Karyawan perusahaan Naka berkumpul di lapangan kantor, suasana ceria terlihat jelas pada wajah mereka. bagaimana tidak, mereka ini mau melakukan perjalanan wisata ke Ciwangun Indah Camp, dalam rangka gatering perusahaan Gasendra Corp.Lokasi gathering kali ini, banyak direkomendasikan untuk kegiatan wisata yang menarik dan dijamin seru, karena kawasannya yang merupakan terdiri dari perpaduan Hutan Pinus dan juga lokasi salah satu Perkebunan Teh di Bandung. Lokasi ini juga merupakan pilihan yang paling banyak dipilih oleh karyawan Gasendra Corp.Semua sudah antusias sekali, karena tempat wisatanya akan memiliki keindahan alam yang indah, berhawa sejuk dan udaranya bersih sambil jalan-jalan menyusuri tepian sungai situ lembang, menuruni lembah dan beristirahat di sebuah danau buatan yang seklilingnya terdapat saung.Fasilitas wisata yang menarik juga banyak seperti camping Ground, area outbound, saung, aula, gazebo, villa, kebun stroberi, saung makan. Jika semua bergembira menyambut hea
Naka tidak bisa lagi diam, pikirannya sangat kalut dengan keberadaan Lika di lokasi gathering dan segala rundown acara. Keberangkatannya harus ditunda—ada yang lebih mendesak yang harus dia urus. Lika, istrinya, telah nekat pergi ke gathering perusahaan di Lembang tanpa izinnya. Kini, pemikiran tentang keselamatan Lika dan bayi kembarnya menghantui pikirannya.Apalagi tadi dia dengar sendiri, Lika mau naik bukit. Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran Lika, seenaknya naik bukit. Dia sedang hamil, apa tidak memikirkan hal itu. Sial, Naka mendadak frustasi begini.Dengan langkah cepat, Naka melangkah keluar rumah sakit setelah dia menitipkan Ivanka pada suster yang menjaganya. Mengambil kunci mobil dengan tergesa-gesa. Dia melompat ke dalam mobilnya, menyalakan mesin dan memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Setiap tikungan dijajalnya dengan brutal, pohon-pohon pinggir jalan menjadi kabur seiring dengan laju mobilnya yang menerobos batas kecepatan.Di dalam hati, kekhawatiran bercamp
Lika berdiri di ambang pintu kamar masa kecilnya, memperhatikan setiap sudut yang membangkitkan ribuan kenangan. Dia memejamkan mata, mengirup aroma khas rumah kecilnya. Ah Lika rindu sekali nuansa didalam rumah ini.“Siapa..” Suara wanita paruh baya membuat Lika membuka matanya. Sang mama berjalan menuju ruang depan, begitu melihat putri satu-satunya yang datang, ia lantas berseru senang."Loh anak mama pulang nggak ngabarin," suara Mama Elise yang hangat memecah kesunyian, sambil berjalan mendekat dengan senyum lebar. Lika membalas dengan pelukan erat, "Cuti jadi bisa nginep beberapa hari, Ma."Mama Elise memandangnya penuh kebahagiaan, lalu bertanya, "Darimana?" dengan rasa ingin tahu. "Dari gathering perusahaan," jawab Lika, berusaha terdengar santai meski jantungnya berdegup kencang.“Ih mama kangen. Sini sini masuk, mama lagi masak sama Bik Nani, dia teh ngak dengar kalau ada tamu,” seru sang mama antusias. Sok mau pakai Bahasa Sunda, tapi tidak bisa Mama Elise, karena aslinya c
“Semua sudah siap, pak.” Bara mempersilakan Naka berjalan duluan, pesawat pribadi telah siap membawanya dan Ivanka ke Singapura.“Hmm, Bara.”“Ya pak,” sahut Bara sopan.“Kamu yakin Lika cuti?” tanya Naka tidak percaya, ketika Bara mengabarkan jika istri kecilnya itu cuti dan sudah dua hari tidak masuk kerja.“Benar pak. Tapi saya tidak tahu dia kemana.”Naka mengangguk, yang pasti Lika tidak berada di apartemennya. Karena Naka menghubunginya ponsel mati dan CCTV tidak terpantau Lika ada disana.Naka menggeram, dia benci situasi seperti ini. Ivanka membutuhkannya, tapi dia hingga kini tidak mengetahui keberadaan Lika yang sedang mengandung anaknya. Sehari Lika tidak masuk kerja, Naka pikir gadis itu butuh istirahat namun hari kedua tidak bekerja, Naka kira sakit. Di cek apartemen, tidak ada Lika.“Baiklah, saya titip kantor.” Naka tidak tahu harus bagaimana, dia hanya berharap Lika bisa menjaga diri dan kandungannya dengan baik. Sementara Naka harus menemani Ivanka berobat ke Singapur
