor, apa ia tidak berminat? Bukan tak minat, namun karena ia tak memenuhi syarat. Benar, itu karena Anea tidak sekolah tinggi!Ia tak mempunyai ijazah, bagaimana mau menjadi orang kantoran? Membayangkan saja rasanya mustahil. Hal ini sekaligus menjadi pacuannya untuk menyekolahkan adiknya setinggi mungkin, agar tak bernasib sama s
Anea menengadahkan kepalanya ke atas, kemudian menarik kecil rambut lurusnya yang tergerai.“Bagaimana sayang, iya kan?” Jan mengejar jawaban.“Emm.. sepertinya malam ini aku tidak bisa, badanku sedang butuh istirahat. Maaf sayang, mungkin lain kali ya.”“Istirahat? Apa kau sakit?”“Tidak sayang, bukan begitu.”“Lalu?”“Sudah kukatakan, lain kali saja ya.”“Kau terlihat berbeda.”“Tidak begitu. Emm.. sudah dulu ya, taksiku datang. Bye sayang!”Anea mematikan sambungan telepon ketika sebuah taksi berhenti tepat di depannya. Tak menunggu lama, ia segera menaiki kendaraan itu.Sementara di lain tempat, Jan merasa kesal dengan kekasihnya. Tidak biasanya Anea menolak keinginannya. Sudah beberapa hari ini ia tidak menyalurkan hasrat lelakinya, tentu saja ada yang menggebu di dalam sana.Ia sedang stres memikirkan peker
“Jan!! Di mana kamu.”Anea merangsek masuk menuju kamar, tanpa membuang waktu ia segera memutar knop pintu.Brak!!“Anea..” Jan terbeku di tempatnya. Tak tahu harus bersikap seperti apa.Anea mematung ketika mendapati kekasihnya berada satu kamar dengan wanita lain.Nyess!Ada yang tertusuk di dalam sana. Luka yang dulu menganga lebar, baru beberapa waktu disembuhkan. Namun kenyataannya sekarang malah ditancapkan pedang yang lebih tajam.“Apa yang kalian lakukan di sini?”Sementara itu, Clara yang merasa menang telah mendapatkan Jan, kini semakin melambung hatinya. Tak ia sangka, tanpa perlu ia beri tahu, kini Anea sendiri yang memergoki dirinya berasa dikamar yang sama dengan kekasihnya.“Bagus jika kau mengetahuinya secara langsung, aku tak perlu repot memberi tahumu.”“Clara!” Jan membentaknya dengan mata yang menyala tajam.“Ada apa
Sejak meninggalkan apartment Jan tadi pagi, Anea sengaja mematikan gawai. Dirinya merasa perlu menenangkan diri terlebih dahulu sebelum meminta penjelasan Jan. Tapi semakin lama ia semakin penasaran.Anea menatap lekat layar ponsel itu. Walau bagaimanapun dirinya harus meminta kejelasan pada kekasihnya atas apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan ingin menekan tombol power di sisi samping, namun terbesit ragu di hatinya.Bagaimana jika yang akan dikatakan Jan adalah hal yang menyakitkan? Sanggupkah Anea menghadapi? Lagi pula kenapa sewaktu Anea berlari keluar tadi pagi, Jan tidak mengejarnya?Apakah Jan sudah tidak membutuhkan dirinya lagi? Beribu pertanyaan menyerang benaknya.Ting.. ting.. ting..Nada notifikasi berebut masuk memenuhi layar ponsel. Hati Anea sangat berharap bahwa yang menghubunginya adalah Jan yang mencoba mencari keberadaannya.Jan memang belum tahu tempat tinggal Anea yang baru. Mungkin itu sebabnya kalau Jan belum m
Lima bulan Anea tinggal bersama Jan di apartment. Sebagai seorang buruh di kedai kopi ternyata penampilan Anea banyak berubah. Entah hanya perasaannya saja atau memang benar-benar terjadi. Saat ini Jan mulai tak semanis dulu. Padahal Anea sudah semaksimal mungkin melayani kebutuhan Jan, baik kebutuhan fisik ataupun batin. “Apa aku harus berhenti bekerja agar bisa merawat diri kembali.” Lirih Anea saat memandangi wajahnya pada cermin pintu lemari baju. Wajahnya dari dulu memang tidak kinclong seperti boneka porcelen, namun terlihat segar dengan kulit sawo yang terlihat manis. Kuku-kuku jarinya dulu panjang dan lentik, sekarang ia potong pendek agar memudahkan saat bekerja. Tangan mulus dan kaki jenjang yang dulu menjadi pujaan kaum lelaki pun kini terlihat sayu dan nampak kering karena jarang pergi spa. Apakah penampilannya seburuk itu saat ini hingga Jan menjadi tak romantis lagi? Anea tidak rela jika harus kembali kehilangan Jan. Ia harus seg