Akhirnya, Naka dapat mendengar kabar gembira. Bukan mengenai Ivanka, melainkan istri kecilnya, Anulika. Istrinya kini sudah kembali, setelah menghilang ke Bandung.Naka merasa gelisah yang mendalam ketika Bara memberitahunya tentang keberadaan Lika di kantor. Tanpa membuang waktu, ia bergegas meninggalkan ruang perawatan di mana Ivanka, sedang dirawat. Walaupun hatinya terbelah antara keluarga dan kekhawatiran atas Lika, ia tak bisa mengabaikan kecemasan yang membara.“Bara siapkan pesawat,” pinta Naka serius.Mungkin yang dilakukan Bara sebagai sekretaris merangkap asisten saat ini hanya mendesah. Ditengah pekerjaan dikantor yang membludak, dia juga harus mengurusi masalah pribadi bosnya.“Siap pak.”Tentu Naka menitipkan Ivanka pada suster yang dia bayar untuk menjaga istrinya, Naka tidak mau direpotkan juga karena dia masih harus mengurus permasalahan pekerjaan di kantor, dan kini.. Anulika.“Katakan pada Nyonya, jika aku ada meeting dadakan,” kata Naka yang diangguki suster.Selam
Naka memasuki rumah masa kecilnya, sudah ada sang mama yang ternyata menunggu kedatangannya. “Halo ma..” sapa Naka mengecup mama Nyra Gasendra, yang berdiri menunggunya di rumah mewahnya.“Halo sayang. Mama merindukanmu, bagaimana keadaanmu nak?” tanyanya memeluk buah hati satu-satunya itu.“Aku baik,” jawabnya sopan.“Perusahaan bagaimana?” tanya mama Nyra, Naka menjawab secara general saja. Namun dia juga menunggu mamanya menanyakan kabar istrinya, namun sudah 10 menit dia disana dengan bergaia pertanyaan, sang mama belum juga menanyakan keadaan Ivanka.Naka bertanya keadaan oma yang sedang sakit, begitu pun sang papa. Mama Nyra menjawab dengan tenang, keadaan oma semakin membaik. Naka mengangguk, dia menunggu ada apa mamanya ingin menemuinya, dan kenapa tidak ada pembahasan mengenai istrinya disini.Merasa tidak ada pertanyaan mengenai istrinya, Naka memulainya dengan menyerukan keberadaan Ivanka. “Ivanka sedang di Singapura, dia menjalani perawatan disana,” ucap Naka tiba-tiba.
Anulika mendesah begitu melihat Naka duduk di sofa apartemennya, ah lebih tepatnya apartemen pria ini. Karena dia yang membelikan, maka otomatis Naka punya akses masuk kesini kapan pun dia mau. “Bisakah aku sendiri dulu?” tanya Lika dengan wajah datar, baru selesai mandi dan dia melihat kedatangan Naka, pria yang juga ayah dari dua bayi yang dikandungnya.Naka menghela napasnya, kepalanya mau pecah. Belum soal sang mama yang mau menjodohkannya kembali juga Ivanka yang meminta datang untuk menemaninya, dan kini Anulika. Tapi diantara semuanya, Naka lebih suka berada disini.“Aku membutuhkanmu.”“Membutuhkan tubuhku?” sindir Lika, Naka menggeleng dan berjalan merengkuh tubuh gadis itu. Ah perutnya sudah sedikit membesar.“Jangan berkata seperti itu,” tolak Naka.“Lalu apa?” Hardik Lika, dia emosi kalau ada Naka.“Lika, dengar. Aku tahu hubungan ini berawal dari kesalahan. Tapi sejak ada bayi ini, aku tidak merasa demikian.”“Kalau tidak ada bayi ini, juga kita akan berpisah, mas.”“Buk
Naka kembali ke Singapura, dia sudah izin pada Lika. Sebagai sesama perempuan, Lika mengizinkan. Tidak ada rasa sakit hati atau cemburu, yang ada hanya rasa penyesalan. Harusnya dia tidak melakukan perbuatan itu dengan Naka, sehingga membuahkan bayi kembar dalam kandungannya.Jangan nakal ..Jangan sampai mati ponsel kamu ..Jangan tidur malam ..Jangan lupa minum susu hamil ..Vitamin dan obat mual sudah aku atur, supaya kamu minumnya gampang ..Dan banyak jangan yang Naka berikan, sebelum pria tampan itu pergi meninggalkannya.“Iya ih, kenapa cerewet sekali,” pekik Lika, malas dengan semua larangan yang Naka berikan padanya.“Aku hanya khawatir, Lika.” Naka menatap sendu istri kecilnya yang semakin hari semakin cantik itu.“Aku mencintaimu,” ucap Naka, menarik bahu sempit itu dan mendekapnya erat. Naka hirup aroma tubuh Lika yang seakan menjadi candu untuknya.Cup..Tadinya Naka hanya ingin mengecup singkat saja, sialnya bibir mungil itu terlalu menggiurkan untuk ia abaikan.Naka be
Naka langsung mengambar sebuah tas besar yang berisi perlengkapan bayi mereka dan Lika. Sepekan setelah dokter mengatakan Lika akan melahirkan, mereka memang mempersipakan semuanya.Lika memegang perutnya, merasa nyeri akan kontraksi yang datang silih berganti. “Mas,” rintih Lika mengejan.“Tahan Yang, jangan di sini.” Naka panik dengan Lika yang kelihatan mengejan.Si kembar yang kebingungan menangis, pelayan pun menenangkan mereka.“Jaga anak-anak,” perintahnya pada pelayan, namun Gala dan Galen menangis histeris melihat mami mereka kesakitan.“Papi itutttt,” teriak mereka.Ah bala bantuan dari kakek nenek tidak datang, saat dibutuhkan. Naka yang tidak tega pun akhirnya menyuruh pelayan membawa mereka di mobil yang berbeda. Lika sudah tidak bisa mengurusi, rasa sakit mengalahkan segalanya.“Kamu nggak nyetir sendiri, mas?” tanya Lika keheranan, karena ada supir di dalam.“Aku nggak kuat, Yang. Supir saja sudah,” lirih Naka, Lika mau tertawa tapi tertahan karena rasa sakitnya.**Me
Anulika terus memandang takjub akan kamar bayi perempuan yang sedang dikandungnya. Bagaimana tidak, kamar bayi dulu bekas kamar si kembar disulap sang suami sangat girly sekali.Kamar yang telah Naka siapkan untuk sang bayi perempuan memancarkan kesan lembut dan hangat. Dinding-dindingnya dicat dengan warna krim yang terang, memberikan kesan lapang dan bersih. Di sudut ruangan, terdapat tempat tidur bayi yang dilengkapi dengan kelambu tipis berwarna putih, menambah nuansa mimpian dan perlindungan.Di sekeliling kamar, terpajang beberapa pernak-pernik berwarna pink yang menambah keceriaan. Sebuah mobile dengan boneka kecil berbentuk bintang dan bulan menggantung di atas tempat tidur, siap menemani tidur sang bayi dengan lembutnya irama yang ditiupkan angin. Lantai kayu berwarna terang dipilih untuk kesan hangat dan alami, dan di atasnya terhampar karpet lembut dengan pola geometris sederhana yang nyaman untuk kaki kecil yang mungkin akan belajar merangkak di sana.“Bagus banget, mas.”
Lika berjalan dengan penuh semangat menuju kantor suaminya, hatinya berbunga-bunga membayangkan kejutan yang akan dia berikan kepada Naka. Bawaannya rindu terus sama sang suami tercinta.Lika ini jarang ke kantor Naka, padahal masih banyak teman-teman lama. Sudah jadi Nyonya besar dia, jadi menunggu suami pulang saja ke rumah.Ceklek,Dengan penuh keyakinan, dia membuka pintu ruangan suaminya sambil berseru lembut, "Papi sayang." Lika menyapa dengan mendayu lembut. Bara tidak ada di mejanya, pasti sedang mewakili suami di luar kantor.Deg,“Sayang,” sahut Naka membalas dengan raut terkehutnya.Namun, kegembiraannya seketika memudar saat melihat Naka sedang serius memimpin rapat dengan beberapa karyawan. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara diskusi mendadak hening, semua mata memandangnya dengan tatapan terkejut.“Ehh, lagi rapat ya.” Lika meringis, malu sekali. Dia sudah menanyakan suaminya ada di kantor tidak, Naka menjawab ada. Memang ada, tapi sedang memimpin rapat.Lika merasa
Lika dan Naka merasa senang, masalah Martha dapat diselesaikan dengan baik. Eza dan Rendi Surya juga sudah meminta maaf pada Naka, karena memang keduanya tidak terlibat dalam rencana Martha.Kini, Lika dan Naka sedang mengadakan acara gender reveal bagi anak ketiga mereka. Awalnya Lika tidak mau, karena si kembar dulu juga tidak ada acara. Namun, Mama Nyra mengatakan tidak apa-apa, karena keadaan sudah berubah menjadi membaik. Akhirnya Lika pun mau mengadakan acara itu.Di tengah taman hotel yang luas, berbagai dekorasi alam telah disiapkan dengan cermat untuk pesta gender reveal Lika dan Naka. Lika sendiri yang turun tangan, meski suaminya sudah melarang. “Sayang percuma pakai EO, kalau kamu juga yang atur,” pekik Naka, menarik pinggang suaminya,Lika tertawa, melihat suaminya merengut karena ditinggal istrinya keluar. Mereka sudah berada di hotel, tempat acara akan berlangsung besok. “Gemes mas, ini terlalu indah. Jadi aku mau ikut terlibat,” jelas Lika.“Nggak usah,” tegas Naka,
Lika mendekati suaminya, seharian ini dia membiarkan Naka dengan si kembar. Mereka mandi bareng, bermain, makan dan memberantakan rumah dengan segala isinya. Lika acuh saja, dia tahu Naka sedang berusaha mengembalikan mood-nya, setelah kejadian tadi malam.“Hei,” sapa Lika memberikan secangkit cokelat hangat untuk Naka.Naka menerimanya dengan senyuman manisnya, “Terima kasih sayang,” balasnya.Lika duduk di samping suaminya, menyenderkan kepala manja di lengan sang suami. “Kamu sudah membaik, mas?” tanyanya pelan.Naka mengangguk, “Yeah, berkat kamu sayang.”“Ingin membahasnya?”Naka terdiam, dia tahu soal apa tapi bingung mau memulainya darimana. “Entahlah, apa kamu bisa menerima ini, sayang.”“Maksud mas?” Lika menegakkan duduknya.Naka menghela napasnya berat, lalu memandang penuh cinta istri cantiknya. “Tadi malam sangat kacau, aku berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”“Siapa yang taruh obat itu, mas. Gimana bisa, aku masih nggak ngerti?”Naka pun menjelaskan, jika dia hadi
Lika menatap suaminya, Naka, dengan kebingungan saat pria itu masuk ke dalam kamar mereka dengan langkah gontai.Brak!“Mas,” pekik Lika saat Naka masuk kamar dan langsung jatuh ke lantai.“Mas mabuk ya?” tanyanya seraya membantu suaminya berdiri.Wajah Naka pucat pasi dan keringat bercucuran membasahi kemeja yang dikenakannya. "Mas, kenapa?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Naka tidak menjawab, hanya berjalan lunglai menuju kamar mandi sambil menahan dinding. "Lagi sayang," pekiknya, suaranya terdengar serak.“Lagi apa?” tanya Lika heran. “Isi dengan air dingin dan tambahkan es batu."Lika bergegas menuruti perintah suaminya, sambil hatinya berdebar kencang, takut ada sesuatu yang serius terjadi pada Naka. Dia mendengar suaminya menggeram kesakitan dari dalam kamar mandi.“Mas kenapa, jangan bikin aku panik,” pekik Lika, karena Naka langsung menyeburkan diri ke dalam bathube tanpa membuka bajunya.Hap!Naka menahan tangan Lika, saat istrinya mencoba melepaskan dasi yan
Suara musik makin menggema, padahal hari sudah sangat larut malam. Naka yang merasakan sedikit pusing, memutuskan untuk berdiam dulu. Mencoba menghilangkan rasa pusing di kepala, mungkin karena lampu kelap kelip dan musik yang begitu kencang. Membuat kepalanya menjadi pening.Sementara itu, Martha terus berbicara tentang peluang bisnis yang bisa mereka eksplorasi, sesekali tertawa dan menepuk bahu Naka. Naka hanya bisa mengangguk, sambil terus mencari strategi untuk bisa keluar dari situasi yang semakin membuatnya tidak nyaman ini.Naka merasa kepalanya berputar, tubuhnya tidak stabil seolah melayang. Dia memegangi dinding berusaha menjaga keseimbangan. Rendi tertawa kecil saat melihat Naka mengambil gelas itu, "Hanya sekali, Naka. Nikmati malam ini," katanya penuh arti.Sesudah minum, Naka langsung merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa panas dan dingin secara bersamaan, dan kepalanya seperti dipukul dengan palu.“Aku ke belakang dulu.” Naka berdiri dan pergi. Lebih baik dia kabur sa
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me